Acapkali pertanyaan itu muncul ketika seseorang memutuskan untuk melanjutkan studinya ke jenjang perkuliahan, terutama kepada dia yang memilih mengambil jurusan yang aneh yang menurut orang-orang awam akan susah nantinya dalam mencari nafkah. Walhasil, bukannya memotivasi malah membuat si dia bekecil hati, yang kemudian akan menimbulkan dua buah sikap yaitu aksi dan reaksi.
Normalnya dia akan meilih jurusan di perkuliahan atas dasar kecondongan hati sesuai kemampuanya masing-masing. Misalnya si A memilih jurusan fisika murni karena memang dulunya dia berasal dari kelas IPA yang mana dia merasa nyaman dan mampu untuk bersaing. Ada juga si B yang lebih memilih jurusan tafsir hadist atau bahkan perbandingan madzhab atas pertimbangan dirinya alumni sebuah pondok pesantren jadi dia sudah familiar dengannya dan tak merasa asing.
Nah, kini pertanyaan itu juga sering muncul ketika seseorang memutuskan untuk meimlih jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA). Orang-orang awam beranggapan bahwa seseorang yang sukses itu tak harus lewat jalur kuliah, siapapun bisa sukses asalkan dia mampu bekerja keras dan menghasilkan puluhan lembar nominal kertas. Meskipun dia hanya jebolan sekolah dasar atau mungkin sebatas menengah atas, yang dirasa cukup bekal untuk mencari pundi-pundi rupiah dengan tanpa batas.
Akan semakin terngiang-ngiang di telinga ketika berkuliah dan memilih jurusan yang dianggap asing oleh masyarakat awam, PBA misalnya. Mereka selalu beranggapan bahwa lulusan PBA hanya bisa berkarir di bangku sekolahan saja, dan mungkin bisa menjadi seorang dosen jika dia melanjutkan studi nya. Akan tetapi, banyak dari mahasiswa PBA dilapangan lebih memilih untuk tak melanjutkan studinya dengan dalih karena dirasa cukup bekal untuk mengajarkan.
Walhasil, hampir 60% alumni PBA tak berani menepis anggapan masyarakat awam yang mengerdilkan jebolan PBA yang hanya bisa berkarir dalam sebuah lembaga tertentu saja. Yang kemudian secara tidak langsung menambah data akurat akan stagnan nya perjalanan karir seorang sarjana PBA.
Meskipun demikian, masih ada 40% alumni PBA yang berani menepis anggapan masyarakat awam bahwa mereka bisa membuktikan kekeliruan anggapan yang terjadi selama ini. Dari 40% ini, hampir semuanya memilih untuk melanjutkan studi nya kemudian menjabat sebagai dosen atau bahkan sebagai guru besar di sebuah universitas inti. Yang mana jabatan ini merupakan jabatan terhormat yang mengangkat martabat para alumni.
Adapun sisanya lebih memilih hal-hal baru yang menantang akan tetapi tetap dalam sebuah naungan. Peluang besar mereka dapat ditemukan dalam bidang keimigrasian, diplomatic, atau bahkan seorang penerjemah karya tangan. Dengan adanya aksi dan reaksi ini, diharapkan bisa merubah anggapan masyarakat awam yang selalu mengira alumni PBA akan susah dalam berkarir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H