Pemalang, 12 Agustus 2023. Belum banyak desa di Indonesia yang mempunyai sistem administrasi dan identitas profil desa secara baik terintegrasi dengan teknologi digital yang dapat diakses oleh siapapun. Kebanyakan desa memang sudah memiliki laman profil yang terintegrasi dengan baik. Namun tidak dengan isi kontennya. Salah satu yang luput dari perhatian dan kepengurusan oleh sumber daya manusia di lingkup desa adalah mengenai profil sejarah dan kekayaan warisan budaya desa.Â
Desa Widodaren, sebuah desa yang terletak di kawasan Pantai utara Jawa Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang juga mengalami kondisi yang sama. Melalui keberadaan Ibnu Hanifan Raga sebagai mahasiswa KKN Universitas Diponegoro program studi Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya yang melaksanakan kerja nyata di Desa Widodaren Pemalang, diharapkan usulan program mengenai pembuatan buku ragam budaya desa dengan turut mewariskan konten dari buku tersebut untuk diunggah ke website desa.Â
Penyusunan buku dimulai dengan melakukan penelitian lapangan dengan memanfaatkan keberadaan informan yang terdapat di Desa Widodaren. Terhitung sejak 18 hingga 27 Juli 2023, kegiatan wawancara dan pencarian data yang diperlukan untuk menyusun buku ragam budaya desa sudah terlaksana. Termasuk pertemuan dengan budayawan desa, seorang dosen fakultas sastra dan Bahasa daerah, juga dua kali menghadiri kegiatan tasyakuran panen raya sebagai wujud folklor sebagian lisan yang masih rutin diselenggarakan oleh warga desa. Utamanya oleh paguyuban petani yang tergabung dalam kelompok tani di tiap-tiap dusun.Â
Langkah lanjutan, dirampungkan dengan pengalihaksaraan rekaman kedalam transkrip wawancara lalu dituliskan ke dalam file khusus. Dengan begitu mahasiswa telah melakukan kolaborasi pada rangkaian program monodisiplinnya dengan melakukan survei, penelitian dan pengumpulan data sumber, dan penyusunan buku dengan racikan desain orisinil. Sehingga per 12 Agustus 2023 bentuk fisik buku telah siap untuk disebar dan perbanyak.Â
Menindaklanjuti penyusunan buku tersebut, mahasiswa telah mengedepankan langkah dalam upaya kerja nyatanya sebagai pengabdian kepada desa yang menelisik seluk beluk profil dan keragaman unsur budaya yang terdapat dalam desa Widodaren. Dalam kegiatan yang dilakukan bahkan mahasiswa menemui banyak informasi dan wawasan yang berharga perihal unsur filosofis kesenian dan peradaban Jawa yang didapat dari hasil wawancara dengan budayawan desa. Keagungan nilai kebudayaan yang digaungkan sejak masa lalu juga yang ingin kembali diangkat pada penuturan hasil wawancara dengan budayawan desa.Â
Berdasarkan tuturan Pak Turahno, budayawan dukuh Seri desa Widodaren mengenai lakon dalang yang selama ini ia mainkan, "Saya dalam berdalang tidak sifat lokal disini, bukan dalam lingkup desa Widodaren. Karena memang budaya wayang atau dalang saya mengacu pada yang umum seperti versi yang mainkan peran di panggung itu versi Jawa Solo, atau Jogja." Dengan begitu budaya yang umum dalam pewayangan di desa Widodaren juga megikuti budaya Jawa basic yang acuannya keraton. Beliau juga menyampaikan bahwa sebetulnya usahanya dalam menghidupkan seni budaya desa sudah mendapat lampu hijau dari kepala desa.Â
"Secara pribadi saya masih sering keluar, ada penampilan karawitan. Bahkan saya senang malah ada anak-anak muda yang mau nyemplung ke budayanya sendiri yaa seperti karawitan. Dan pak Lurah juga dari awalnya selalu mendukung usulan soal program-program kesenian dari saya", ujarnya.Â