Mohon tunggu...
Mercy
Mercy Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu dua anak remaja, penggiat homeschooling, berlatarbelakang Sarjana Komunikasi, Sarjana Hukum dan wartawan

Pengalaman manis tapi pahit, ikutan Fit and Proper Test di DPR.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bosan Belajar Daring, Siswa SMA Indonesia Milih Berhenti, dan Nikah

12 September 2021   09:05 Diperbarui: 12 September 2021   10:53 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berikut saya kutip sebagian beritanya :

Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Panyabungan, Muhammad Nuh pada Sabtu (4/9/2021), mengatakan pihaknya baru mengetahui sejumlah siswanya menikah usai melakukan pendataan ulang  saat PTM mulai dilakukan sejak Senin lalu.

Setelah sepekan PTM, sejumlah siswa diketahui tidak hadir hingga sekolah memutuskan mengecek lebih lanjut. Setelah dicek, sejumlah siswa tersebut ternyata menikah saat penerapan pembelajaran daring yang berlangsung lebih satu tahun. 

Kepala Sekolah cuma bisa menyayangkan keputusan yang diambil sejumlah siswa tersebut. Namun demikian, pihaknya tidak bisa menghalangi hal tersebut karena merupakan hak setiap manusia.

Puncak Gunung Es Masalah Pendidikan Indonesia

Sebagai penutup "curhat" saya ini,  mau tidak mau kita mesti tunjuk hidung KemdikbudRistek sebagai operator pendidikan nasional. Sejak pandemi 2020, KemdikbudRistek tetap ngotot memilih habiskan dana APBN Pendidikan untuk program Organisasi Penggerak, Guru Penggerak, dan yang sifatnya tidak langsung ke siswa. 

Konsep dan strategi Kemdikbud di masa pandemi, yang 'ngawur' dan akhirnya diprotes banyak lembaga pendidikan termasuk PGRI membuat saya ikutan resah dan sampai kirim japri ke Mas Menteri (tetapi cuma di-read doang).

Tolong Mas Menteri sadar,  kalau program KemdikbudRistek khususnya untuk pendidikan Dasar dan Menengah terbukti tidak menyentuh langsung siswa.  Buat apa mendanai segelintir Guru Penggerak sekarang,  yang hasilnya tidak bisa sertamerta membuat puluhan juta siswa termotivasi belajar.  Apa gunanya dana triliunan digelontorkan, tetapi tidak mampu mencapai standar pendidikan siswa Indonesia --padahal sudah diturunkan dengan alasan pandemi. Jangan mimpi menyebut Generasi Emas 2045, jika di tahun 2020, 2021 dan seterusnya mutu pendidikan Indonesia --malah sampai ada yang menyebut-- lost generation.

Di masa pandemi yang harus diutamakan adalah siswa, bukan guru. Apalagi justru di masa online ini, makin terbukti guru-guru kelas bukan pusat informasi satu-satunya. Jadi mesti buat terobosan yang cerdas untuk jutaan siswa langsung.  Untuk apa KemdikbudRistek menggelontorkan dana triliunan untuk proyek "Guru Penggerak" apalagi "Organisasi Penggerak" di masa pandemi dan endemi ini.  

Usul banyak pihak termasuk Tim Sekolah Megana sebenarnya simple, tidak menghabiskan dana triliunan seperti proyek-proyek KemdikbudRistek.  Jika internet bermasalah dan siswa tidak punya gadget mumpuni, guru-guru kelas tidak bisa diandalkan, kepala sekolah tidak mampu membuat program belajar kreatif, maka harus dibuat  program nasional sesuai kurikulum Kemdikbud dengan metode pembelajaran yang kekinian,  update,  simple, dan menarik bagi siswa.  Dan itu disiarkan lewat TV satelit, jika TVRI tidak mau bekerjasama. Mengapa lewat televisi? Karena   (hampir) semua rumah di Indonesia itu punya televisi, bahkan  dilengkapi parabola di daerah yang terpencil, terdepan, terluar.

Pelaksana TV UGM (Universitas Gajah Mada) yang sempat jadi teman diskusi kami menyatakan siap mendukung. Dengan catatan,  jika materi modulnya menarik, kekinian, dan berkualitas, bukan kaleng-kaleng bukan jadul.  Konten memang primadona di jaman internet ini.  Jika konten memang penting dan menarik, tanpa dikomando, ribuan bahkan jutaan siswa SMP dan SMA termotivasi memantau siaran tersebut karena merasa mendapat manfaat. 

Jika ada pembuat konten di youtube dan tiktok sampai puluhan juta follower, mengapa konten pendidikan KemdikbudRistek dan TVRI cuma sekian ratus yang follow, padahal lebih dari 150 juta target marketnya yakni siswa SD SMP SMA SMK dan pendidikan kesetaraan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun