Mohon tunggu...
Ibnu umar fahdri
Ibnu umar fahdri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa IAIN syekh Nurjati Cirebon

Saya Ibnu Umar Fahdri salah satu Mahasiswa dari IAIN Syekh Nurjati Cirebon dari jurusan Tadris ilmu pengetahuan sosial

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menilai Wacana Libur Sebulan Saat Ramadhan Dari Sisi Yang Berbeda

7 Januari 2025   17:26 Diperbarui: 7 Januari 2025   17:26 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Temen-temen dengar belum ada wacana yang beredar bahwa pemerintah akan memberlakukan libur sekolah selama sebulan penuh pada bulan Ramadan, hal ini tentu aja mencuri perhatian publik. Konsep libur panjang ini mengingatkan kita pada kebijakan yang diterapkan pada era Presiden Gus Dur, khususnya di kalangan madrasah dan pondok pesantren. Kini, ide ini kembali diuji untuk diterapkan di sekolah umum. Namun, kalo emang iya kebijakan ini kira-kira bakal ngebikin dampak apa aja sih? Ayo deh kita coba buat lihat dari beberapa sudut pandang yah.

Saya sendiri setuju sih kalo libur sepanjang Ramadan memang memiliki potensi besar supaya peserta didik bisa mendalami makna spiritualitas dan meningkatkan kualitas ibadah para siswa. Wakil Ketua Umum MUI, Buya Anwar Abbas, mengingatkan bahwa pendidikan bukan hanya tanggung jawab sekolah, melainkan juga keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, beliau menyarankan agar anak-anak tetap aktif melalui kegiatan positif yang dapat mengasah keterampilan hidup seperti memasak atau berdagang, yang juga sangat relevan dengan semangat Ramadan.

Selain itu, kegiatan berbasis masyarakat, seperti yang tercantum dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dalam Kurikulum Merdeka, juga dapat menjadi peluang yang baik. Melalui proyek ini, siswa bisa belajar kewirausahaan, nilai toleransi, dan kepedulian sosial. Contohnya, anak-anak bisa membuat dan menjual makanan khas Ramadan atau terlibat dalam kegiatan berbasis budaya dan agama, seperti mengunjungi tempat ibadah atau membantu di masjid. Jadi yang aku lihat sih intinya dari MUI itu nyaranin sekolah "libur" itu bukan hanya yang libur dan ga ada kontrol tapi lebih pengen memindahkan tempat belajar peserta didik dari lebih banyak di sekolah menjadi lebih banyak di keluarga dan masyarakat kalo sepahaman aku begitu yah.

Nah tapi, kebijakan libur panjang ini juga tentu ada tantangannya. Misalnya banyak orang tua yang khawatir, khususnya mereka yang bekerja, tentang bagaimana mendampingi anak-anak selama liburan. Kalo ngga ada kegiatan yang jelas, anak-anak bisa lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain game atau aktivitas yang tidak produktif lainnya, sehingga libur sebulan yang tujuan awalnya supaya anak lebih bisa banyak belajar di masyarakat dan keluarga malah terganggu.

Lebih lanjut, bagi banyak guru, terutama di sekolah swasta dan madrasah, ada kekhawatiran terkait potensi pemotongan gaji yang mungkin terjadi. Guru-guru di sekolah swasta itu mendapatkan gaji dari pembayaran SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan), nah masalahnya ketika libur sebulan ini diterapkan banyak orang tua yang akan merasa bahwa anak-anak mereka tidak mengikuti kegiatan belajar mengajar secara reguler yang akhirnya berujung ke banyaknya orang tua murid yang enggan untuk membayar SPP. Hasilnya tentu saja sekolah swasta, terutama yang menggaji guru dari pembayaran SPP, harus mempertimbangkan pemotongan gaji buat guru dong.

Coba pikirin di tengah bulan puasa, biaya hidup harian seringkali meningkat, sementara guru-guru di sekolah swasta justru kena potong gaji. Nah kekhawatiran ini yang disampaiin oleh Satriawan Salim, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), yang menekankan pentingnya memperhatikan keberlanjutan kurikulum, agar guru, terutama yang berstatus honorer, tidak semakin kesulitan secara finansial selama bulan Ramadan, Terus enaknya gimana?.  

Nah kalo ditanya enaknya gimana sebenarnya ada beberapa pilihan sih yang bisa di terapkan pemerintah kaya misalnya bikin jadwal pembelajaran fleksibel, Sekolah bisa mempertimbangkan untuk mengatur jam belajar yang lebih pendek di pagi hari, seperti mengadakan kegiatan intrakurikuler pada jam-jam awal, hingga pukul 09.00 atau 10.00, dilanjutkan dengan kegiatan berbasis proyek yang melibatkan masyarakat sekitar.

Atau kalau mau libur aja ya tentu harus ada kerja sama antara orang tua dan sekolah biar mastiin anak-anak mereka tetep terlibat dalam aktivitas yang produktif selama libur. Sekolah nanti bisa kasih panduan tentang kegiatan positif yang harus dilakukan di rumah atau lingkungan sekitar jadi kaya buku panduan kegiatan ramadhan gitu. Kalau mau manfaatin teknologi, kita bisa banget pake pembelajaran daring tapi dalam durasi terbatas.

Jadi intinya menurut aku sendiri wacana libur sekolah satu bulan selama Ramadan sebenarnya nawarin peluang besar buat memperkaya pendidikan dengan peningkatan kuantitas waktu dalam aspek spiritual dan keterampilan hidup. Cuma, agar tujuan pendidikan tetap tercapai, implementasi atau penerapan kebijakan ini harus direncanakan dengan hati-hati. Perlu banyak hal yang di perhatiin dan tentunya kalo emang jadi penting banget buat gabungin kegiatan intrakurikuler, proyek berbasis masyarakat, serta peran aktif orang tua, nah kalo udah gini baru kita nemuin keseimbangan yang pas antara kebutuhan pendidikan 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun