Menciptakan suatu keadilan merupakan salah satu tujuan dalam proses penegakan hukum pidana di dunia.
Menciptakan keadilan tidak sama dengan menegakan hukum dalam arti sempit adalah undang-undang.
Menegakan keadilan lebih dari itu. Kualitas dan intensitas penegakan keadilan dapat berbeda-beda seperti yang dikutip dari tulisan sang filsuf Yunani, Aristoteles yang berjudul Rhetorica.
Aristoteles membedakan dua macam keadilan, yaitu keadilan “distributif” dan keadilan “komutatif”. Keadilan distributif ialah keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah menurut jasanya (sesuai haknya masing-masing). Sedangkan keadilan komutatif adalah keadilan yang diberikan pada setiap orang sama banyaknya dengan tidak mengingat jasa-jasa perseorangan.
Dari tulisan sang filsuf tersebut dapat kita lihat bahwasannya tidak semua orang dapat diperlakukan sama, inilah yang disebut dengan keadilan distributif. Penegakan keadilan harus berlandaskan pada sisi subjektifitas dari seorang pelaku.
Penulis akan mencoba menguraikan beberapa contoh kasus yang memerlukan penegakan keadilan yang berbeda.
Pertama, kasus pencurian seorang nenek minah yang mencuri 3 buah kakao pada tahun 2009 yang mengharuskannya dihukum pidana. Lantas apakah dengan pemberian hukuman tersebut akan menciptakan keadilan?
Kedua, kasus kecelakaan lalu lintas di Solo tahun 2009, pelaku tersebut didakwa dengan pasal 359 KUHP atas dasar kelalaiannya menyebabkan matinya korban yang dimana merupakan dalam hal keadaan memaksa. Korban yang merupakan istri dari pelaku yang tentunya antara suami dan istri memiliki hubungan emosional yang sangat dekat, dan apabila diterapkan hukuman tersebut justru akan menimbulkan permasalahan baru bagi kehidupan pelaku. Lalu apakah dengan memberikan hukuman seperti itu dapat membuat korban dan pelaku bahagia serta keadilan?
Hasil cipta dari keadilan bukan hanya berlaku untuk korban saja, namun juga harus dapat dirasakan oleh pelaku, dan seluruh pihak.
Wahai para Aparat Hukum/Penegak Keadilan yang merupakan manifestasi dari Dewi Keadilan, sudah saatnya anda melepaskan kain yang menutupi matamu. itu akan menyulitkanmu dalam menegakan keadilan. bagaimana mungkin anda bisa melihat keadilan sedangkan matamu tertutupi oleh kain? Lihatlah dari sisi subjektifitas mata dan hati nuranimu! Penegakan bukan hanya formalitas hukum yang legalistik dan linier saja, sehingga anda bisa menebaskan pedang begitu saja tanpa melihat siapa yang berada di hadapanmu.