Didukung dengan adanya bekas cakaran harimau diatas sebuah batu menunjukan bahwa, harimau tersebut memang sengaja dipelihara sebelum diadu.Â
Acara ini dilaksanakan pagi hari, dan puncak dari pertarungan antara harimau dan banteng pada siang hari. Para pembesar menyaksikan pertunjukan dari sebuah panggung yang dinamakan pagelaran, dan Sunan duduk berdampingan dengan Gubernur Jenderal. Sedangkan masyarakat pribumi, dengan rela berdesakan diluar arena demi menonton pertunjukan tersebut.
Rampogan Macan di Alun-alun Kraton Surakarta, 1865 Tampak Sunan bersama Gubernur Jendral duduk bersama di Pagelaran. Sumber: gahetna.nl.
Harimau dan banteng yang terlibat dalam tradisi ini biasanya mengalami nasib yang sama yakni menemui kematian. Banteng yang dikalahkan harimau ataupun sebaliknya harimau yang dikalahkan oleh banteng, hingga terdapat salah satu hewan yang menang nantinya akan dibunuh ramai-ramai oleh para abdi dalem kasunanan.Â
Tradisi "Rampogan Macan" ini sebenarnya memiliki makna dan simbol yang cukup besar, yakni gambaran tentang hegemoni kekuasaan raja Mataram, macan yang mati dengan luka parah merupakan penggambaran tokoh pewayangan Abimanyu saat menjadi Senapati saat perang Baratayuda.Â
Selain itu, pagelaran ini juga sebuah simbol keagungan dari kekuasaan Sultan yang memiliki batasan dengan rakyat. Disisi lain, macan merupakan simbol kekuasaan kolonial dan banteng adalah pribumi, atas tunduknya kekuasaan pribumi terhadap penjajah sehingga rampogan macan ini merupakan simbol pertempuran antara penduduk pribumi melawan penajah.
Kantoor Bondo Loemakso, Kelurahan Baluwarti
Faktor utama didirikannya bangunan Kantoor Bondo Loemakso ini untuk mencegah terjadinya proses rentenir yang dilakukan oleh etnis Tionghoa saat itu, mengingat kekuatan ekonomi etnis Tionghoa di Surakarta sangat besar dan kuat.Â
Pada mulanya, gedung Kantoor Bondo Loemakso menggunakan salah satu ruangan yang ada di gedung "Societeiet Habiprojo" yang berada di Jalan Singosaren dan berada di wilayah Kelurahan Kemlayan Serengan Surakarta. Hingga tahun 1917 Kantoor ini dipindahkan di daerah Baluwarti hingga saat ini.Â
Ciri khas dari bangunan Kantor Bondo Loemakso ini tidak bisa dilepaskan dari Kolonial dan Keraton itu sendiri, terlihat dari ornamen bagian atas dari teras rumah yang melambangkan Keraton Kasunanan Surakarta dan harimau sebagai simbol Kolonial. Karena dalam pembangunanya terdapat campur tangan antara pihak Belanda dan pihak keraton sendiri.