Mohon tunggu...
Abdul Karim Abraham
Abdul Karim Abraham Mohon Tunggu... wiraswasta -

Anak Muda Bali yang BEBAS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Yang Ditekankan Kiai Fawaid

15 September 2014   23:20 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:36 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1410772592799074559

[caption id="attachment_359384" align="aligncenter" width="259" caption="kaconk-pa2nk.blogspot.com"][/caption]

Beberapa tahun dari sisa masa hidupnya, nama Kiai Achmad Fawaid As’ad tidak bisa dilepaskan dari ketokohannya membela Partai Persatuan Pembangunan. Bahkan dengan segala macam resiko, Beliau masuk langsung dalam gelanggang perpolitikan yang hingga hari ini dianggap ranah yang kotor. Kritikan,cemoohan sekligus hinaan yang dialamatkan pada dirinya tidak membuat pendiriannya berubah sedikitpun. Baginya, politik adalah alat bukan tujuan. Melalui berpartai, diharapkan terjadi perubahan persepsi di masyarakat bahwa politik bukanlah sesuatu yang haram untuk dijamah. Melainkan sesuatu yang harus “direbut” untuk kemaslahatan umat.

Kiai Fawaid tergolong Kiai muda yang memiliki kharisma kewibaan yang begitu besar. Sepak terjangnya dapat mengubah wajah perpolitikan di Jawa Timur, terutama didaerah tapal kuda. Pengaruh yang demikian besar  ini tidak bisa dilepaskan dari Kiai As’ad, Pendiri NU sekaligus sang ayah yang juga mengkader Kiai Fawaid sejak kecil. Namun, belum sempat Kiai Fawaid menyaksikan hasil kerja kerasnya dalam mengasuh Pondok Pesantren Sukorejo Situbondo  dan dalam memperjuangkan Partai, dengan begitu mendadak, Beliau dipanggil ke Rahmatullah dalam usia 44 Tahun.

Wafatnya Kiai Fawaid yang masih muda tersebut, tidak membuat banyak orang tertarik untuk memperhatikan kisah perjalanan Beliau. Ada yang beranggapan Beliau belum lagi sempat menjadi Tokoh sentral NU sebagaimana Kiai As’ad dulu yang orang ingin tahu biografinya. Namun bagi kalangan santri dan alumni yang tersebar di Nusantara, kisah Kiai Fawaid adalah hal yang sangat menarik untuk disimak. Terutama apa saja yang dilakukan Kiai Fawaid menjelang wafatnya.

Sehingga saya, sebagai alumni Pondok yang diasuhnya sekaligus mengagumi sosok Kiai Fawaid, ingin berbagi apa-apa saja ceramah Beliau yang selalu (berulang-ulang) disampaikannya selama masih aktif memberi wejangan. Setelah membuka catatan pribadi selama di Pondok dulu (tahun 2000-2006) dan mendengarkan beberapa rekaman ceramah Beliau, setidaknya Kiai Fawaid selalu menekankan :

Pertama, dalam setiap kesempatan baik pertemuan santri maupun alumni, Kiai Fawaid seringkali berpesan untuk menjalankan wasiat Kiai As’ad. Hal ini Untuk membedakan keluaran Pondok Sukorejo dengan Pondok lain adalah dengan menjalankan wasiat tersebut tatkala sudah terjun ke masyarakat. Pesan yang keras dan selalu diulang-ulang adalah untuk membesarkan NU. Sebagaiamana Kiai As’ad, Kiai Fawaid dengan tegas tidak akan memberi maaf bagi alumninya yang keluar dari NU. Kiai Fawaid pun sering mengutip pernyataan – pernyataan sang Ayah sebagai justifikasi dari kebijakan yang akan diambilnya.

Kedua, Kiai Fawaid selalu mengingatkan bagi siapa saja yang sudah belajar di Pondok untu tidak bersikap sombong saat sudah sampai di kampung halaman. Kemudian diwajibkan untuk menghormati guru yang telah ngajari ngaji (alif-alifan). Terkadang, Kiai Fawaid menjelaskan, setelah pulang mondok merasa paling pintar dan merendahkan guru ngajai yang dulu mengajarinya. Sikap hormat pada guru sangat ditekankan baik oleh Kiai Fawaid sendiri, maupun para pengajar yang ada di lingkungan Pondok Sukorejo.

Ketiga, sebagai kepanjangan tangan Pondok, organisasi alumni sukorejo (IKSASS) harus satu komando dengan kebijakan atau instruksi dari Pengasuh. Untuk menyamakan persepsi, Kiai Fawaid dalam kunjungannya ke daerah daerah, Beliau selalu menyempatkan diri untuk melakukan dialog dengan alumni setempat. Di Pondok sendiri ada pertemuan tahunan menjelang Haul Pendiri. Disanalah Kiai Fawaid mengingatkan jika IKSASS adalah sayap pondok yang harus berperan aktif dalam memberdayakan umat dan membesarkan almamater Pondok Sukorejo, bukan sebaliknya.

Belakangan memang terjadi gejolak di internal alumni saat Kiai Fawaid All Out terjun ke partai. Bahkan terjadi kedisharmonisan antara Kiai Fawaid dan alumninya. Mereka yang kecewa beranggapan Kiai harus fokus di lokus keagamaan saja, kegiatan partai jangan disentuh oleh tokoh agama sekaliber Kiai Fawaid. Namun yang mendukung Beliau juga mempunyai alasan. Selain alasan sikap ketawadduan pada seorang guru, kelompok ini beranggapan kegiatan politik yang kotor harus disterilkan oleh tokoh-tokoh yang mempunyai idealisme teguh seperti Kiai Fawaid. Lagi pula jika harus kembali pada sejarah masa-masa awal berkembangnya Islam di Jawa,  para Sunan harus masuk pada lingkaran kekuasan (Politik) guna memudahkan Syiar Islam.

Keempat, dalam menanggapi kisruh politik yang melibatkan dua Tokoh utama di Situbondo antara Kiai Fawaid dan Kiai Kholil, Beliau berpesan kepada alumni dan pengikutnya untuk jangan mengadu domba keluarga besar keturunan Kiai As’ad. Kiai Fawaid seringkali mengungkapkan bahwa dirinya secara pribadi tidak memiliki masalah apa-apa dengan Kiai Kholil, begitupun sebaliknya (ini terbukti saat Kiai Fawaid Wafat, Kiai Kholil datang paling awal diantara Tokoh lainnya).

Kelima, jauh-jauh hari sebelum kontroversi Pilkada Langsung dan atau Pemilihan kembali dipilih oleh DPRD, Kiai Fawai dalam salah satu rekaman ceramahnya menjelang Pilgub Jatim tahun 2008, ternyata sudah menyatakan bahwa Beliau tidak setuju dengan Pilkada Langsung. Sebab, dalam rekaman tersebut beliau mengungkapakan bahwa pilkada langsung menyebabkan rusaknya moralitas rakyat. Pilkada langsung bukannya mendidik rakyat, justru malah merusak akhlak dengan sebaran uang dari calon. Bahkan kiai Fawaid dengan keras mengutuk Tokoh Agama yang pendiriannya mencla-mencle karena besaran uang yang diterimanya. Pendapat ini sejalan dengan ketua umum PBNU saat itu KH. Hasyim Muzadi yang juga ingin mengembalikan kepala daerah dipilih kembali oleh DPRD.

Terlepas dari benar dan salah, yang pasti Kiai Fawaid sudah mengabdikan separuh dari hidupnya untuk Pondok Pesantren dan umatnya (umur 22 tahun menjadi pengasuh).Sebagai santri dan pengagumnya, keteladan yang paling tampak dari sosoknya adalah Teguh Pendirian dan Konsistensinya. Semoga Beliau mendapatkan tempat terindah disisi Allah SWT.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun