Meski sosialiasi iB sudah cukup intensif dua tahun belakangan, masyarakat tampak masih belum ”aware” apa itu iB. Setidaknya ini terlihat dari gelaran lenong iB di Jakarta Fair 2009.
Joged lucu Yadi Sembako mengundang pengunjung Jakarta Fair berhenti di depan stan Bank Indonesia (BI), Sabtu 13 Juni 2009 sore hari. Yang tadinya hanya 5-7 pengunjung berhenti bertambah menjadi sekitar 20 orang. Komedian bergaya betawi yang melejit lewat reality show Supermama Superseleb di TPI ini tampil bersama ibunya, Mama Suhanna, yang juga ngocol dan lucu layaknya tampil di reality show.
“Ih itu kan si itu, Yadi Sembako!”, ujar seorang perempuan muda kepada ibunya ketika lewat di depan stan BI. Sang perempuan pun berhenti dan larut dalam tawa melihat lawakan Yadi. Tak disangka, tawanya mengundang Yadi menyodorkan microphone kepadanya. ”Ayo, iB itu singkatan dari apa?”.
Pelawak satu ini membuat kaget pengunjung yang berhenti, tiba-tiba ia bertanya kepada siapa saja dengan iming-iming, yang jawabannya benar akan mendapatkan hadiah dari iB. Sayang dari sekitar empat pengunjung yang ditanya, jawabannya salah semua. Mereka menjawab, ”International Bank”, ”Informasi Bank”, ”Indonesian Bank” yang langsung disambut Yadi, ”Yah itu mah BI, salah”. Ada juga yang menjawab ”Bank Syariah”. ”Bank Syariah, itu mah BS dong”, jawab Yadi. Tak ada yang bisa menjawab? Sekitar tiga menit berlalu sejak pertanyaan dilontarkan.
Seorang Bapak bertopi coklat yang sudah salah menjawab, saya bisiki, ”Islamic Banking Pak, jawab lagi, lumayan hadiahnya”. Sang Bapak pun maju menghampiri Yadi, ”Islamic Banking”, jawabnya. Tas iB pun berhasil dibawa pulang.
Apa itu iB?
Logo iB terpampang di sebuah standing banner. Di bawahnya tertulis ”Perbankan Syariah”. Mungkin ini yang menyebabkan ada yang menjawab ”Bank Syariah” tadi. Di stand BI sendiri, di mana-mana ada logo BI (Bank Indonesia). Meski terbalik dengan iB, tampaknya pengunjung masih mengira itu sama saja.
Tak ada informasi mengenai iB disampaikan sebelum Yadi mulai bertanya. Setelah itu, Cecep Maskanul Hakim, peneliti Senior di Direktorat Perbankan Syariah (DpBS) BI memaparkan apa itu iB atau perbankan syariah. Bahasanya ringan, bercampur juga dengan beberapa gurauan kepada Yadi yang mengundang tawa pengunjung.
Sesi talkshow tampaknya kurang menarik hati pengunjung. Hampir seluruh pengunjung pergi. Saya menghitung yang tersisa di bawah 10 orang saja. Itu pun tampaknya rekan atau kolega para pengisi acara, dan pihak event organizer (EO).
Tak lebih dari lima menit Cecep berbicara. Yadi segera membuka kuis lagi. Iming-iming hadiah diumumkan, pengunjung pun berhenti, membentuk setengah lingkaran di depan panggung. Beberapa berani berdiri agak ke depan, selebihnya malu-malu, mungkin takut ditarik Yadi ke area panggung.
Pertanyaan berikutnya, masih tentang apa itu iB. Lagi-lagi tak ada yang bisa menjawab. Tampaknya kali ini penontonnya bukan orang-orang yang sama dengan sebelumnya, ketika kuis pertama. Kali ini saya tidak mau membisiki orang jawabannya.
Talkshow dan kuis digelar bergantian. Saya menghitung ada tiga segmen talkshow dan empat segmen kuis atau permainan.
Dalam salah satu segmen kuis, Yadi mengundang empat ibu-ibu ke area panggung untuk kontes berteriak: ”iB, Islamic Banking”.”iB Islamic Bankiiiiiiiiiing”, begitu teriakannya, yang terpanjang menurut hitungan jari Yadi dan tepuk tangan penoton terbanyak menjadi pemenang. Seorang Ibu keturunan Tionghoa menang dan mendapat payung dan tas iB. Yang lainnya hanya mendapat tas iB.
Ketika kontes diadakan, ada suara perempuan di belakang saya, ”Teriak apa sih?”. ”Nggak tahu, nggak jelas”, jawab suara laki-laki. Saya menoleh, ternyata sepasang pacar atau suami istri, tidak jelas juga. Sayang, pasangan ini tidak mencoba memuaskan rasa ingin tahunya dengan menyaksikan acara lebih lama. Tak lama mereka pergi.
Ada juga pertanyaan kuis, ”Apa keuntungan menabung di Bank Syariah?”, ”Maukah Anda menabung di Bank Syariah?” atau pertanyaan yang lebih sulit seperti sejak kapan payung industri perbankan syariah Indonesia resmi disatukan dalam istilah Islamic Banking?” . Jika penonton telaten memperhatikan penuturan Cecep, semua jawabannya ada. Yadi hanya mengetes daya tangkap penonton saja. Sayangnya, penonton yang hadir datang dan pergi, sulit mengharapkan mereka benar-benar memperhatikan.
Sosialisasi Sudah Intensif Tapi Kok Masih Pada Belum Paham?
”Pengunjung di sini merentang dari strata economy social (SES) A sampai E, semua lapiasan masyarakat ada di sini, kami pandang ini sebagai outlet sosialis yang efektif.”, ujar Janu Dewandaru, Anggota Tim Pengembangan iB DPBS BI kepada saya. Sambil menikmati kue-kue, seusai lenong, Janu menerangkan kepada saya mengapa DpBS BI menggelar Lenong iB ini.
Jika tahun lalu sosialisasi di Jakarta Fair bertema kebijakan dan apa itu iB secara keseluruhan, tahun ini DpBS BI fokus sosialiasi produk perbankan syariah. Kemasannya dalam lenong adalah sebuah pendekatan kultural, berbarengan dengan ulang tahun Jakarta.
Karakteristik pengunjung yang lalu lalang juga berpengaruh. Kemasan lenong dipadu format light talkshow dengan bahasa narasumber yang seringan mungkin untuk menjelaskan tentang iB.
Sayang, Janu mengakui meski sosialiasi iB sudah cukup intensif dua tahun belakangan, masyarakat tampak masih belum ”aware” apa itu iB. Setidaknya ini terlihat dari gelaran lenong ini. ”Ternyata sosialisasi tentang iB itu belum dipahami lebih luas, padahal dua tahun ini kami sosialisasi intensif. Kami perlu lebih aktif, tapi ujung-ujungnya keterbatasan anggaran. Kita tahu pasang iklan di TV itu mahal sekali. Yang paling banyak kami pakai radio saat ini”, terang Janu.
Janu juga mengakui, adalah improvisasi Yadi Sembako untuk menggelar kuis tiap selesai penuturan narasumber. ”Melibatkan pengunjung itu di luar skenario. Tampaknya Yadi melihat perkembangan pemahaman pengunjung. Levelnya ternyata masih di apa itu iB. Lalu ia tambah sedikit tentang benefit menabung di bank syariah. Tidak bisa lebih jauh dari itu, kalau masyarakat sudah lebih paham kita kan bisa masuk ke yang lebih advance, seperti akad-akad (dalam perbankan syariah—red)”, jelas Janu lagi.
Industri perbankan syariah Indonesia secara resmi diberi payung Islamic Banking (iB) pada 3 Juli 2007. Berbagai strategi sosialisasi sudah dilakukan bersama beberapa konsultan dan mitra, sebut saja salah satunya adalah Mark Plus & Co. Mengomunikasikan keragaman skema produk adalah salah satu unsur diferensiasi iB di hadapan perbankan konvensional.
Merujuk ke “Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah: Branding, Communication, Product, Service Concept” dari BI yang dijadikan acuan strategp marketing communication iB, Fase I (2008) yang ditargetkan adalah: ”Pemahaman masyarakat tentang perbankan syariah sebagai beyond banking”.
Fase II (2009), yang ditargetkan adalah: Menjadikan Perbankan Syariah Indonesia sebagai Perbankan Syariah yang paling attractive di ASEAN”.
Dalam ilmu pemasaran dikenal yang namanya brand awareness, bagaimana sebuah brand dikenal dan diketahui maknanya oleh masyarakat. Misal, jika disebut ”Honda”, orang akan langsung tahu bahwa itu adalah merek mobil, sepeda motor, jet ski, atau mesin speedboat. Jika diarahkan ke sepeda motor Honda, brand ini akan berasosiasi (brand association) kepada sepeda motor yang irit konsumsi bahan bakarnya. Ini pula yang kemudian masih menjadi pembeda dan nilai lebih sepeda motor merek ini dengan merek lain. Nah, bagaimana dengan iB? IA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H