Pelan tapi pasti, Elpiji 12 kg dan 50 kg memanjat harga untuk mencapai harga keekonomisan. Respon pasar Indonesia, khususnya target pasar kelas menengah atas, yang menjadi konsumen elpiji 12 kg dan 50 kg, ternyata tidak bergejolak hebat, sejauh riset kecil-kecilan ala saya,
Dari riset kecil-kecilan, hasil ngobrol berkeliling ke beberapa penjual gas di seputar apartemen saya, di seputar kompleks rumah mama, dan di seputar tempat usaha homeschooling saya di bilangan Jakarta Utara, Jakarta Pusat, dan Jakarta Timur, para penjual gas mengaku omzetnya lancar, seperti biasa.
"Yang merasa nggak mampu atau nggak ikhlas bayar lebih untuk tabung elpiji 12, ya pakai elpiji melon aja. Tapi kalau mau murah, ya harus mau repot untuk bolak-balik ngisi tabung,” komentar Mas Ari, penjual gas langganan di Kompleks rumah mama saya. (Elpiji melon itu adalah elpiji berisi 3 kg yang tabungnya bulat berwarna hijau, yang selintas bentuknya seperti buah melon).
Di tempat lain, di kawasan padat apartemen Gading Nias Residence Kelapa Gading, penjualan elpiji melon 3 kg sempat melonjak di minggu pertama pasca pengumuman kenaikan elpiji 12 kg. Namun hari ini 20/9, Mas Jojo, penjual elpiji yang rutin mengantar ke apartemen saya mengaku, kondisi mulai balik lagi, para penghuni akhirnya memilih ke elpiji 12 kg. “Mereka kerepotan juga bolak balik isi elpiji melon, ada yang ngisi tabung tiap 5 hari sekali, ada juga yang seminggu sekali, tiga minggu sekali. Ribet mbak. Nah kalau yang 12 kg, rata-rata 3 sampai 5 bulan sekali ngisi. Makanya, mungkin daripada habis waktu mondar-mandir, sejak seminggu ini, banyak yang balik ke elpiji 12 kg."
Elpiji 12 kg (dan 50kg) sejak 10 September 2014 menyesuaikan harga keekonomian Pertamina. Harga Elpiji, untuk kalangan menengah atas itu, naik Rp 1500 perkg. Kalau dihitung real di lapangan, saya membayar Rp 130 ribu untuk pengisian satu tabung elpiji 12 kg.
Bila dibandingkan dengan rencana kenaikan harga BBM, kenaikan elpiji tidak “sulit-sulit amat” mendapat restu pemerintah. Sejak tahun 2009, Elpiji tidak naik, padahal Pertamina telah mengantongi Peraturan Menteri ESDM No.26 tahun 2009 tentang Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas yang mengijinkan kenaikan harga sesuai dengan harga keekonomian.
Mengapa Harga Elpiji Naik?
Mengutip urain Kompasiana, dalam membuat kebijakan, Pertamina tidak semena-mena, karena terlebih dahulu berkoordinasi dengan Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, dan Kemenko Perekonomian. Kenaikan harga ini pun direncanakan sebagai revisi atas kerugian sebesar Rp 2,81 triliun yang diderita Pertamina selama semester pertama tahun ini. Jika harga tidak dinaikkan, Pertamina akan menderita kerugian sebesar Rp 5 triliun dalam setahun.
Informasi yang ada menyebutkan, sejak Januari 2014, Pertamina dan Kementerian Perekonomian telah menyusun Road Map Penyesuaian (baca kenaikan) Elpiji 12 kg secara berkala, dari Rp 6.069 menjadi Rp 7.569/kg ditambah komponen biaya transport, filing fee, margin Agen dan PPN, maka harga jual di agen menjadi Rp 9.519 per kg atau Rp 114.300/tabung dari Rp 92.800/tabung. Namun, ingat seperti sinetron, kenaikan elpiji, masih bersambung. Karena, dibandingkan dengan harga keekonomian LPG, Rp 114.300 belum setara dengan hitungan Pertamina.
Saya kutip dari www.pertamina.co.id ada info, CP Aramco y-o-y Juni 2014 sebesar US$891,78 per metric ton dan kurs Rp11.453 per US$, ditambah komponen biaya seperti di atas maka harga keekonomian Elpiji 12kg saat ini seharusnya Rp15.110 per kg atau Rp181.400 per tabung.
Jadi mari berhitung, dengan harga Rp 114.300, Pertamina mulai bisa menekan kerugian bisnis Elpiji 12 kg pada tahun 2014 sebesar Rp 452 miliar menjadi Rp5,7 triliun dari prognosa semula Rp6,1 triliun (dengan proyeksi tingkat konsumsi Elpiji 12kg mencapai 907.000 metric ton). Namun, kerugian ini masih melebihi proyeksi RKAP 2014 sebesar Rp5,4 triliun yang dipatok pada asumsi CP Aramco sebesar US$833 per metric ton dan kurs Rp10.500 per US$.
Kompasiana Nangkring Bareng Pertamina
[caption id="attachment_324703" align="aligncenter" width="300" caption="Tiga Bintang Nangkring, Adiatma, Mbong, Farah Quinn (foto Ruth Angela)"][/caption]
Karena elpiji dekat sekali dengan masalah perut, haha, maka saya bersemangat hadir di Kompas Nangkring Bareng Pertamina 29 Agustus 2014 di Resto Penang Bistro Jakarta Selatan. Walau harus menempuh kemacetan Jumat malam dari Thamrin, Sudirman, dan menembus antrian mobil ke daerah Kebayoran, buat saya worth it, karena kelelahan menyupir segera terhapus dengan senyum welcome dari kru Kompasiana sambil menyerahkan goody bag keren ke setiap peserta. Kompasianer yang hadir langsung dipersilakan menyantap makan malam yang lezat dan ada penampilan live musik dan MC yang meriah.
Malam itu tampil pembicara dari Pertamina, Media Manager Pertamina Adiatma Sardjito yang banyak berkecimpung di urusan gas bumi. Moderator seru, Mas Mbong yang Redaktur Pelaksana Kompas.com. Bintang Tamunya, koki sexy dan ternyata pekerja keras Farah Quinn. Wanita yang sempat punya restoran di Amerika Serikat, tampil sebagai wakil konsumen elpiji nonsubsi (12 kg) di rumah dan (50 kg) di tempat kerjanya.
Paparan Slide Pertamina, yang ditampilkan Adiatma menarik perhatian dan mengundang senyum. Misalnya slide yang menggambarkan bahwa sasaran konsumen tabung 12 kg memang kalangan menengah atas. Ada ibu gendut lengkap perhiasan yang sedang memasak dengan kompor keren + tabung 12 kg versus ibu kurus berbaju lusuh yang sedang menggoreng + tabung 3 kg.
Selain slide yang mengundang senyum, Adiatma juga menampilkan slide yang serius, mengenai jalur distribusi Pertamina, Perbandingan Harga Elpiji Indonesia dengan negara-negara Asia, dan apa bedanya gas Elpiji dan LNG. Bahwa Indonesia adalah penghasil LNG, yang diexpor ke luar negeri untuk menghasilkan devisi. Sementara, gas elpiji yang dikonsumsi masyarakat Indonesia.
Tidak lupa Adiatma menunjukkan road map kenaikan harga elpiji 12 kg sampai tahun 2016. Jadi kenaikan per-September 2014 ini baru babak pertama. Setiap enam bulan sekali, Pertamina sudah mengantongi opsi kenaikan harga, hingga mencapai harga keekonomian, yakni Rp 181.400/tabung. Sekalipun begitu, buru-buru Pak Adi menampilkan slide yang menunjukkan bahwa harga elpiji Indonesia, setelah kenaikan ini, masih termasuk yang paling murah dibanding negara Asia.
Adiatma juga sempat menyelipkan informasi, bahwa berbagai kebakaran yang katanya gara-gara tabung gas elpiji meledak sesungguhnya tidak tepat. Bahwa tabung gas baik 3 kg, 12 kg, dan 50 kg sudah dirancang dan dijamin keamanannya. Yang sering menyebabkan kebakaran adalah cara memasang selang yang tidak sempurna, selang yang bocor, atau penempatan kompor dan tabung gas yang menyebabkan suhu ruangan meningkat,
Selanjutnya, yang ditunggu-tunggu adalah kisah dari koki sexy Farah Quinn. Kisah Farah ini terus terang membuat saya terpesona, karena jauh sebelum kesuksesannya hari ini, wanita yang sempat bersekolah manajemen di Amerika Serikat ini, telah bekerja keras menjadi koki amatiran dan akhinya bersekolah di bidang masak memasak, menjadi koki profesional, dan punya restoran di Amerika Serikat.
Farah juga sempat berbagi pengalaman, betapa regulasi di Amerika Serikat termasuk penggunaan gas dan peralatan masak sangat tinggi dan higienis. Karena itu, semua tukang masak dan perusahan di Indonesia semestinya mencontoh.
Pengalaman Farah Quinn dan Penjelasan Pertamina menjadi bagian hangat dari diskusi malam itu. Walau diselingi canda tawa, tetapi ke-kritis-an Kompasianer, tetap muncul dalam diskusi. Begitu MC membuka termin pertanyaan, puluhan tangan Kompasianer mengacung. Dampak akibat kenaikan harga elpiji 12 kg, elpiji oplosan, dan cara Pertamina menjamin distribusi ketersediaan elpiji 3 kg dan 12 kg di masyarakat menjadi perhatian para Kompasianer.
[caption id="attachment_324702" align="aligncenter" width="300" caption="Kompasianer dan Admin, mejeng sejenak (foto Ruth Angela)"]
Nangking Barent mengulas seputar
1.Perpindahan pemakai elpiji 12 kg ke elpiji 3 kg.
Saat cashflow keluarga sangat ketat seperti sekarang, konsumen akan mati-matian menghemat pengeluaran, termasuk pengeluaran elpiji.
2. Berebut elpiji 3 kg
Karena banyaknya konsumen yang membutuhkan, elpiji 3 kg makin sulit diperoleh.
3. Gas Oplosan 12 kg bakal meningkat
Kelangkaan gas elpiji 3 kg juga akan menambah angka memungkinkan terjadinya gas 12 kg oplosan. Para penjual dan penyalur elpiji yang bermental maling, bisa saja melakukan gas oplosan karena lebih banyak untungya.
4. Daya beli menurun
Beban operasional pelaku usaha kecil menengah (UKM) pengguna elpji 12 kg bertambah, yang berdampak pada kenaikan harga jual. Itu menurunkan daya beli masyarakat atau jumlah pelanggan yang berarti menurunkan omzet dan keuntungan.
5. Inflasi
Kenaikan harga elpiji pasti memicu inflasi. Inflasi artinya kenaikan harga kebutuhan pokok dan merembet kenaikan ke bidang lain yang akhirnya menyumbang tingkat inflasi yang lebih tinggi di tahun 2014 ini.
Pekerjaan Rumah Pertamina dan Pemerintah
Menjawab pertanyaan bertubi-tubi dari Kompasianer, Adiatma sebagai narasumber dari Pertamina memaparkan, semestinya per1 Juli 2014, elpiji naik. Tetapi karena solider terhadap beban rakyat yang membengkak di momentum hari raya dan tahun ajaran baru, jadi ditunda sampai 10 September 2014. Kenaikan tahun 2014 masih babak pertama, masih ada babak selanjutnya, sampai elpiji sampai harga ekonomis. Waktu yang panjang untuk menaikkan harga cukup membuat persiapan Pertamina sangat prima untuk menghadapi ke-5 dampak kenaikan yang saya sebut di atas.
1. Pertamina menjamin tidak akan adanya migrasi konsumsi gas elpiji dari yang 12 kg ke 3 kg, karena Pertamina memiliki data seluruh agen distributor dan sistem monitoring-nya yang dikenal dengan program apikasi SIMOL3K (Sistem Monitoring Penyaluran Elpiji 3 kg) yang sampai ke tahap pangkalan.
Buat yang belum tahu (dan belum sadar hmm) hak untuk membeli i elpiji subsidi 3 kg terbatas, sebenarnya hanya yang punya kartu --yang menandakan ia layak membeli elpiji subsidi.
Jadi, curhat Mas Mbong, yang moderator di acara Kompasianer Nangkring, saat membuka acara Nangkring menjadi relevan. Ia mengaku ditolak membeli elpiji 3 kg, karena si penjual melihat Mbong memakai smart-phone, bukti ia mampu, dan bukan masyarakat miskin, jadi dilarang beli elpiji subsidi.
2. Pertamina memastikan ketersediaan pasokan gas elpiji 12 kg maupun gas elpiji 3 kg, dengan meningkatkan stok gas elpiji hingga hari ini dalam kondisi aman diatas 16 hari. Pertamina juga melakukan optimalisasi jakur distribusi Elpiji melalui SPBU dan juga modern outlet.
Jaminan 16 hari ini, berdasarkan riset kecil-kecilan saya tadi, memang terbukti. Pangkalan gas langganan saya mengaku tidak kesulitan mendapat elpiji melon dan elpiji 12 kg. Selain di pangkalan, elpiji juga bisa dibeli di SPBU, di mini market, bahkan di supermarket besar.
3. Inflasi
Menurut Menko Bidang Perekonomian Drg Chaerul Tanjung, dampak kenaikan elpiji tidak signifikan, alias tidak banyak. Jika target Pemerintah inflasi 5,3%, ternyata inflasi Indonesia di Agustus 2014 baru 3,42%. Jika ditambah faktor kenaikan gas elpiji yang katanya 0,06% maka inflasi 3,48% jelas lebih rendah dari target awal.
Strategi dan sosialisasi Pertamina menaikkan harga elpiji ini menurut saya tepat dan smooth, sehingga stake holder, terutama konsumen end-user yang menanggung biaya kenaikan, termasuk saya, bisa menerima dengan ikhlas.
Jadi memang, Pertamina tidak semina-mina (semena-mena) menaikkan harga, semuanya masuk akal dan akhirnya membawa kebaikan bagi Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H