Sebagai keturunan Batak yang menghargai warisan tradisional, saya suka menari tortor alias manortor. Dari beratus-ratus kali menortor, baik dalam kegiatan kegembiraan maupun saat berduka (saat meninggal pun tor-tor acapkali diadakan), saya baru merasakan mistiknya tor tor saat menari bersama Sigale-gale, boneka kayu yang memiliki kisah mistis dan dipercaya sampai sekarang oleh mayoritas masyarakat (Batak).
[caption id="attachment_280483" align="aligncenter" width="194" caption="Sosok Sigale-gale, Pinokio dari Samosir"][/caption] Kisah Pinokio dari Samosir Pinokio, kisah mendunia tentang boneka kayu yang menjadi hidup karena kecintaan Gepeto, sang pengukir yang merindukan sosok anak, mirip dengan kisah Sigale-gale. Boneka Sigale-gale bermula dari wafatnya putra mahkota kesayangan seorang Raja Samosir, yang sakit tidak tersembuhkan. Padahal Sang Raja sudah habis-habisan mencari pengobatan ke sana sini, tetapi akhirnya sang anak meninggal juga. Padahal Sang Raja sudah merencanakan dalam waktu dekat, sang anak akan menggantikan posisinya. Hancur hati sang Raja, karena rupanya ia terbiasa curhat, bersama bernyanyi, dan menari bersama sang putra mahkota. Jadi kepergian Putra Mahkota merupakan pukulan telak bagi Sang Raja yang konon menghabiskan waktu senja untuk menari bersama sang anak kesayangannya. Karena kebiasaan menari bersama sang putra, akhirnya Sang Raja meminta para pengukir membuatkan patung replika sang putra mahkota. Patung itu juga didandani, diberi baju, penutup kepala, dan kain ulos yang bagus, sebagaimana layaknya sang putra mahkota semasa hidupnya. Setelah replika patungya jadi, Sang Raja meminta kepada Datu Mulajadi Nabolon (Penguasa Alam Semesta) untuk sudi mengirimkan roh anaknya sejenak untuk menari bersama, sebagaimana ketika mereka bercengkerama setiap sore dulu. Believe it or not, patung replika itu dipercaya bisa menari, sebagaimana manusia hidup. Dan itu terus menerus terjadi setiap hari, sampai Sang Raja akhirnya meninggal dunia. Keajaiban Sigale-gale akhirnya dilestarikan oleh keturunan Raja Samosir. Tentu bukan dengan cara memanggil arwah untuk menari, melainkan dengan mengatur tali pada patung replika Sigale-gale, yang merupakan generasi boneka berikutnya. Dengan bantuan tali yang diikat di kepala, mata, tangan, kakinya, maka patung Sigale-gale yang ada di beberapa tempat di ujung pulau Samosir, menjadi patung yang bisa menari. Bahkan Sigale-gale sudah dijadikan aktraksi sehingga menghasilkan pendapatan bagi kelompok penyelenggara. Jika pada perayaan besar, acara tor-tor Sigale-gale diiringi dengan musik hidup alias live musik, maka pada aktraksi biasa, cukup diiringi dengan rekaman musik saja. Namun aturan musiknya tetap dilestarikan, yakni sehabis tarian pembukaan, harus disertai dengan ucapan selamat datang dan doa, dari si pembawa acara.
Dan tahun lalu saya berkesempatan menikmati Indonesia Travel yakni ke Tomok, Pulau Samosir, di tengah Danau Toba, propinsi Sumatera Utara. Di sana saya akhirnya bisa menari tradisional bersama Sigale-gale yang termashur itu ...
Aturan Manortor, Jangan Coba Dilanggar Sewaktu saya sampai di Samosir, jam pertunjukan Sigale-gale bertepatan dengan hari Minggu, hari giliran anak-anak yang menari. Penonton wajib membayar minimal @ Rp 10 ribu, dan kalau belum memenuhi kuota, maka kita harus menunggu penonton baru sampai tercukupi anggaran dari penyelenggara. Akhirnya, pertunjukan dimulai. Dan belasan anak usia sekitar 4 – 12 tahun siap di area pertunjukkan. Sementara sang bintang, Sigale-gale berdiri gagah agak di belakang, karena sang operator penarik tali harus “bersembunyi” sehingga penonton bisa menikmati tarian Sigale-gale tanpa harus terganggu dengan sang operator. Bagi saya yang sering menortor, sebenarnya aktraksi Sigale-gale itu biasa saja, malah cenderung agak sepi, kurang meriah. Namun, tatacara tor tor yang terdiri dari tujuh jenis lagu atau Gondang juga dipenuhi pada pertunjukkan ini. Mulai dari permohonan kepada Dewa dan pada ro-roh leluhur agar keluarga diberi keselamatan kesejahteraan, kebahagiaan, dan rezeki yang berlimpah ruah sampai permohonan agar undangan (dan penonton) juga mendapat berkah dari acara ini. Mungkin hanya sedikit orang (Batak) yang mengerti bahwa selama menortor ada pantangan yakni :tangan si penari tidak boleh melewati batas setinggi bahu keatas, bila itu dilakukan berarti sipenari sudah siap menantang siapapun dalam bidang ilmu perdukunan, atau adu pencak silat, atau adu tenaga batin dan lain lain. Karena itulah maka posisi tangan Sigale-gale persis sedikit di bawah bahunya. Dan karena keterampilan sang operator, terlihat Sigale-gale ini menari dengan indah, menggerakkan tangan kayunya. Bahkan Sigale-gale ini bisa menggerakkan kepalanya dan matanya sehingga terlihat sebagaimana orang hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H