Mohon tunggu...
Ibnu Aghniya
Ibnu Aghniya Mohon Tunggu... Sejarawan - Penikmat Sejarah

Mahasiswa S-1 Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro Pendiri Komunitas Suluh Sejarah (pengkajian dan penulisan sejarah)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Oh, Feminis to..

4 April 2020   12:08 Diperbarui: 4 April 2020   12:11 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tiap-tiap revolusi memiliki tingkatannya masing-masing. Tak terkecuali pula dengan pergerakan kaum wanita sepanjang lintasan sejarah dalam usaha meraih hak-haknya.

Bung Karno, dengan peneropongan dari sudut pandang ekonomis mengidentifikasi pergerakan wanita dalam tiga tingkatan.

Pada tingkat yang paling awal, pergerakan kaum wanita masih berkutat pada main "puteri-puterian". Dalam tahap ini, kaum wanita terutama sekali banyak mengadakan kursus-kursus kewanitaan yang aktivitas utamanya adalah bagaimana menjadi "istri dan ibu yang baik". Pada hakikatnya gerakan wanita tingkat satu ini justru melanggengkan praktik patriarki yang kebablasan.

Di tingkat kedua, kaum wanita mulai "melek" dengan status yang disandangnya dalam kehidupan masyarakat. Mereka sadar, bahwa mereka hanyalah golongan kelas dua yang dimarjinalkan dari kehidupan masyarakat yang dinamis. 

Maka tak mengherankan jika kemudian kaum wanita mulai menuntut persamaan hak alias emansipasi wanita. Tingkat inilah yang dikenal sebagai gerakan feminisme. Dalam tahap ini, menurut Bung Karno pergerakan wanita dicirikan dengan perlawanan kepada kaum lelaki. Sejumlah hasil berhasil diraup oleh gerakan feminisme, seperti hak berpolitik, hak bekerja, hak mendapat pendidikan, dan lain-lain.

Tapi kemudian, nyatalah bahwa hasil gerakan feminsime itu belum 100% memerdekakan kaum wanita dari kesengsaraan. Kebebasan dan persamaan yang didapat, justru membawa dampak serius bagi mereka. Mereka jadi kuda beban yang keringatnya diperas habis-habisan oleh dua tanggung jawab: pekerjaan dan rumah tangga.

Melepaskan kembali hak yang sudah diperoleh tentu tidak mungkin, tersebab itulah hasil usaha keras mereka dan lagipula itu artinya mereka akan kembali ke jaman pingitan.

Maka guna memecahkan soalan ini, lahirlah pergerakan wanita tingkat ketiga. Di mana mereka kini bukan sekedar menuntut persamaan hak atau emansipasi belaka, tapi juga menuntut pembongkaran sistem yang menyengsarakan mereka sebagai wanita sekaligus ibu, yakni kapitalisme. Kata Bung Karno, pada tingkat ketiga inilah kaum wanita menggandeng tangan kaum lelaki untuk sama-sama menumbangkan kapitalisme dan menciptakan sosialisme yang diyakini sebagai solusi tuntas.

Tentu, selain sorotan tentang pergerakan wanita di atas, buku berjudul Sarinah dengan tebal 200 halaman lebih karya Bung Karno ini masih memuat isu lain seputar dunia kaum perempuan. Dan semua itu dibungkus dalam usaha si Bung Besar untuk memaksimalkan tenaga revolusioner Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun