Mohon tunggu...
Ibnu Febriyan
Ibnu Febriyan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Penulis artikel dan konten kreator, selalu mencari cara untuk menginspirasi dan memberikan nilai tambah melalui tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan atau Beban? Menggugat Kebijakan UKT yang Menambah Stress Mahasiswa

13 Juni 2024   09:00 Diperbarui: 13 Juni 2024   16:05 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rapat kerja antara Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, dengan Komisi X DPR RI pada 21 Mei 2024 membahas kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di perguruan tinggi negeri. Kenaikan ini berakar dari Peraturan Mendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024. Dalam pertemuan yang berlangsung selama dua jam, Nadiem menjelaskan bahwa peraturan ini hanya berlaku untuk mahasiswa baru, bukan mahasiswa yang sudah berkuliah sebelumnya. 

Penjelasan Nadiem mengenai penggunaan anggaran pendidikan sebesar Rp 665 triliun dalam APBN 2024, yang tersebar di 22 kementerian dan lembaga lainnya, menambah kebingungan. Walaupun UKT bagi mahasiswa kurang mampu dijamin tidak akan naik, ketidakpastian dan ketidakjelasan mengenai kebijakan ini tetap menjadi sumber kekhawatiran.


Kebijakan ini dinilai tidak berdampak pada mahasiswa dari keluarga kurang mampu, namun kenyataannya, banyak mahasiswa merasa tertekan secara mental dengan kebijakan baru ini. Banyak dari mereka yang berasal dari keluarga berpenghasilan menengah juga merasa terbebani dengan tingginya biaya kuliah yang seolah menjadi kewajiban tersendiri yang tak terhindarkan.

Pernyataan salah satu pejabat Kemendikbudristek bahwa kuliah adalah kebutuhan tersier semakin memperkeruh situasi. Anggota Komisi X DPR RI, seperti Nuroji dan Abdul Fikri Faqih, memprotes keras pernyataan tersebut yang seolah meremehkan pentingnya pendidikan tinggi. Pandangan ini bertentangan dengan amanat UUD yang menyatakan bahwa pendidikan adalah hak semua warga negara.

Tidak mengherankan jika banyak mahasiswa mengalami tekanan mental akibat kebijakan ini. Mahasiswa yang seharusnya fokus pada studi mereka kini dihadapkan pada ketidakpastian finansial. Mereka khawatir akan masa depan mereka jika tidak mampu membayar biaya kuliah yang semakin tinggi. Terlebih lagi mereka yang harus membiayai kuliah nya sendiri, Situasi ini menyebabkan kecemasan, stres, dan beban mental yang signifikan.

Dalam rapat tersebut, Nadiem menegaskan bahwa Kemendikbud memiliki kewenangan untuk membatalkan penetapan tarif UKT yang tidak rasional. Namun, komitmen ini masih menyisakan banyak pertanyaan, terutama karena ketidakjelasan mengenai bagaimana kebijakan ini akan diimplementasikan dan diawasi.

Ketidakpastian ini diperparah dengan tindakan Nadiem yang memilih menghindari wartawan usai rapat, memberikan kesan bahwa ada hal-hal yang belum sepenuhnya terjelaskan atau diselesaikan. Sikap ini semakin menambah kekhawatiran mahasiswa yang sudah tertekan dengan beban UKT yang tidak terjangkau.

Pada akhirnya, kenaikan UKT tidak hanya menjadi isu finansial tetapi juga berdampak signifikan pada kesejahteraan mental mahasiswa. Kebijakan yang dianggap adil dan inklusif seharusnya tidak menambah beban bagi mahasiswa yang sudah berjuang di tengah keterbatasan. Kesejahteraan mental mahasiswa harus menjadi perhatian utama dalam setiap kebijakan pendidikan, agar mereka dapat belajar dengan tenang dan meraih masa depan yang lebih cerah tanpa dibayangi kekhawatiran finansial yang berlebihan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun