Semisal aku ditanya, ‘Apa kamu percaya hal gaib?’ Aku pasti menjawab ‘iya’. Kecuali kalau ditanya sebabnya kenapa, aku hanya bisa mengangkat pundak sambil berkata ‘tidak’ sebelum melihatnya sendiri dengan mata kepala.
Sedikit banyaknya yang kutahu tentang hal gaib, ialah sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh mata biasa. Mereka hanya bisa dilihat ketika satir (penghalang) antara mata manusia dan dunia jin terbuka.
Banyak cara untuk membukanya, tapi … manusia tidak patut melakukannya kalau hanya sekadar mencoba. Dunia gaib adalah dimensi yang tidak pantas dimasuki manusia, walau hanya sekadar meliriknya.
Karena dengan melihatnya, ingatan manusia tidak akan kuat menampung semua yang nampak olehnya. Efek sampingnya, bisa membuat kita gila, jika jiwa kita masih lemah menahannya.
***
Pagi itu aku yakin, dia masih bercanda seperti biasanya. Dia juga melakukan aktivitas dengan giat-giatnya. Kami mengaji bersama, bermain bersama, hingga sore manyambut kita. Namun, dia terlihat agak aneh saat malam hari tiba.
Sebelumnya dia pernah bilang ke aku, kalau hantu dan jin itu berbeda. Manusia tidak akan bisa melihat jin, kecuali orang-orang tertentu. Berbeda lagi dengan yang namanya hantu, yaitu makhluk yang bisa menampakkan dirinya langsung ke kita tergantung kekuatan hantunya.
Belum lama ini, dia mengaku dihantui oleh anak kecil laki-laki yang selalu merengek setiap melihatnya.
Hingga malam hari pun tiba. Tiba-tiba, matanya terbelalak hingga kemerah-merahan tanpa kedip sama sekali. Tangannya bergerak tanpa arah dan kendali. Dia merapal ucapan-ucapan aneh yang tak berarti.
“Eh, Ucup kenapa?” tanya seorang santri. “Dia kesurupan, kayaknya.”
“Cepat, panggil ustaz, sekarang!” perintahku.
Semua santri panik dan hanya melihat Ucup dari jarak 3-5 meter. Hingga salah seroang ustaz pun datang menghampiri dengan langkah jalan yang cepat.
Sesampainya Ustaz di hadapan Ucup, beliau berdiri dan merapalkan penggalan kata-kata. Sambil memegang seutas tasbih di hadapannya, lalu ditempelkan ke dahi Ucup dan menahannya agar tidak bergerak ke sana kemari.
Namun, gerak-gerik Ucup semakin menjadi-jadi. Teriaknya begitu menyeruak membuat para santri mundur dengan satu langkah kaki. Sementara Ustaz masih merapalkan mantranya dengan suara lirih.
Aku begitu khawatir, bagaimana jika Ucup tidak bisa kembali? Pikiranku bercampur aduk antara ketakutan dan kegelisahan hati. Semua kemungkinan buruk yang muncul membuat jantungku berdegup sedikit kencang sedari tadi.
Ustaz memejamkan mata dan menarik nafas panjang. Para santri yang ada di sekitar Ustaz menjadi terdiam lengang.
“METU O, SYAITON!” bentak Ustaz.
Kedua mata Ucup pun terpejam dan tubuhnya membeku kaku. Sedangkan Ustaz membuka matanya dan melemaskan tangannya setelah memegang dahi Ucup. Para santri mengelus dada dan menghela nafas lega.
Ah, akhirnya Ucup tidak kerasukan lagi.
Baru saja dia bercerita tentang sesosok hantu anak kecil yang selalu ia lihat. Jangan bilang kamu dirasuki anak kecil yang kamu bicarakan sedari tadi. Bikin takut saja anak ini. Aku sebenarnya sedikit lega.
Namun, entah kenapa jantungku masih berdetak kencang. Justru lebih kencang dari yang tadi. Rasa gelisah dan takut masih menetap di pikiran dan hati. Pandanganku terlihat kabur. Buram. Gelap. Terlihat sayup-mayup anasir yang aneh mendekat. Terdengar juga lirihan suara panggilan dari teman-teman.
Aku terkulai ke lantai. Tergeletak. Pikiranku kacau-balau. Pusing. Tau-tau badanku tergeletak tak sadarkan diri. A–aku….
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H