Sejarah mencatat bahwa di negeri manapun perubahan banyak dipengaruh oleh pemuda. Di republik ini peranan historis pemuda pun tidak bisa diabaikan. Hampir dipastikan tidak ada satupun proses transformasi, baik sosial maupun politik dan lainnya yang tidak menyertakan unsur pemuda di dalamnya.
Pemuda beserta gagasan segar dan peran aktifnya selalu andil dalam menentukan arah dan nasib bangsa baik saat pra kemerdekaan maupun setelahnya.
Inilah bukti konkrit bahwa pemuda Indonesia memiliki semangat yang tinggi untuk memperbaiki negerinya yang sedang terbelit masalah. Dan peristiwa di atas adalah kronologi munculnya sejarah besar yang dikenal dengan nama “Sumpah Pemuda” yang sudah 85 tahun diperingati di negeri ini.
Kiprah pemuda kemudian semakin memuncak ketika menjelang proklamasi kemerdekaan. Mereka (para pemuda) melakukan pengamanan terhadap Soekarno di Rengasdenglok dan mengajaknya segera memproklamirkan Indonesia sebagai Negara yang merdeka.
Tumbangnya orde lama yang digantikan dengan orde baru juga tidak lepas dari peranan pemuda (lebih khusus mahasiswa). Tak terkecuali tamatnya riwayat orde baru pun atas desakan para mahasiswa. Bahkan dekade reformasi 1998 adalah bagian dari pembuktian sejarah tentang peranan mahasiswa dalam perubahan sosial yang ada di Indonesia setelah sekian lama “terhenti”.
Yang menarik, perjuangan pemuda dari organisasi dan komunitas apapun sejak pra kemerdekaan sampai dekade reformasi memiliki karakter yang khas, yaitu dengan melakukan gerakan bawah tanah, mengkritik langsung dengan demonstrasi menentang neo feodalisme, maupun melakukan gerakan moral (moral force) dalam rangka memberi penyadaran kepada masyarakat.
Kehilangan Ruh Perjuangan
Menengok kembali sejarah Sumpah Pemuda sampai era reformasi 1998 , kita menjadi prihatin ketika membandingkan dengan pemuda di era sekarang. Jika teliti kita akan menemukan berbagai ketimpangan yang ada. Benarkah pemuda Indonesia telah berkhianat dengan sejarahnya sendiri?
Pasca reformasi, gerakan pemuda dan mahasiswa orientasinya sudah mulai mengambang. Mereka masih terbuai dengan euphoria reformasi yang padahal sudah berlalu lebih dari satu dasawarsa. Pola gerakannya mengalami kemandekan. Padahal situasi pra kemerdekaan sampai era reformasi dengan kondisi saat ini jelas berbeda. Namun kenyataannya belum tampak kreasi baru dari pola yang ditawarkan.
Diperparah, dengan prilaku amoral yang terus menggerogoti gaya hidup (life style) pemuda. Memang benar masih ada sekelumit pemuda yang memang patut kita banggakan. Baik dari segi prestasi, kreativitas, dan karya emasnya. Tetapi jumlah mereka bisa kita hitung dengan jari. Bandingkan dengan golongan yang antagonis.
Godaan gaya hidup hedonistis kapitalistik yang notabene buah dari globalisasi di kalangan para pemuda begitu kuat. Parahnya, hal ini tidak saja terjadi di kalangan pemuda kota, tapi juga di kalangan pemuda desa karena adanya televisi. Iklan dan sinetron yang menawarkan kenyamanan dan kenikmatan hidup di media elektronik ini demikian gencar dan massif sehingga mampu meruntuhkan sendi-sendi pertahanan para pemuda .
Berita di media pun seolah tak pernah berhenti mengupas kehidupan kelam mereka. Mulai dari aksi anarkis hingga aksi yang romantis. Tawuran antar pelajar dan mahasiswa mereka peragakan. Ada pula yang beromantis ria memeragakan aksi mesra layaknya suami istri. Belum lagi yang terjebak narkoba dan penyimpangan lainnya.