BISA bikin buku mencerdaskan anak Indonesia? Begitu tantangan 10 tahun lalu buat saya  dari Direktur Kursus Matematika dari Jepang, yang konon sudah diikuti 200 ribu anak Indonesia.
Tantangan atau lebih tepatnya "ejekan" dari orang Jepang itu muncul karena ia melihat orang Indonesia cuma jadi target dagang dari berbagai kursus matematika made in luar negeri. Padahal, sst ini rahasia loh, hehehe, Â kursus matematika tsb sudah nggak laku di tanah airnya, sehingga mereka cari sasaran tembak di negeri yang padat penduduknya, Indobesia.Kembali ke cara dan ide bikin buku yang mencerdaskan anak Indonesia.
Saya mulai membolak balik buku pelajaran matematika SD. Apa yang salah ya? Bukan rahasia kalau matematika jadi momok yang sangat menakutkan anak Indonesia sejak SD sampai SMA bahkan sampai tua bangka. Buktinya para orangtua langsung menyerah jika anaknya minta diajarkan matematika.Berangkat dari pemikiran itu, maka guru les matematika laku keras, demikian juga kursus matematika yang made in Jepang, Korea, Amerika, Singapura, RRC, sampai kursus matematika lokal, laku keras dari ibu kota sampai ke tingkat kecamatan. Kalau kurang yakin, coba tanya anak Anda atau anak tetangga Anda dimana ada kursus matematika, pasti ada deh di seputaran rumah anda.
Pertanyaannya, apa yang salah dari sistem pendidikan matematika di Indonesia, Atau kalau pertanyaan itu terlalu berat,  saya ubah menjadi mengapa, cara mengajar matematika tingkat dasar  tidak mampu merangsang anak, menstimulus anak  dan memtivasi anak Indonesia untuk mendalami matematika.
Setelah survey selama 5 tahun kepada ratusan murid, saat saya membeli franchise kursus matematika dari Jepang, yang lumayan mahal itu, begini kesimpulannya.
1. Buku matematika membosankan. Â Mulai sari cover, isinya, dan gambar atau ilustrasi pendukung kurang menarik, dan biasanya dicetak hitam putih.
(Sebenarnya urusan produksi buku agar berbiaya murah, bisa disiasati misalnya dengan cara mengerjakan buku yang kreatif, misalnya menggunakan pensil warna.)
2. Cara mengerjakan buku / pelajaran matematika lebih membosankan lagi bahkan cenderung menakutkan anak didik.
3. Guru matematika yang asyik mengajar matematika sangat langka
4. Tuntutan kurikulum Indonesia tidak realistis. Siswa belum "mudeng" dengan materi yang satu, sudah dituntut materi pelajaran berikutnya.
Semua itu saya bandingkan dengan buku, cara mengajar, dan teknik mengajar guru Indonesia (baca guru sekolah negeri) dengan sekolah / kursus import dari luar negeri, yang sudah saya sebut tadi.
Ya untuk mencari solusi memang tugasnya Anies Baswedan yang  Menteri Kebudayan dan  Pendidikan Dasar dan Menengah, serta para deputi dan bawahannya. Juga para profesor doktor dan pakar pendidikan supaya memecahkan kebuntuan itu segera.