Mohon tunggu...
Ibrahim Rantau
Ibrahim Rantau Mohon Tunggu... -

Bertukar ide dan gagasan dengan tulisan adalah hobi yang paling mengasyikkan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Muhammad Yunus dan Semangat Orang Kaya Filantropis

1 November 2010   14:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:55 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Suatu hari dipertengahan Oktober 2005, disalah satu sudut kota Paris, Muhammad Yunus terlibat dalam sebuah perbincangan inspiratif dengan Frank Riboud, ketua dan CEO Groupe Danone,sebuah korporasi besar Prancis (yang produknya seringkali kita kenal dalam merek-merek Dannon). Muhammad Yunus adalah seorang ekonom dari Chitagong University, Bangladesh, yang meraih penghargaan nobel perdamaian beberapa tahun yang lalu. Kehadiran Yunus di Paris adalah dalam rangka memberikan kuliah umum di École des Hautes Études Commerciales (HEC), sebuah sekolah bisnis terkemuka di Prancis. Mencium keberadaan Yunus di Paris,Frank Riboud kemudian menggunakan kesempatan emas ini untuk mengundang Yunus dalam sebuah jamuan makan malam di sebuah restoran terkemuka di kota itu. [caption id="attachment_311029" align="alignright" width="315" caption="M. Yunus/Admin (nobelprize.org)"][/caption] Riboud tampaknya sangat tertarik dengan sepak terjang Yunus. Bersama Gramen bank -sebuah institusi yang didirikan Yunus untuk ikut serta mengentaskan kemiskinan global- Yunus mampu membuat sebuah fenomena unik dalam dunia perbankan. Yunus mengenalkan sebuah praktek perbankan dalam bentuk permodalan dengan sebuah semangat "bisnis filantropis". ya, "bisnis sosial". Sebuah istilah yang membuat pelaku keuangan perbankan dan banyak entrepreneur kaya dunia mengernyitkan dahi, termasuk frank Riboud. Dalam perbincangan ini Yunus mengisahkan, dengan tanpa bermaksud melakukan presentasi dihadapan seorang milyuner kelas dunia, tentang upaya gramen bank dalam mengentaskan kemiskinan di Bangladesh melalui program yang bernama micro finance, yakni memberi pinjaman tanpa agunan kepada orang-orang miskin. Seringkali pinjaman hanya berjumlah 40 hingga 50 USD. Bahkan Yunus juga mengisahkan bahwa Gramen Bank dia rintis hanya dengan modal 27 USD yang dia pinjamkan kepada 40 kepala keluarga miskin sekaligus. Keterlibatan Yunus sebagai seorang profesor disebuah kampus untuk urusan yang sebenarnya menjadi wilayah bankir ini banyak disebabkan oleh karena sulitnya orang miskin untuk mengakses pinjaman modal perbankan. Dalam konteks ini, saya rasa prototipe bank di Bangladesh tak jauh berbeda dengan karakter lembaga keuangan di Indonesia. Yunus berkali-kali harus terlibat perdebatan sengit dengan pihak bankir hanya untuk sekadar memberikan pengertian tentang pentingnya menyalurkan pinjaman untuk orang miskin. Namun paradigma perbankan memang profit minded. Tanpa agunan, tanpa jaminan pembayaran, tanpa catatan kelayakan prudensial yang meyakinkan, maka mustahil bagi orang miskin untuk mendapatkan modal dari bank. Namun paradigma ini tidak berlaku bagi Yunus. Yunus ‘berteori’ bahwa, berbeda dengan kebanyakan pemikiran orang, orang-orang miskin justru adalah entrepreneur ekonomi sejati. Karena, apabila diberi modal, persoalannya bagi mereka adalah survival alias bagaimana bertahan hidup, karena itu mereka akan bersungguh-sungguh berusaha. Dan itu dibuktikan oleh Grameen Bank, tingkat kegagalan pembayaran kembali pinjaman oleh nasabahnya amat kecil. Seringkali bankir juga under estimate terhadap proyek kredit mikro dengan semangat bisnis sosial ala Muhammad Yunus ini, bahwa proyek seperti ini akan segera bangkrut, bahkan sebelum sempat dimulai. Namun Yunus membuktikan sebaliknya. Gramen kini telah memiliki 42.000 cabang dengan melibatkan ratusan ribu pegawai. Yunus menempatkan gramen bukan dalam posisi perbankan pada umumnya, namun gramen ditempatkan sebagai pengasuh yang terlibat langsung dengan bisnis nasabahnya. hal inilah yang pertama kali dilakukan yunus bersama puluhan mahasiswanya ketika merintis gramen bank Lalu bagaimana gramen yang beroperasi diluar prinsip profit perbankan ini mampu bertahan. Bagaimanakah gramen memperoleh likuiditas untuk menjalankan program-program pengentasan kemiskinan, tanpa melibatkan pihak perbankan dan tanpa memeras keringat orang miskin? Persis disinilah letak signifikansi perbincangan Yunus dengan Frank Riboud. Riboud adalah seorang milyuner dengan insting bisnis filantropis (kedermawanan) yang tinggi. Bagi Riboud, fenomena Muhammad Yunus dan gramen bank adalah sebuah peluang. Peluang untuk bisnis, sekaligus peluang untuk berderma. Saya tidak tau persis keabsahan mencampurkan urusan bisnis dan sedekah dalam agama. Namun yang jelas perbincangan Yunus dan Riboud ini kelak akan memiliki manfaat yang sangat konkret bagi upaya pengentasan kemiskinan di Bangladesh. Ketika pemaparan Yunus tentang program Gramen selesai, Frank Riboud langsung menyatakan ketertarikannya untuk terlibat. Riboud akan menginvestasikan dana dan produk Dannone untuk pengentasan kemiskinan dan perbaikan gizi rakyat Bangladesh. Pada mulanya Yunus ragu akan itikad baik bos Dannone ini untuk bekerjasama. Yunus kemudian melanjutkan bahwa bisnis gramen adalah bisnis sosial. Investasi hanya akan kembali sesuai dengan jumlah modal. Sedangkan labanya akan digunakan untuk kepentingan sosial, seperti membangun sarana pendidikan, rumah sakit, program-program pengentasan kemiskinan lainnya. Mendengar ini Riboud semakin yakin bahwa dia harus terlibat. Bahkan kalau perlu, Gramen tak perlu mengembalikan modal!!! Dalam sebuah tulisan panjang di majalah New Yorker yang diulas secara menarik oleh philips vermonte, salah seorang peneliti CSIS, dalam salah satu blog pribadinya, Yunus juga pernah pernah terlibat dalam sebuah perkumpulan dengan beberapa orang kaya filantropis di California. Perdebatan terjadi antara Yunus dengan Pierre Omidyar, seorang pencipta mekanisme transaksi di internet yang terkenal dengan produk e-Buy. Majalah the New Yorker menominasikan Omidyar sebagai orang berumur 32 tahun terkaya didunia. Terdapat pula dalam perkumpulan ini Sergey Brin dan Larry page- duo pendiri Google. Bagi Omidyar, gagasan Yunus tentang micro finance sebagai bisnis sosial terlalu dilandaskan kepada kebaikan budi.Omidyar berpendapat bahwa orang miskin juga harus diperlakukan sebagai client bisnis secara an sich. Semakin komersial berhadapan dengan orang miskin, akan semakin sustainable dan justru lebih bermanfaat bagi orang-orang miskin dan ekonomi secara keseluruhan. Intinya Omidyar tidak setuju dengan gagasan Yunus yang terlalu memanjakan orang miskin Namun Omidyar mengimbangi orientasi profit dalam bisnisnya dengan berbagai gerakan kedermawanan juga. Salah satunya adalah dengan menyumbang uang sebesar 100 juta dolar kepada almamaternya, Tufts University di Boston. Peranan Omidyar dalam setiap aktifitas sosial seperti ini merupakan salah satu bentuk semangat filantropis ala kelompok bisnis kaum konservatif di Amerika. Inilah semangat bisnis filantropis yang banyak dimiliki milyuner-milyuner di Eropa dan Amerika. Secara tidak langsung Riboud barangkali akan memperoleh keuntungan pribadi dari naiknya popularitas Dannone di Bangladesh pada khususnya dan Asia Barat pada umumnya. Demikian pula dengan Omidyar dengan E-Buy nya. Tapi semangat kedermawanan yang mereka miliki telah memberikan sumbangan nyata, bahwa orang-orang dengan level paling miskin pun layak untuk mendapatkan kesempatan berusaha. Saya jadi teringat Bill gates, bos Microsoft dan mantan orang terkaya di dunia ini menyumbangkan 90 % hartanya dalam bentuk dana abadi di Bill and Melinda Gates foundation sebesar US$ 38,7 atau setara dengan 360 triliun untuk kepentingan sosial Saya kemudian membayangkan, kemana para konglomerat di Indonesia melarikan hartanya. Kesenjangan ekonomi dan sosial yang begitu lebar dinegeri kita memberikan sebuah potret suram, bahwa orang kaya ternyata masih miskin semangat untuk berderma.dan kita tidak memiliki sosok sekaliber Muhammad Yunus untuk memikirkan itu semua. Bandung 1 November 2010 Ibrahim Rantau

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun