[caption id="attachment_379892" align="aligncenter" width="630" caption="Ilustrasi kapal perang yang dimiliki TNI AL. (AP PHOTO / TRISNADI)"][/caption]
Kebijakan pemerintah yang akan menindak secara tegas nelayan dan kapal asing pencuri ikan yang melakukan pelanggaran di wilayah Indonesia, dengan menenggelamkan kapal asing yang tertangkap, telah menimbulkan reaksi di antara negara tetangga. Salah satunya adalah Malaysia yang mempertanyakan kebijakan pemerintah Indonesia tersebut. Hal ini mengingat kedua negara, Indonesia dan Malaysia, telah menandatangani MoU (Memorandum Kesepakatan) pada tanggal 27 Januari 2012. Menurut Menlu Malaysia, Datuk Seri Anifah Aman, kalau mengacu pada kesepakatan tersebut maka kedua negara hanya mengusir nelayan yang didapati menangkap ikan di perbatasan maritim Malaysia dan Indonesia (Republika, 26/11/2014)
Warga Malaysia pun ikut bereaksi atas rencana Presiden Jokowi menenggelamkan kapal-kapal asing pencuri ikan di wilayah Indonesia. Maklumlah kapal-kapal asing yang dituding sebagai pencuri ikan, antara lain ada yang berasal dari Malaysia. Warga Malaysia yang bekerja di salah satu media Malaysia menuliskan opininya untuk menyikapi kebijakan Presiden Jokowi yang akan menenggelamkan kapal asing yang melintasi perairan Indonesia tanpa izin dan mencuri ikan. Penulis itu menggambarkan Jokowi pemimpin yang sedikit angkuh dalam menguruskan isu antara negara. Ini seolah-olah memperlihatkan Jokowi memilih pendekatan konfrontasi, bertentangan dengan gambaran yang diberikan sebelum ini. Tulisan tersebut murni opini penulis dan bukan sikap resmi media tempatnya bekerja. (Simak ini.)
Ungkapan surat pembaca yang dimuat di media Malaysia di atas, langsung direspons oleh menteri-menteri Kabinet Kerja, antara lain Menkopolhukam dan Mendagri yang menyesali ada opini di media Malaysia yang menyebut Presiden Joko Widodo angkuh karena menerapkan kebijakan menenggelamkan kapal asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia. Para menteri beranggapan Jokowi sedang menjaga kedaulatan bangsa sehingga tak layak disebut angkuh. "Presiden Jokowi bukan angkuh, tapi tegas. Mereka juga mengobok-obok kekayaan laut kita, kita harus tegas. Ini negara kita, jangan diatur orang asing," ucap Tedjo. Simak ini.
Kita tentunya mendukung tindakan tegas Presiden Jokowi untuk menindak tegas kapal-kapal asing pencuri ikan di wilayah Indonesia. Bayangkan saja, kerugian Indonesia akibat penangkapan ikan secara ilegal, atau praktik illegal fishing cukup besar. Menurut data Badan Pangan Dunia atau FAO mencatat, kerugian Indonesia per tahun akibat illegal fishing Rp 30 triliun. Data itu dinilai Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti cukup kecil. Menurut hitung-hitungannya, akibat illegal fishing, kerugian negara per tahun bisa mencapai US$ 20 miliar atau Rp 240 triliun. Simak ini.
Hanya saja sampai sejauh mana pemerintah, dalam hal ini Menteri luar Negeri RI, telah mensosialisasikan kebijakan ini kepada negara tetangga yang para nelayannya dituding sering melakukan pelanggaran "illegal fishing" di wilayah Indonesia. Pemerintah dan rakyat Malaysia saja sudah mempertanyakan. Belum lagi pemerintah Tiongkok, Thailand, Taiwan, dan lain-lain tentunya juga akan mempertanyakan apabila Indonesia betul-betul menerapkan kebijakan tegas tersebut. Karena bagaimanapun juga ini menyangkut hubungan bilateral yang masing-masing negara akan menuntut perlakuan yang sama.
Tentunya kita masih ingat ketika pemerintah Australia mendorong kembali perahu-perahu pengungsi yang masuk ke perairan Australia secara ilegal ke perairan Indonesia, dunia termasuk Indonesia ikut mengecam. Australia dituding melakukan pelanggaran HAM, meskipun para pengungsi tersebut masuk ke perairan Australia secara ilegal.
Dunia kini memang sudah berubah. Kebijakan suatu negara yang berdampak pada hubungan antara negara harus disosialisasikan secara benar dan akurat kepada negara lain. Misalnya dalam kasus kebijakan yang akan menenggelamkan kapal asing pencuri ikan, harus dijelaskan apa yang dimaksud dengan kebijakan tersebut. Menurut Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana, Menteri luar Negeri RI harus segera mengklarifikasi kebijakan Presiden Jokowi itu kepada Malaysia dan negara tetangga lainnya (Rakyat Merdeka, 30/11/2014). Misalnya kebijakan ini berlaku kepada semua kapal asing dari negara lain, tidak hanya Malaysia. Obyek yang ditenggelamkan cuma kapal, tidak termasuk anak buah kapalnya, karena ini jelas-jelas akan bertentangan dengan HAM. Selain itu penenggelaman kapal asing pencuri ikan juga dibenarkan oleh peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia
Langkah penenggelaman kapal asing pencuri ikan melalui proses hukum adalah mempercepat proses hukum di Pengadilan pada setiap kapal asing yang mencuri ikan di pengadilan dengan menyita kapal-kapal pencuri tersebut. Untuk itu pemerintah (eksekutif) harus segera membahas masalah ini antara lain di antara Menteri Kelautan, Menteri Hukum & HAM, TNI AL, Polri dan Ketua MAK dan membuat kesepakatan agar proses pengadilan hukum atas pelanggaran "illegal fishing" dapat segera diputuskan dengan hukuman yang seberat-beratnya. Seandainya pun ada tindakan penenggelaman kapal asing pencuri ikan, itu pun dilakukan berdasarkan perintah pengadilan. Dengan demikian semua negara pasti akan menghormati keputusan pengadilan di Indonesia. Langkah ini lebih manjur ketimbang menenggelamkan  kapal-kapal tersebut tanpa melalui pengadilan, karena Indonesia akan dituduh melanggar hak si pemilik kapal. Indonesia akan dituduh sebagai negara yang tidak patuh aturan hukum laut internasional. Bagaimana kalau kapal nelayan kita yang masuk tanpa izin ke perairan negara lain juga akan ditenggelamkan oleh mereka tanpa melalui pengadilan. Tindakan ini bisa membuat hubungan kita dengan negara-negara lain akan terganggu.
Indonesia, sebagai negara yang menjunjung tinggi hukum, sebaiknya kita menghindari tindakan menenggelamkan kapal asing pencuri ikan tanpa melalui pengadilan. Kita boleh geram karena banyaknya kapal-kapal asing yang mencuri ikan di perairan kita. Namun kita pun harus intropeksi sejauh mana para penegak hukum, baik polisi, tentara, kejaksaan, maupun hakim telah melaksanakan tugasnya dengan baik. Daripada kita bom kapal-kapal asing tersebut, lebih baik diburu dan ditangkap, kemudian dibawa ke pengadilan. Nelayannya ditahan dan kapalnya disita, itulah proses hukum yang adil. Hanya masalahnya, bagaimana proses hukum di pengadilan dapat berlangsung dengan cepat. Dan yang penting juga, jangan ada kongkalikong di antara nelayan asing dengan penegak hukum kita. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H