Mohon tunggu...
Mika Widia A.
Mika Widia A. Mohon Tunggu... Guru - Guru dan ibu rumah tangga

Ingin selalu menjadi manfaat untuk orang di sekitarku

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Bukankah Pembeli adalah Raja?

19 April 2023   19:54 Diperbarui: 19 April 2023   20:02 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Tidak terasa puasa tinggal satu hari lagi dan lusa kita semua umat Islam akan merayakan hari raya Idul Fitri. Untuk Ramadhan tahun ini suasana di daerah tempat tinggal saya tidak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Ada banyak penjual dadakan muncul. Yang paling unik adalah fenomena menjelang berbuka puasa. Jalanan pusat kecamatan akan ramai sesak dikunjungi oleh pembeli yang ingin berburu takjil dan hidangan untuk berbuka puasa. 

Saya termasuk salah satu dari ribuan orang yang memadati jalanan itu. Untuk sore ini suami ingin membeli es yang sudah terkenal sejak beberapa tahun terakhir ini, yaitu es akuarium. Disebut demikian karena wadah yang digunakan oleh penjual es ini mirip seperti akuarium. Sejak peminat es ini semakin banyak, penjualnya pun ikut bertambah banyak seiring berjalannya waktu.

Ada bermacam-macam rasa yang disediakan. Yang paling khas dari es akuarium ini adalah es lemon dan es mangga. Namun beberapa penjual es akuarium kadang  menambah varian rasa yang lain agar lebih menarik pembeli. Salah satu es akuarium yang cocok di lidah saya adalah yang terletak di utara kecamatan. Rasanya lebih manis dan lebih segar dibanding dengan tempat lain. Ternyata bukan hanya saya saja yang berpendapat demikian, membuat penjual es di tempat itu makin terkenal dan laris.

Seperti yang sudah saya duga bahwa akan ada banyak pembeli yang mengantri di penjual es itu. Tapi suami sudah terlanjur berhenti dan parkir. Maka saya pun membuat pesanan kepada penjualnya. Untuk hari-hari biasa, hanya ada satu orang penjual di sana. Namun selama bulan Ramadhan, penjualnya pun bertambah menjadi tiga orang yang semuanya saya rasa masih muda. Saya pun segera membuat pesanan berhubung adzan magrib tidak lama lagi segera berkumandang.

Saya meminta dua es buah naga dan satu es mangga kepada si embak yang terlihat sangat santun dari cara pakaiannya. Namun karena saya datang belakangan maka si embak itu membuatkan pesanan untuk pelanggan yang lain terlebih dahulu. Selama menunggu, saya melihat es teler sepertinya akan lebih enak. Kenapa saya tidak memesannya juga. Akhirnya saya memutuskan untuk merubah pesanan saya yang semula dua es buah naga dan satu es mangga menjadi satu es buah naga, satu es mangga, dan satu es teler.

Tibalah akhirnya giliran saya untuk dilayani. Si embak bertanya lagi pesanan saya yang tadi. Wah kebetulan sekali si embaknya tidak menghafal pesanan saya di awal tadi. Itu artinya saya bisa merubah pesanan saya. Lagi pula saya tidak melihat dua es buah naga dan satu es mangga yang disiapkan untuk saya. Di meja gerobak itu juga hanya berisi beberapa gelas plastik yang sudah terisi macam-macam varian es yang belum di segel tutupnya.  Saya merasa akan baik-baik saja jika saya merubah pesanan saya. Toh saya tetap pesan tiga gelas kan. Itu pikiran saya.

Saya pun dengan percaya diri berkata, "Mbak saya ganti pesanan saya jadi es buah naganya satu, es......" namun belum selesai saya berbicara, si embak sudah memotong sambil bersikap sedikit lebay menurut saya. Dia sedikit meloncat sambil mengangkat kedua tangannya ke kepala seperti orang yang terkejut. Yang membuat saya sedikit tersinggung adalah kalimatnya. Dia berkata, "Wah gak bisa ganti-ganti ya bu. Sesuai pesanan awal. Lagi rame begini kok minta ganti-ganti. Pokoknya sesuai pesanan awal."

Gimana si mbaknya. Padahal dia sendiri tidak ingat pesanan awal saya kan? Lagi pula pesanan awal saya juga belum disiapkan. Kenapa tidak bisa ganti coba? Apa susahnya si menuang satu gelas lagi es teler untuk saya? Atau, misal es buah naganya memang sudah ada dua gelas, tinggal dituang lagi saja ke dalam wadahnya dan diganti dengan es teler. 

Kenapa susah sekali untuk memenuhi pesanan pelanggan yang remeh begini? Saya rasa jika saya ganti pesanan saya, es buah naga yang saya tukar dengan es teler itu tetap akan ada yang membeli karena memang pembeli yang antre banyak sekali di depan gerobaknya. Ya atau, jika memang bersikukuh tidak bisa mengganti pesanan saya, minimal,

kalimatnya diperhalus. Misal, "Maaf bu tidak bisa ganti karena sudah dibuatkan." Nah kan lebih enak didengar.

Saya hanya diam mendengar si embak itu berceloteh. Saya tinggalkan uang 15.000 di meja gerobaknya lalu pergi dengan perasaan kecewa. Berusaha berpikir positif saja, mungkin dia capek karena sudah bekerja melayani pelanggan beberapa jam ini. Perasaan menyesal pun mulai menghantui. Seharusnya saya memilih penjual es yang sepi sekalian bisa nglarisi  dagangannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun