Mohon tunggu...
ibu fatmawaty
ibu fatmawaty Mohon Tunggu... -

kebersamaan harus diukir diatas permukaan air

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Gantung Saya di Monas... Besok !

24 September 2014   02:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:46 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu kita masih ingat slogan "GANTUNG SAYA DI MONAS JIKA SAYA KORUPSI SATU RUPIAH PUN", slogan yang diucapkan oleh anak muda yang baru melek politik, yang keburu masuk bui karena kebablasan mengejar dunia. Dialah Anas Urbaningrum, mantan ketua umum HMI dan Partai Demokrat. Kasus korupsi dan gratifikasi yang menjeratnya sangat luar biasa, 94 miliar rupiah berhasil di korupsi sebuah nominal yang tentu bukan terbilang kecil.

Sebagai orang yang sadar hukum, Anas seharusnya sadar apa yang dilakukannya. Merugikan negara adalah hal yang melanggar aturan hukum di negeri ini. Anas boleh saja berkelit membuat pembelaan (pledoi) dengan bersilat lidah di depan hakim. Begitu pun loyalisnya yang rata-rata pernah satu organisasi dengan Anas di HMI yang selalu membuat opini sesat di beberapa media. Sangat dimaklumi mengingat JIWA KORSA dikalangan korps Hitam Hijau tersebut. Mereka (baca:loyalis) berusaha membawa kasus Anas ke ranah politik, padahal sudah jelas hukum tak bisa dipolitisasi.

Kasus dugaan korupsi dan pencucian uang proyek Hambalang yang menjerat mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, bukan perkara politik yang dibawa-bawa ke ranah hukum. KPK sudah membuktikan bahwa ada indikasi tindak pidana korupsi yang dilakukan untuk proses politik, yakni pemenangan Anas sebagai ketua umum Partai Demokrat dalam Kongres 2010. Ini bukan perkara politik yang dibawa ke kasus korupsi, tetapi karena ada korupsi yang dilakukan untuk proses politik. Ini yang dibawa JPU (jaksa penuntut umum) KPK ke pengadilan, dibuktikan di pengadilan.

Anas juga menyeret nyeret nama SBY dan anaknya Ibas, yang sampai saat ini tidak terbukti dan tak ada kaitannya dengan kasus Anas. Pernyataan Presiden yang meminta KPK untuk segera memperjelas status hukum Anas tersebut bukan suatu proses politik yang menyeret Anas dalam proses hukum. Soal perkara kan tergantung bukti. Kalau enggak ada bukti, enggak mungkin Anas naik ke persidangan. Fakta persidangan selama ini menunjukkan bahwa Anas terbukti bergabung dalam Grup Anugerah yang merupakan cikal bakal Grup Permai. Jadi mari kita ingatkan Anas tentang janjinya di Monas.

Namun opini apapun untuk membela Anas, kita pun tak boleh mengabaikan fakta-fakta hukum yang sudah dibuat oleh KPK melalui penyidiknya dan jaksa penuntut umumnya. Kita berharap hakim akan sependapat dengan tuntutan JPU bahwa Anas telah terbukti bersalah melakukan korupsi dan pencucian uang sebagaimana dakwaan tersebut dia atas serta karena itu menjatuhkan hukuman yang paling maksimal sesuai kesalahannya.

Anas harus berjiwa ksatria jika terbukti bersalah. Ada proses hukum untuk menolak hasil majelis hakim yakni banding. Publik sebenarnya boring dengan drama dan rekayasa Anas dan loyalisnya dalam melakukan manuver politik. Ini menandakan loyalis Anas tidak menghargai hasil persidangan yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun