[caption id="attachment_220543" align="aligncenter" width="600" caption="Sidney"][/caption]
Entah sejak kapan aku melihatnya, pertemuan itu membuatku terpesona. Entah lah, Apakah ini di namakan cinta pada pandangan pertama. Saat itu musim dingin di Sidney, aku kembali dari perpustakaan, tak sengaja terhentak ketika melihat gadis secantik dia, walaupun tidak terlalu tinggi, namun dengan balutan jilbab di kepalanya, dia terlihat anggun, kacamata yang di kenakannya terlihat serasi di wajahnya, apalagi ditambah dengan garis senyuman menghias bbirnya yang hanya beberapa wanita yang beruntung bisa memilikinya.
Sejak pertemuan itu aku selalu terbayang akan sosok bidadari yang sejak tahun 2008 aku melanjutkan S2 di Ausie aku bertekat untuk tidak mempunyai rasa cinta lagi. Yah itulah Aku, Bima Alvin Hanafia, anak bungsu dari keluarga pengusaha otomotif Autonaqi.
Sangat rancu memang nama aku ini, entah sejak kapan orang tua ku memberi nama itu, ketika SD di Makassar orang-orang sering bingung dengan namaku ini, kok ada orang pribumi bernama sok ke bule-bulean. Yah tapi itulah aku, Bima adalah nama pemberian kakek yang di ambil dari salah satu nama legenda pewayangan Jawa, terkadang aku merasa aneh, kok bisa Jawa padahal Kakek aku adalah murni keturunan bangsawan Bugis.
Alvin adalah akronim nama orang tuaku Alif dan Vinanta. Hanafia yang diambil dari nama salah satu Imam fikih islam yang di harapkan menjadi contoh teladan bagiku, tapi setelah beranjak dewasa ayahku memberi tahu nama hanafiah diambil dari salah satu novel kesukaan mama “Titanium”.
Ketika aku tahu, aku pun merengut dan berusaha mencari tahu novel itu, dan sejak itu kesukaan membacaku tumbuh seiring bertambahnya usiaku.
—-o0o—-
Ditahun 2008 aku pun melanjutkan studi di Ausie dengan jurusan teknik informatika di bagian perpustakaan, hingga hari ini dimana aku bertemu dengan sosok anggun di lorong perpustakaan.
Sejak hari itu aku berusaha mengikuti dirinya, kemana pun aku pergi, walaupun aku tahu kedua orang tuaku tidak merestui hubungan aku dengan dirinya. Tapi karena memang sifat ke-Makassaran aku pun berusaha keras menentang perkataan orang tuaku itu.
Aku bukanlah orang sikopat, menurut teman-temanku aku mudah bergaul tapi entah kenapa aku merasa canggung jika hendak berkenalan dengan dirinya. Aku hanya bisa menatap dirinya di balik ke jauhan. Aku takut, darahku mengalir kaku, tapi aku tidak bisa memungkiri aku rindu dan telah Jatuh Hati kepadanya.
Seiring berjalanya waktu, aku pun sudah tidak bisa menahan rasa kerinduanku ini, dan aku tidak bisa berbohong dengan perasaanku ini. Aku adalah anak bungsu dan setiap tingkah laku, perasaan aku selalu curahkan kepada orang tuaku.