“Cepat, panggil ustaz, sekarang!” perintahku.
Semua santri panik dan hanya melihat Ucup dari jarak 3-5 meter. Hingga salah seroang ustaz pun datang menghampiri dengan langkah jalan yang cepat.
Sesampainya Ustaz di hadapan Ucup, beliau berdiri dan merapalkan penggalan kata-kata. Sambil memegang seutas tasbih di hadapannya, lalu ditempelkan ke dahi Ucup dan menahannya agar tidak bergerak ke sana kemari.
Namun, gerak-gerik Ucup semakin menjadi-jadi. Teriaknya begitu menyeruak membuat para santri mundur dengan satu langkah kaki. Sementara Ustaz masih merapalkan mantranya dengan suara lirih.
Aku begitu khawatir, bagaimana jika Ucup tidak bisa kembali? Pikiranku bercampur aduk antara ketakutan dan kegelisahan hati. Semua kemungkinan buruk yang muncul membuat jantungku berdegup sedikit kencang sedari tadi.
Ustaz memejamkan mata dan menarik nafas panjang. Para santri yang ada di sekitar Ustaz menjadi terdiam lengang.
“METU O, SYAITON!” bentak Ustaz.
Kedua mata Ucup pun terpejam dan tubuhnya membeku kaku. Sedangkan Ustaz membuka matanya dan melemaskan tangannya setelah memegang dahi Ucup. Para santri mengelus dada dan menghela nafas lega.
Ah, akhirnya Ucup tidak kerasukan lagi.
Baru saja dia bercerita tentang sesosok hantu anak kecil yang selalu ia lihat. Jangan bilang kamu dirasuki anak kecil yang kamu bicarakan sedari tadi. Bikin takut saja anak ini. Aku sebenarnya sedikit lega.
Namun, entah kenapa jantungku masih berdetak kencang. Justru lebih kencang dari yang tadi. Rasa gelisah dan takut masih menetap di pikiran dan hati. Pandanganku terlihat kabur. Buram. Gelap. Terlihat sayup-mayup anasir yang aneh mendekat. Terdengar juga lirihan suara panggilan dari teman-teman.