Mohon tunggu...
Mercy
Mercy Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu dua anak remaja, penggiat homeschooling, berlatarbelakang Sarjana Komunikasi, Sarjana Hukum dan wartawan

Pengalaman manis tapi pahit, ikutan Fit and Proper Test di DPR.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

DPR Pilih Siapa yang Jadi Pemimpin KPK?

1 September 2015   19:02 Diperbarui: 1 September 2015   23:35 3326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhirnya muncul delapan nama terbaik yang akan dipilih DPR menjadi empat nama. Dengan segala keterbatasan sebagai manusia, saya optimistis 8 nama itu sudah dicek bibit, bebet, bobot dari segala sudut.

Sekarang tinggal keputusan di tangan DPR, tepatnya DPR Komisi I. Nah, kebetulan saya pernah mencicipi jadi calon komisioner dan di-fit and proper test DPR. Sayangnya, waktu itu DPR masih jaman Partai Demokrat dan Golkar berkuasa. Tanpa perlu menceritakan panjang lebar, kita bisa lihat rata-rata kualitas anggota DPR jaman itu. Moga-moga jaman sekarang DPR bisa lebih cerdas dan lebih tahu diri, kalau mereka cuma wakil, inget cuma wakil rakyat, bukan tuan dari rakyat Indonesia.

Walau semua juga tahu, anggota DPR di Indonesia sebenarnya perpanjangan tangan dari Partainya. Artinya, kalau mau dipilih anggota DPR, dekatilah pimpinan Partainya.

Cara itu yang cukup ampuh dipakai oleh teman-teman saya yang sekarang bercokol sebagai komisioner di berbagai lembaga negara. Terlepas mereka punya kapasitas yang lebih baik dari calon lainnya, tetapi urusan pdkt ke DPR untuk memilih dia adalah sebuah keniscayaan. Persoalannya, bagaimana mendekati pimpinan partai yang berkuasa saat ini dan partai yang punya anggota DPR.

PDKT ke Partai

Bukan rahasia kalau Anas Urbaningrum pernah mengungkit urusan balas jasa ketika ia diciduk KPK yang waktu itu dipimpin Abraham Samad. Bahwa Samad rupanya sempat pendekatan ke Partai Demokrat saat proses fit and proper test pimpinan KPK. Waktu itu Partai Demokrat menjadi partai yang paling banyak punya anggota DPR.

Pertanyaannya, apakah kalau Abraham Samad tidak buat pdkt ke Anas, apakah ia terpilih sebagai Komisioner KPK. Apakah cukup dengan diam-diam saja (dan berdoa) para calon komisioner bisa dipilih DPR, atau memang harus ada "sesajen" khusus supaya dipilih?

Demikian juga kasus Miranda Goeltom yang harus bagi-bagi uang kepada anggota DPR agar dipilih sebagai Deputy Gubernur Bank Indonesia, yang akhirnya menyeret Miranda dan beberapa anggota DPR (yang saya ingat dari PDIP, Golkar, PPP) menjadi pesakitan KPK.

Siapa 4 calon pimpinan KPK yang akan dipilih DPR

Pansel KPK kali ini jauh lebih kreatif karena langsung mencantumkan bidang pekerjaan dari para calon pimpinan KPK. Sebagai perempuan, saya support  Jend Basaria Panjaitan menjadi Pimpinan KPK bidang penindakan. Dengan sederet prestasi dan rekam jejaknya, perempuan Batak itu layak mendapat kesempatan membuktikan cinta dan karyanya bagi Indonesia lewat KPK.

Di bidang supervisi monitoring, hati saya masih melekat pada Johan Budi. Memang nasib mengantar Johan Budi menjadi pimpinan KPK. Karena kalau cuma dipilih DPR-RI, tanpa ditunjuk presiden, Johan Budi tidak bakal bisa jadi pimpinan KPK. Mengapa? Sederhana saja, DPR RI secara alam bawah sadar (heheh) alergi dengan wartawan atau mantan wartawan. Sudah dari sononya naluri wartawan adalah membela yang benar dan membongkar yang busuk-busuk, sementara di DPR mungkin karena banyak yang berbau busuk jadi beraaaat sekali memberi kesempatan kepada wartawan atau mantan wartawan berkiprah (kecuali memang wartawan kurang idealisme, cuma sekadar wartawan pegawai hmmm)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun