Mohon tunggu...
Ibu Young
Ibu Young Mohon Tunggu... -

Seorang ibu yang tertarik dengan sesuatu yang baru, belajar dan berkembang. Senang kalau punya banyak teman.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Anak Buah Preman Lebih Jahat dari Boss-nya

28 Agustus 2012   05:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:14 760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepintas saya teringat kejadian 8 tahun yang lalu di Jogyakarta. Siang menjelang sore persis didepan warung makan yang saya singgahi ada keroyokan antar preman beserta ganknya dengan seorang pemuda.

Awal ceritanya begini. Kumpulan orang tersebut sedang asyik bermain kartu dan terlihat salah satu bapak membuang puntung rokok begitu saja. Padahal ada thong sampah besar sekali persis disebelah dimana bapak tersebut menongkrong.

Tiba-tiba datang seorang pemuda berseragam kuning dan memungut puntung rokok tersebut kemudian memasukkannya ke thong sampah. Si bapak dengan garangnya berteriak memarahi dan memaki pemuda tersebut. Kemudian dia memanggil seseorang dengan sebutan “boss” dengan begitu tergesa-gesa.

Saya mendengar suara bapak tadi bicara dengan bossnya dengan nada sangat serius.Tak lama kemudian si boss tadi memukuli pemuda tersebut dengan tidak ada rasa kasihan sedikitpun. Pemuda itu merintih kesakitan karena babak belur dihajar si boss tadi yang ternyata pemimpin gerombolan preman itu.

Kebetulan tak jauh dari lokasi itu ada beberapa polisi yang menjaga pos keamanan. Polisi langsung mendatangi mereka dan bertanya kepada si boss tadi kenapa dia memukuli pemuda berbaju kuning tersebut. Dengan enteng si boss preman menjawab : “Pemuda ini meremehkan saya Pak.”

Meremehkan bagaimana maksudnya?, tanya polisi lagi.

Wah ya kurang tau, saya hanya dibilangin anak buah saya katanya pemuda ini meremehkan saya dan menantang saya,   si boss menjawab.

Kemudian polisi ini bertanya ke anak buah si boss tadi, “Kenapa kamu bisa bilang pemuda ini meremehkan bossmu?”

"Begini pak, pemuda ini kayaknya menghina saya dengan mengambil puntung rokok yg saya buang,"  jelas si anak buah.

Kemudian polisi menanyai pemuda tersebut, Apa benar kamu melakukan itu?

Benar Pak, saya mengambil puntung rokok itu kemudian memasukkannya ke thong sampah. Saya ini bekerja di dinas kebersihan Pak, jadi sudah menjadi pekerjaan saya memungut semua sampah dan memasukkannya ke thong sampah biar lingkungan kelihatan bersih dan rapi,” jawab si pemuda sambil tetap merintih kesakitan.

Kemudian secara ramai orang-orang yang berkumpul disitu menyoraki si anak buah preman ini sambil berkata, “Mas lain kali jadi orang jangan ke-GR-an akibatnya jadi malu sendiri.”

Dari melihat kejadian tersebut saya jadi berpikir, betapa mudahnya pengaruh suara seseorang untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk berbuat sesuatu yang belum tentu benar. Akibatnya sampai merugikan seseorang yang hanya melakukan pekerjaannya. Seharusnya mereka jadi malu, karena pemuda tersebut sebenarnya mengingatkan kita untuk ikut menjaga kebersihan.

Anak buah preman ini ternyata lebih jahat dari Si bossnya karena si boss tidak akan bertindak sekasar itu kalau tidak dipengaruhi anak buahnya yang boleh dikata kurang bisa berpikir jernih dalam menghadapi situasi. Yang dia rasakan hanya takut kalau orang lain berada diatasnya dan mengambil kekuasaannya.

Yang lebih lucunya lagi sebelum mereka membubarkan diri, Pak polisi berusaha menasehati si boss preman : “Mas lain kali jadi seorang pemimpin itu yang pintar dan diteliti dulu, tidak asal main hantam!”

Kemudian dari belakang ada seorang tukang becak menyelethuk sambil meninggalkan keramaian : “Pak polisi ini bagaimana tho, kalau harus berpikir dulu sebelum bertindak itu bukan preman kampung namanya Pak, tapi polisi kayak bapak.”

Wah ada – ada saja pak becak ini, ternyata seorang tukang becak lebih pintar cara berpikirnya dibanding mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun