Mohon tunggu...
Mercy
Mercy Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu dua anak remaja, penggiat homeschooling, berlatarbelakang Sarjana Komunikasi, Sarjana Hukum dan wartawan

Pengalaman manis tapi pahit, ikutan Fit and Proper Test di DPR.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

UNBK Selesai, Saatnya Rebut Beasiswa Coding Smart, "Short Cut" Jadi Programmer Teknologi Andal

13 April 2018   19:00 Diperbarui: 15 April 2018   07:57 1925
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ujian Nasional atau UNBK untuk SMA sudah selesai. Jika (anak) kita termasuk 1 dari 1.394.685 peserta SMA dan 1 dari 1.460.833 peserta SMK UN 2018, pertanyaannya langkah selanjutnya mau apa?

Kuliah Sarjana

Buat yang punya dana dan kekeuh mengikuti strategi tempo doeloe silakan sediakan waktu, uang, tenaga selama 4-5 tahun untuk raih  Sarjana. Masalahnya setelah keluar biaya Rp 100.000.000 - Rp 1.000.000.000 untuk sarjana, apakah ada jaminan (anak) kita bisa "netas" alias mandiri, bisa kerja, bisa cari uang dan "balik modal" dari gelar sarjana-nya?

Sudah bukan rahasia,  sarjana sekarang sulit cari kerja yang dibayar layak. Dan ilmu yang ditekuni selama 4-5 tahun kuliah ternyata tidak banyak manfaat. Entah kenapa ya, sistem pendidikan Indonesia belum move on. Jurang antara hasil sekolahan dan industri melebar terus dan terus.

Keluhan itu sudah kita dengar dari 30 tahunan lalu. Namun sampai sekarang belum banyak perubahan dalam.sistem pendidikan. Semestinya pendidikan itu mempersiapkan lulusannya dengan teori dan praktek yang bisa ia pakai dalam pekerjaan di dunia nyata.

Yang terjadi di Indonesia, nggak begitu. Kuliah pertanian, tapi tidak mau jadi petani. Kuliah pendidikan guru malah jadi teller bank. Kuliah jurusan apa saja eh malah jadi supir GoJek.

Nggak ada yang salah dengan itu, karena tujuan kita adalah dapat uang. Namun buat apa buang waktu, duit, tenaga kalau ujung ujungnya ilmu 4 tahun tidak optimal dengan pekerjaan di depan mata. 

Lalu mesti bagaimana?

Terus terang saya tidak punya solusi manjur untuk semua orang. Lagian mestinya yang jawab dan punya solusi adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta sekitar 40.000 orang pegawai Kemendikbud pegawai Dinas Pendidikan dari tingkat Propinsi sampai Kecamatan.

Negara menggaji 40.000 orang ini bertahun tahun tetapi kok nggak ada perbaikan signifikan?

Jika Kemdikbud urus PAUD, Homeschooling, SD, SMP, SMA, SMK, sekarang ada Kementerian Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi.  Semua jenjang perguruan tinggi menjadi urusan Kemristek Dikti. 

Pertanyaannya, sekian banyak lembaga perguruan tinggi mengapa perusahaan terutama teknologi, kekurangan programmer sehingga impor dari India dan Pakistan? Kabarnya Indonesia sudah rutin  impor  300.000 programmer setiap tahun untuk memenuhi kebutuhan industri teknologi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun