Pernah seseorang berkata, berapa lama untuk mencapai kebahagian, seberapa jauh kebahagian itu, seperti apa itu bahagia jika semua yang kau miliki kini bukanlah bahagia.
Jalan yang saat ini kutempuh, perkakas yang saat ini kukenakan ini pun sejujurnya adalah bahagia yang kumiliki. Namun apakah semua ini adalah bahagia yang kutuju. Ini bukanlah tujuan dari simpulan kebahagiaan yang kucari. Saat bentuk dan rupa tampak mewah dan mengagumkan. Dan manusia memandang itu adalah tujuan dari kebahagiaan yang mereka inginkan. Aku hanya berbenah menyiapkan diri melanjutkan perjalanku.
Terkadang aku pun merasa takut bagaimana jika perjalanan ini terlalu panjang hingga akupun tak memiliki perkakas lagi yang akan kukenakan. Bagaimana jika suatu saat aku terjatuh dan sang raja kehidupan menghentikanku berjalan. Kuasa ku hanya sampai menggerakkan tubuh ini. Semua kemungkinan bisa saja terjadi dan akan terjadi baik itu kenikmatan maupun siksa yang akan menghambatku.
Seorang bijak pernah berkata “sebenarnya bahagiamu ada dalam tafakurmu”. Itu adalah jalan utama yang harus kutempuh hingga kutemui bahagia itu. Hingga saat-saat ini dimana aku mencoba mengikuti alur kehidupan manusia pada umumnya. Mulai mencoba berpasangan. Mungkin awalnya terasa sedikit aneh dan menyebalkan. Akan ada hal-hal baru yang harus aku lakukan dan harus kubiasakan. Sekalipun terkadang itu tidak membuatku merasa nyaman. Dan aku harus tetap berjalan mencari bahagiaku.
Berpasangan dengan lawan jenis mencoba memulai membentuk suatu hubungan, pembicaraan dan komitmen. Namun hubungan ini bukanlah dengan ikatan. Ini barulah kesinambungan interaksi antar manusia yang memudahkan proses komunikasi. Disisi lain seorang bijak berpesan “ pasanganmu adalah kamu yang lain, jadi yang kamu cari adalah yang dia cari”. Menurutku aku baru mencoba untuk mencari pasanganku jika suatu hari ada kesalahan dan aku belumlah menemukan diriku yang lain, maka akan ada pembicaaran yang harus dihentikan, hubungan yang harus diubah, dan barangkali komitmen yang harus dilupakan.
Masih terlalu jauh bahkan kutemui jalan yang rusak dimana aku harus berhati-hati dan harus sangat memperhatikan langkahku. Ada beberapa pesan yang harus selalu ku ingat ada beberapa perkakas yang tak bisa kulepaskan dan ada beberapa saat dimana aku harus duduk sendiri jauh dari keramaian para pencari dan jejak jalan kehidupan.
Aku masih perlu banyak memahami pola-pola dalam peta kehidupan, rambu-rambu, dan persimpangan yang akan menyesatkan jalanku.
Saat ini aku merasa sedikit lelah, banyak pesan yang tidak kusampaikan, banyak rambu yang kulanggar, banyak pula persimpangan yang kusinggahi. Aku masih belum tau seberapa jauh lagi perjalanan yang akan kutempuh ini, seberapa banyak lagi kenikmatan dan kesusahan dalam berjalan ku nanti. Aku harus tau kapan aku harus berjalan dan kapan aku harus beristirahat. Jalanan teralalu ramai, terlalu penat atau aku yang telah tersesat. Aku yang lupa atau aku telah melupakan. Dan aku masih belum tau dan aku harus tau. Setidaknya aku masih sempat bercerita atas bahagia yang kucari dan aku harus melajutkan perjalanan . . . . . . . . . . . . . . . .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H