Status I
Saya masih bisa menerima jika menikah dengan beda sekte, asal dia masih dalam payung islam -yang mau menerima nasihat-. Namun, saya gak mau ama non islam atau yang telah masuk dalam golongan mereka -pluralisme dan skulerisme-.
Hidayah hanya milik Dia. Hidayah bukan urusa tangan manusia; manusia hanya sebatas usaha berdakwah dengan baik dan sopan, selebihnya Dia yang berwenang.
"Jika Allah menghendaki, maka Allah akan menjadikan semua manusia itu dalam satu hidayah"
Status II
Kebenaran suatu agama, apakah manusia bisa menilainya?
Manusia ada yang bisa menemukan kemudian menilai kebenaran agama -gak semua manusia loh-, namun manusia masih bisa salah dalam memberikan penilaian, hanya Allah lah yang memiliki hak mutlak benar, maka Allah pula lah yang mutlak benar dalam memberikan penilaian terhadap suatu agama -bukan berarti manusia dideskriditkan oleh Allah, ngawur aja loh-.
Jika Allah telah berkata, hanya agama Islam yang benar, dan barang siapa mencari -Ridlo Allah- selain melalui Islam maka tak akan Dia terima -cari Ayatnya yah, biar sama2 bertugas-, maka sudah jelas kebenaran agama itu hanya disandang oleh agama Islam. Inget, Islam.
Mau mendahulukan ujaran Allah, apa ujaran sebagian manusia -yang mengatakan semua agama itu benar-????
Kok, kelihatannya saya gak ada toleransi sih?
Toleransi itu ada kode etiknya, yaitu jangan sampai menyentuh pada privasi teologi inti. Toleransi ada hanya sampai pada kisaran interaksi, semisal menghormati orang yang gak berbeda agama melaksanakan ibadah mereka, namun bukan mengakui agama mereka benar, jika kita mengakui agama mereka benar, secara tidak langsung kita telah mengakui apa yang mereka sembah itu benar. Kita gak boleh mengganggu mereka, ini sudah diajarkan oleh Allah dalam Qur`an dan melalui Rasulullah SAW. -tolong cari ayat dan hadisnya sendiri2 di rumah-he.
Kembali lagi, otak manusia tak semuanya mampu untuk menemukan kebenaran suatu agama. Ketidak mampuannya itu menunjukan kodrat dan kode etik manusia, jika manusia mampu segalanya, gak ada bedanya dengan Allah dong, Yang Maha Mampu?. Ketidak mampuan manusia itu sendiri yang menjadikan manusia itu manusia, bukan beralih predikat, menjadi Allah.
Jangan ikut2an orang yang keliatannya dari kelompok mereka -pluralisme-, lihat secara jeli, mereka melakukannya bukan karena teologi telanjang, namun mereka ada payung lain, misal karena persatuan negara semisal dia jadi Presiden, atau karena kesatuan budaya dan keseneian semisal dia adalah sastrawan dan budayawan. Namun, jika menjadi orang yang telanjang teologi, gak boleh ikut2an, namanya fanatik buta belaka -malah2 bisa jadi kaya status pertamaku, cari aja statusnya-.
Astaghfirulloh.......
Asyhadu an La Ilaha Illalloh, wa Asyhadu anna Muhammadan Rosululloh
Gak salah bagi kita untuk memperbaharui niat kita menjadi insan muslim.
Mohon, belajar ala orang bodoh nan miskin aja, yang mau ngaji di guru yang kapabel dalam kapasitasnya dan mau menerima saran orang lain.
Bukankah indah menjadi bunga yang subur tersiram air hujan?, bukan malah hancur karena terguyur air hujan?.
Ini jawabanku untuk kawan yang selalu menjagokan logika, wahyu dikemanakan, dan masih sulit menerima nasihat dari yang lain, semoga dia mendapat siraman-Nya, supaya bisa menerima taufik-Nya.aamiin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H