Mohon tunggu...
Farid Aan M Bajuri
Farid Aan M Bajuri Mohon Tunggu... -

Pacaran = Mesranya dosa, ongkosnya sia-sia. Duh duh

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sayang Bali, Tolak Reklamasi

11 Mei 2016   01:57 Diperbarui: 11 Mei 2016   02:01 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sayang Bali, Tolak Reklamasi

Alam merupakan anugerah Tuhan YME terhadap semua makhluk di muka bumi ini. Sebagai salah satu makhluk yang menempati alam ini, kita sebagai manusia wajib menjaga keharmonian antar ekosistemnya. Ekosistem dapat terjaga dan tetap lestari jika kita semua tidak merusak tatanan serta rantai cabang sistem simbiosisnya. Reklamasi pada dasarnya merupakan proses pembuatan daratan atau pulau baru dengan menutup lahan yang tadinya tergenang oleh air seperti sungai atau pesisir. Reklamasi dapat menjadi salah satu penyebab perusak rantai ekosistem tersebut.

Bali merupakan pulau yang letaknya di dekat Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur ini merupakan kawasan terkenal akan pariwisatanya. Secara otomatis, bukan hanya pemerintah saja yang mengurusi daerah-daerah potensial tersebut namun juga ada para investor dan pengusaha lain yang ikut ambil peran dalam pengelolaannya.

Apa yang terjadi sebenarnya di Bali? Dalam benak pecinta lingkungan pasti akan terpikir masalah reklamasi. Rencana reklamasi ini bertempat pada Teluk Benoa yang berada di sisi tenggara pulau Bali. Dengan lahan 838 hektar yang akan direklamasi, proyek ini akan menjadi megaproyek bagi PT TWIBI selaku eksekutor dalam pengerjaannya. Dana yang rencananya akan dikeluarkan pada proyek ini sebesar Rp 30 triliun dengan masa kontrak proyek selama 30 tahun.

Sejak dinyatakan oleh LPPM UNUD pada 20 Agustus 2013 bahwa reklamasi di Teluk Benoa ini tidak layak, gerakan penolakan reklamasi santer dilakukan oleh warga sekitar Teluk Benoa. Pasalnya jika melihat pada pasal 93 Peraturan Presiden 45/2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Sarbagita jelas dinyatakan bahwa Teluk Benoa adalah kawasan konservasi. Berbicara pelanggarannya, jika memang tetap mereklamasi Teluk Benoa bukan hanya dampak pada jalur hukum, namun juga dampak pada rusaknya lingkungan sekitarnya. Dampak yang akan terlihat mencolok adalah masalah perairan. Jika melihat kondisi Teluk Benoa saat ini, hujan selama 4 jam akan menaikkan ketinggian air setinggi 0,4 meter. Bayangkan jika nanti memang benar-benar proses reklamasi itu dilakukan. 90% wilayah Teluk Benoa yang direklamasi akan menyebabkan kenaikan ketinggian air setinggi 9 meter. Bagaimana pula jika terjadi hujan lebih dari 4 jam? Maka reklamasi Teluk Benoa benar-benar membuat wilayah sekitar Tanjung Benoa, Tuba, Nusa Dua, Semawang, dan Sanur tenggelam.

Perkembangan proses administrasi pada kasus reklamasi ini terus berlanjut. Kenapa dapat terjadi demikian? Karena mereka para penguasa dan pengusaha melihat Perpres nomor 51 tahun 2014 yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 30 Mei 2014. Kandungan dari perpres ini berintikan bahwa status Teluk Benoa berubah. Perubahan terjadi dari yang semula wilayah konservasi menjadi wilayah pemanfaatan umum dan dilegakannya reklamasi. Ketidakkonsistenan peraturan yang ada dalam kubu pemerintah menandakan bahwa produk hukum dapat dimainkan oleh siapapun yang bukan hanya memliki jabatan, namun juga siapapun yang memiliki uang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun