Ada sebuah cerita.
Ada seorang wanita yang menikah dengan seorang pria. Mereka hidup sederhana namun bahagia. Meskipun pendapatan suami tak banyak, namun mereka sangat bersyukur. Sang suami sangat menyayangi istrinya. Ia selalu membelikan paha ayam kesukaan istrinya setiap mendaptkan gaji karena tahu sang istri sangat menyukai paha ayam. Baik ayam goreng, ayam opor, ayam bakar, dan lainnya, pastilah sang suami memilihkan paha ayam untuk istri tercintanya. Istrinya itu akan mengabaikan kaki dan kepala ayam karena sangat tidak menyukai bagian itu.
Tahun-tahun pun berganti. Pasangan suami istri itu telah memiliki dua orang putri yang sangat cantik. Ketika masih kecil, si ibu mengenalkan paha ayam kesukaannya kepada anak-anaknya. Alangkah senangnya si ibu karena anak-anaknya menyukai paha ayam dan menjadi makanan favorit setiap makan. Bahkan kedua anaknya menolak diberi bagian ayam yang lain terlebih bagian kaki dan kepala ayam. Dalam hati si ibu bangga, "persis seperti sifatku." Dan semenjak itu, si ibu berhenti makan paha ayam. Sang ibu lebih memilih memakan kaki dan kepala ayam jika ada hidangan ayam dimanapun. Sampai kedua putrinya menjadi hafal kesukaan ibunya yaitu kaki dan kepala ayam. Di setiap kesempatan terdapat hidangan ayam, pasti sang ibu akan mencari kaki dan kepala ayam. Jika tidak ada, maka ia akan mencari bagian ayam yang lain selain paha ayam.
Suatu hari, ketika rejeki datang, sang ayah membelikan satu ayam utuh untuk keluarganya. Tak lama, sang ibu mengubahnya menjadi hidangan ayam goreng yang lezat. Seperti biasa ibu meminta anak-anak dan suaminya mengambil lebih dulu. Setelah si ayah mengambil dada ayam, putri pertama meminta ibunya untuk mengambil berikutnya. Ketika si ibu hendak mengambil ayamnya, anak kedua lebih dulu mengambilkan untuknya. Ia berkata "Ini untuk ibuku sayang. Kaki dan kepala ayam kesukaan ibu." Sang suami berhenti makan sejenak, bertanya-tanya mengapa istrinya tidak meminta paha ayam. Sebelum pertanyaan muncul dari suaminya, istrinya lebih dulu menjelaskan, "Aku baru tahu kalau kaki dan kepala ayam itu lebih gurih."
Meski mendengar hal itu, sang suami tidak terlalu yakin karena yang ia tahu, istrinya adalah penggemar paha ayam.
Tahun demi tahun berganti sangat cepat. Kedua putri suami istri itu telah memiliki keluarga masing-masing. Mereka tak lagi hidup dengan ayah ibunya. Mereka hidup sangat berkecukupan. Suami mereka memiliki usaha yang sedang maju pesat. Kedua putrinya tak pernah melupakan untuk datang menjenguk orang tuanya. Setiap setahun sekali mereka datang berkunjung. Tak pernah mereka datang dengan tangan kosong. Mulai dari barang-barang rumah tangga, pakaian, hingga makanan pasti dibawa sebagai buah tangan untuk orang tuanya. Tak lupa kaki dan kepala ayam selalu dibawakan untuk ibunya.
Suatu hari si ibu jatuh sakit. Kabar ini dibagikan oleh sang ayah kepada putri-putrinya. Mereka pun segera datang untk menemui sang ibu. Segala macam obat-obatan dan makanan bergizi dibawa demi kesehatan sang ibu. Sampai di ruang tamu rumah, si anak pertama dihentikan oleh sang ayah. Ayahnya bertanya barang-barang apa saja yg dibawa untuk ibunya. Si anak pertama menjawab, "aku membawa buah-buahan, madu, dan ayam bakar kesukaan ibu."
Tak lama, anak kedua pun datang. Sama seperti anak pertama yang ditanyai oleh sang ayah, si anak kedua menjawab, "aku membawa roti, minyak zaitun, dan ayam goreng seperti biasanya, ayah."
Mendengar jawaban kedua putrinya, si ayah meminta untuk melihat isi ayam bakar dan ayam goreng yang mereka bawa. Dan dugaan ayahnya pun terjawab, kedua putrinya membawakan ayam bakar dan ayam goreng berbentuk kaki dan kepala ayam. Ayahnya buru-buru memberitahukan hal yang selama ini tidak diketahui putri-purinya.
"Ketahuilah putri-putriku, barang-barang yang kalian bawa tidaklah lebih berharga dari pada kehadiran kalian. Dan perlu kalian ketahui bahwa ibumu yang ayah kenal adalah wanita yang sangat menyukai paha ayam, bukan kaki dan kepala ayam. Apa yang ibumu sukai bisa jadi apa yang ia tak sukai."
Kedua putrinya saling pandang bertanya-tanya. Selama ini mereka melihat ibunya selalu memilih kaki dan kepala ayam untuk dimakan. Ibunya berdalih bahwa bagian yang lain dari ayam itu tidak cukup gurih. Terlebih paha ayam yang terasa hambar menurutnya.
Lalu ditemuinya sang ibu yang sedang berbaring di kasur di dalam kamarnya. Disambutlah dengan wajah bahagia kedua putrinya. Setelah melihat buah tangan yang mereka bawa, si ibu pun berkata, "kalian tak perlu membawa apapun lagi untukku. Kalian hadir di hadapanku sudah cukup menjadi obat termanjur untukku. Apa itu yang kalian bawa?"
Dengan ragu-ragu dan kebingungan, kedua putrinya memperlihatkan ayam bakar dan ayam gorengnya. Si ibu tersenyum, "terimakasih sudah mengingat kesukaan ibu "
Namun, karena tak tahan, anak pertama memeluk ibunya dengan erat sambil berlinang air mata, "ibu, jika paha ayamlah yang menjadi kesukaanmu, mengapa engkau berpura-pura menyukai kaki dan kepala ayam?"
Si anak kedua juga tak kalah terharunya. Sambil memeluk ibunya ia berkata, "Mengapa ibu tak pernah bercerita kepada kami jika ibu menyukai paha ayam. Pastilah kami tak akan mengirimkan kaki dan kepala ayam opor setiap lebaran untuk ibu. Kami pasti akan memberikan paha ayam untukmu, bu."
Si ibu sangat terharu hingga menangis di hadapan kedua putrinya. "Anak-anakku, maafkan ibu. Ibu sudah berbohong kepada kalian selama ini. Ibu bukan bermaksud demikian. Ibu hanya ingin kalian merasakan kelezatan paha ayam. Karena ibu tahu paha ayam sangatlah lezat. Sedangkan kaki dan kepala ayam yang tidak kalian sukai itu akan menjadi bagianku agar kalian mendapatkan bagian paha ayam. Jika aku tak melakukan hal itu, pastilah kalian akan rela memberikan paha ayam untukku. Aku sudah cukup senang ketika melihat kalian makan dengan lahap paha ayam yang lezat. Dan aku sangat bahagia ketika kalian rupanya mengingat kesukaanku."
Ketiganya menangis bersama karena saling menyayangi. Ayahnya menyaksikan kejadian itu sambil menitikkan air mata. Begitu besar cinta kasih seorang ibu. Seorang ibu ingin selalu memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Ia rela berkorban demi kebahagiaan anak-anaknya. Selama ini, si ibu berusaha menyingkirkan hal buruk demi anak-anaknya. Bangganya seorang ibu adalah ketika anak-anaknya masih tetap memperhatikan dan perduli kepadanya meskipun mereka sudah memiliki keluarga sendiri.
Kadang, jika ibu memilih makanan, bisa jadi itu bukan kesukaannya atau justru itu makanan yang ditak disukainya. Karena ibu tahu bagian terbaik akan diberikan untuk anak-anaknya dan bagian yang tidak cukup baik akan menjadi bagiannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H