Cerita bocor soal Ujian Nasional tidak mengagetkan lagi.
Seperti  jatah peserta arisan,  yang dijamin mendapat duit tinggal tunggu giliran waktunya, bisa dipastikan, setiap tahun soal UN bocor, tinggal tunggu kapan ketahuannya.
Seingat saya, yang SMA tahun 1980 - 1990 an (duh, ketahuan deh umurnya hehehe) "bunyi bunyi" jual belj soal sudah nyaring terdengar. Jadi bukan kasak kusuk doang, bukan bisik bisik tetangga.
Bunyinya nyaring karena situasi dan kondisi sekolah saya yang katanya sekolah anak orang berduit. SMA saya tempatnya anak menteri, anak pejabat, sampai cucu Presiden (Soeharto, waktu itu) sekolah.
Terus terang, saat itu, di seputaran sekolah itu, Â ada aja yang nawarin soal UN sekitar seminggu sebelum Hari H.
Namun saya dan teman se SMA tidak tertarik karena kami punya para guru yang penuh dedikasi yang berhasil meyakinkan semua muridnya kalau UN itu gampang. Â Ulangan Akhir Semester ala sekolah, materi soalnya jauh lebih susah dari UN. Jadi ngapain mesti tertarik dan terjebak beli soal UN.
Apalagi jaman itu, Kepala Sekolah saya -yang bisa disebut, Kepsek paling ngetop se Indonesia- nggak bosan bosan ingatkan kalau siswa di sekolah itu adalah siswa yang dijamin kepintaran dan kejujurannya. Nah diberi penghargaan dan kepercayaan begitu membuat kami ogah dan menolak  tawaran membeli soal UN, mungkin juga karena di alam bawah sadar, mikir kalau ketahuan, risikonya nggak ketanggung, malunya seumur hidup.
Nah, bagaimana dengan sekolah lain?
Tanpa menyebut nama, ada beberapa teman dari sekolah lain, yang memang niat banget cari bocoran soal UN. UN memang sangat menentukan kelulusan siswa.
Tapi mengapa  ngotot cari bocoran soal?
Toh mereka selama ini sekolah selama 3 tahun penuh. Â (saya sengaja pakai kata sekolah ya, karena bisa saja ada di sekolah, tapi tidak belajar, hmmm)
Biasanya alasan para pengejar bocoran, mengaku belum siap, belum selesai mempelajari materi UN.
Bahkan bisa jadi tindakan beli bocoran soal malah diam diam direstui oleh sekolahnya, demi siswanya bisa lulus UN. Jadi pembeli dan konsumen bahan soal UN adalah oknum civitas akademika, atau malah segenap komponen sekolah. Siswa, guru, Kepala Sekolah semuanya kompak demi  menjaga dan menaikkan gengsi dan prestasi palsu sekolah.
Berapa harga soal UN?
Kalau itu saya nggak,punya data yang sahih.
Yang saya tahu, berapapun dibayar oleh oknum siswa atau kepala sekolah yang maaf selama itu, nggak serius belajar (bisa karena muridnya pemalas, gurunya pemalas, atau dua duanya pemalas) tapi lewat hasil UN, Â bisa mencetak standar kelulusan dengan nilai bagus, tepatnya bagus banget, standar rata rata 8.
Namun pembeli ada karena "barang" tersedia. Nah, yang lebih urgent dibahas adalah, siapa yang punya "barang" yang punya soal soal resmi UN?
Bocornya UN 2015 kemarin, konon bocor di Percetakan. Tahun 2015 ini yang menang tender cetak soal UN 2015 adalah  Percetakan Negara. Jadi diubek ubek kantor Percetakan Negara, dan konon terbongkar, bahwa oknum pegawainya yang membocorkan.
Namun pihak Percetakan Negara membantah dan menyatakan siap membuka diri.
Saya juga kenal dengan orang yang dipercaya sebagai pembuat soal UN. Sambil bercanda dia bilang, sekalipun dia mau, dia tetap nggak bisa jual soal UN.
Menurut cerita teman ini, para pembuat soal mengirim 4 sampai 5 kali jumlah total ke Kemdikbud, jadi jika soal UN 50 soal, maka pembuat soal kirim 150 soal. Keputusan final soal yang dipilih adalah wewenang Kemdikbud. Pembuat soal tidak tahu persis soal mana yang dipilih.
Jadi logikanya, kalau sampai maksa, pembuat soal bocorin, berarti ada 250 soal yang mesti dipelajari. Waduh, model dan tipikal siswa  para pembeli soal UN, mungkin nggak mau dan nggak sempat membahs 250 soal,itu karena waktunya terbatas.
Jadi kecil kemungkinan soal UN dibocorkan pihak pembuat soal.
Coba usut Oknum Kemdikbud sendiri !!!
Terus terang saya terheran heran melihat Pihak Kemdikbud -sebagai pihak yang merasa dirugikan- galak banget menuduh pihak luar.
Nah, ini yang saya mau ingatkan.
Bahwa sebelum menuduh pihak luar kemdikbud, tolong periksa para pegawai Kemdikbud. Khususnya pegawai yang dipercaya mendistribusikan soal ujian ke sekolah sekolah. Biasanya soal ujian didistribusi lebih dari 48 jam sebelum jam J yakni saat UN dimulai dan berlangsung.
Coba iseng datang ke Kantor Dinas Pendidikan di tingkat propinsi  atau Kantor Suku Dinas Pendidikan di wilayah kabupaten atau kota pada sore hari menjelang UN. Bisa jadi di depan ruangan, para polisi menjaga dengan  ketat supaya soal ujian tidak jatuh ke pihak luar. Padahal di dalam ruangan, beberapa jam sebelum Jam J UN, bisa jadi, mungkin, oknum Kemdikbud malah sedang bagi bagi soal ujian dengan merdeka.
Dan berdasarkan fakta di lapangan, jauh lebih mudah oknum pegawai Kemdikbud menjual soal UN. Apalagi bisnis jual soal UN seperti lebaran bagi anak anak, setahun sekali panen duit.
Ngeri sekali secara umum pendidikan di Indonesia. Jual beli soal UN cuma jadi konsumsi sesaat, dan sebentar dilupakan. Nyontek menjadi tradisi yang diam diam dihalalkan, silakan nyontek asal jangan ketahuan. Kalau sampai ketahuan, sogok aja gurunya. Kalau gurunya masih punya idealisme, cari gara gara saja supaya si guru tidak berani bertindak. Â Dst dsbnya.