Mohon tunggu...
bapake nazla
bapake nazla Mohon Tunggu... -

Memberi gagasan untuk diri dan orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pengamat, Benarkah yang Kau Cari Itu Uang?

24 Januari 2014   08:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:31 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Telah berapa lama mereka menanam sangkaan bahwa praktek politik itu busuk dan harus dijauhkan. Sudah berapa kali mereka menuduh lembaga A, B dan C penuh dengan tikus-tikus yang menggondol uang rakyat.

Lucunya sangkaan mereka hanya bisa menghajar nama institusi. Sangat sedikit yang memiliki keberanian untuk menampar oknumnya langsung yang terlibat praktek kotor di institusi yang mereka sebut itu. Sensitif lah, tidak elok lah dan lainnya adalah yang menjadikan pelindung bagi mereka untuk terus mempraktekan gaya serangannya.

Kita mungkin masih ingat, dalam acara Indonesia Lawyers Club Selasa lalu, aktivis LSM Fitra, Uchok Sky Khadafi mengatakan DPR kerap melakukan praktek kotor. Namun saat diminta siapa oknum yang terlibat ia pun bungkam. Di lain waktu para pengamat dan LSM pun sering mengumbar kejelekan lembaga lain seperti peradilan yang sudah sama bobroknya dan institusi lainnya setali tiga uang.

Saya setuju jika lembaga-lembaga Negara pasti ada atau banyak terjangkiti virus amoral. Saya sepakat kekuasaan penuh dengan godaan yang luar biasa, yang bisa menjebak banyak pejabat untuk terlibat praktek jahat. Yang tidak saya setujui adalah mereka membusukan lembaga Negara yang jelas-jelas keberadaannya harus ada dalam alam demokrasi.

Mereka sadar sangkaan yang (cenderung) hasutan yang terus dikeluarkan dari mulut para pengamat akan menumbuhkan ketidakpercayaan yang terus tumbuh lebat di jiwa-jiwa masyarakat akan tidak pentingnya politisi, partai politik dan lemabaga negara.

Dan sepertinya itulah yang mereka harapkan. Kenapa mereka terus melakukan seperti ini? Saya khawatir  karena UUD. Yah, ujung-ujungnya adalah duit.

Logika tradisonalnya adalah semakin gencar mereka melempar berita panas, mereka akan diundang menjadi narasumber. Dan tentu itu mendapatkan uang. Logika modernnya adalah mereka akan terus mengirimkan sinyal kepada dunia bahwa Indonesia itu sudah bobrok dan mereka mendapatkan “royalty” atas informasi tersebut. Kalau benar di situlah mereka mengantungkan penghidupan untuk mencari makan?, oh alangkah piciknya mereka.

Indonesia adalah Negara besar dan sangat kaya akan kandungan alam dan sumber daya manusianya. Jika rakyatnya saja sudah tidak cinta dengan negerinya, lantas siapa yang akan mengolah kekayaan kita kalau bukan Negara lain? Inilah yang menjadi poin tulisan ini, jangan sampai kita tidak lagi bangga dengan Indonesia. Miris!.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun