Mohon tunggu...
Ibnu Fauzan Akbar
Ibnu Fauzan Akbar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa, Freelance Writer

Segala sesuatu yang benar-benar hebat, lahir dari keberanian untuk menjadi diri sendiri. Karena soal ibadah iblis lebih hebat, soal ilmu apalagi, maka rendah hatilah karena iblis tidak punya itu.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Dampak Kenaikan PPN 12% terhadap Pembangunan Nasional dan Kesejahteraan Publik di Indonesia

24 Januari 2025   13:00 Diperbarui: 18 Januari 2025   11:33 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang direncanakan berlaku mulai 1 Januari 2025 menimbulkan berbagai dampak terhadap perekonomian Indonesia, khususnya dalam aspek pembangunan dan kesejahteraan publik. Beberapa ekonom dan pelaku industri mengkhawatirkan bahwa peningkatan tarif ini dapat menekan konsumsi rumah tangga, menghambat pertumbuhan ekonomi, dan memperberat beban hidup masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah. 

Beberapa ekonom menyatakan bahwa kenaikan PPN dapat menekan konsumsi rumah tangga, yang merupakan salah satu kontributor terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Di sisi lain, pemerintah berpendapat bahwa kebijakan ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat fondasi fiskal dan menjaga kesinambungan pembangunan. Oleh karena itu, penting untuk menganalisis dampak kenaikan PPN terhadap pembangunan nasional dan kesejahteraan publik, serta memahami bagaimana kebijakan ini dapat diimplementasikan secara optimal agar tidak menimbulkan gejolak ekonomi yang signifikan.

Kenaikan tarif PPN diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara yang nantinya dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur dan program sosial. Peningkatan dana pembangunan dapat mempercepat proyek-proyek strategis nasional, seperti pembangunan jalan tol, jembatan, pelabuhan, dan fasilitas kesehatan. Dengan infrastruktur yang lebih baik, diharapkan distribusi barang dan jasa menjadi lebih efisien, yang pada akhirnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Selain itu, dana tambahan dari kenaikan PPN juga dapat digunakan untuk memperkuat program kesejahteraan sosial, seperti bantuan langsung tunai (BLT), subsidi pendidikan, dan program kesehatan masyarakat. Pemerintah dapat memperluas cakupan bantuan sosial untuk kelompok rentan sehingga ketimpangan sosial dapat diminimalkan.

Namun, efektivitas alokasi dana tersebut sangat bergantung pada transparansi dan efisiensi pengelolaan anggaran. Jika dana hasil kenaikan PPN tidak dikelola dengan baik, maka tujuan peningkatan pembangunan dan kesejahteraan publik tidak akan tercapai. Oleh karena itu, pengawasan dan evaluasi terhadap penggunaan anggaran menjadi kunci keberhasilan kebijakan ini.

Kenaikan tarif PPN juga membawa dampak signifikan terhadap dunia usaha, terutama bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). UMKM merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia, namun mereka sangat rentan terhadap perubahan kebijakan fiskal. Kenaikan PPN akan meningkatkan biaya produksi karena harga bahan baku dan logistik ikut naik. Hal ini dapat menyebabkan penurunan daya saing produk UMKM di pasar domestik maupun internasional.

Perusahaan besar mungkin dapat mengalihkan kenaikan biaya ini kepada konsumen melalui penyesuaian harga, tetapi UMKM tidak memiliki fleksibilitas yang sama. Akibatnya, mereka berisiko mengalami penurunan permintaan, yang dapat berujung pada penurunan pendapatan dan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK). Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang mendukung UMKM agar dapat bertahan dan beradaptasi dengan kenaikan PPN, seperti pemberian insentif pajak dan akses pembiayaan yang lebih mudah.

Untuk mengurangi dampak negatif kenaikan PPN, pemerintah perlu menerapkan strategi mitigasi yang efektif. Salah satunya adalah dengan memberikan insentif atau keringanan pajak bagi pelaku UMKM agar mereka tetap dapat bersaing di pasar. Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan efektivitas program bantuan sosial bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah untuk menjaga daya beli mereka.

Pemerintah juga dapat melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap harga barang dan jasa di pasaran guna mencegah praktik penimbunan dan spekulasi harga. Penguatan kebijakan fiskal dan moneter juga penting dilakukan untuk menjaga stabilitas ekonomi.

Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% memiliki dampak yang kompleks terhadap perekonomian nasional. Di satu sisi, kebijakan ini berpotensi meningkatkan penerimaan negara yang dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan program kesejahteraan sosial. Namun di sisi lain, kebijakan ini juga berisiko menekan daya beli masyarakat dan memperberat beban pelaku usaha, terutama UMKM. Oleh karena itu, diperlukan strategi mitigasi yang efektif, pengawasan yang ketat, dan transparansi dalam pengelolaan anggaran agar kebijakan ini dapat berjalan optimal dan memberikan manfaat yang maksimal bagi pembangunan dan kesejahteraan publik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun