Mohon tunggu...
Hudriansyah Rahman
Hudriansyah Rahman Mohon Tunggu... Dosen - Menulislah maka engkau abadi

“When the power of love overcomes the love of power, the world will know peace.” [Jimi Hendrix]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Si Connell dan Gender Studiesnya

26 Juni 2011   02:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:10 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Raewyn Connel, professor lulusan universitas Melbourne dan universitas Sydney ini adalah seorang aktivis pada era tahun 1960an. Ketika beliau ditunjuk sebagai Professor di Macquarie University, beliau menjadi professor termuda yang pernah menduduki kursi akademik di Australia.

Connell dikenal karena research-nya tentang dinamika kelas dalam skala besar (seperti dalam karyanya "Ruling Class, Ruling Culture", 1977 dan "Class Structure in Australian History", 1980), dan tentang bagaimana kelas dan hirarki gender terbentuk dalam kehidupan sehari-hari di sekolah. ("Making the Difference", 1982).

Studi tentang gender bermula ketika posisi perempuan digugat. Hal ini yang kemudian mendorong Connel untuk mengembangkan studi tentang relasi gender dari perspektif ilmu-ilmu sosial. Connel lalu mengembangkan teori sosial tentang relasi gender ("Gender and Power", 1987), yang menegaskan bahwa gender dalam skala besar adalah sebuah struktur sosial, bukan hanya sekedar persoalan identitas. Connell tidak hanya dikenal di Australia tapi juga di luar Australia berkat karya-karyanya tentang konstruksi sosial maskulinitas.

Ketika menyampaikan kuliah umum di Sekolah Pascasarjana UGM, Connel memperkenalkan sebuah model baru sosiologi dari para intelektual dunia dalam konteks globalisasi neo-liberal. Lewat bukunya “Southern Theory” (2007), Connel mengkritik bias-bias northern yang terdapat dalam mainstream ilmu-imu sosial dan menghadirkan teori-teori sosial dari berbagai perspektif dari kalangan akademisi dunia, khususnya yang berada di wilayah periphery. Raewyn Connell dengan tegas menantang dominasi teori sosial yang dipelopori oleh orang-orang di Eropa dan Amerika. Beliau melihat dominasi tersebut telah merusak cara pandang kita tentang dunia. Dengan melakukan perbandingan antara South dan North, Connell menemukan bahwa South dalam teori-teori global hanya tampil sebagai sumber data primer bagi para teoretikus North, bukan sebagai situs pengetahuan dan refleksi sosial sadar diri, tempat dimana teori-teori sosial juga dikembangkan. Melalui survei pada abad kesembilan belas dan dua puluh tentang 'Southern Theory' dari Amerika Latin, Iran, Afrika, India dan orang-orang pribumi Australia, Connell bercita-cita untuk mengembalikan kompleksitas dunia ke dalam ilmu-ilmu sosial, dan melibatkan banyak suara dalam percakapan global yang lebih demokratis.

Model sosiologi Connell mencoba menggabungkan penelitian empiris, struktur sosial, kritik sosial, dan relevansinya dalam tataran praktis. Dalam hal studi gender misalnya, Connell menegaskan bahwa studi gender bukan hanya studi tentang perempuan tapi lebih pada hubungan antara laki-laki dan perempuan beserta segala kompleksitasnya. Connell juga melihat bahwa definisi tentang gender masih bermasalah terutama ketika definisi-definisi tersebut lahir dari sebuah institusi. Karena kebanyakan definisi-definisi tersebut lebih menekankan pada apa yang harus laki-laki dan perempuan lakukan. Padahal menurutnya, gender harus dilihat dari dua skala besar yaitu skala dunia dan skala lokal. Lahirnya studi tentang gender tidak bisa dilepaskan dari peran sebuah universitas dan gerakan-gerakan sosial. Menurutnya, universitas memiliki andil besar dalam menciptakan model pengetahuan.

Dalam presentasinya, Connel cukup atraktif dan nampak memiliki concern yang sangat besar dalam studi tentang gender. Sebut saja misalnya ketika beliau manampilkan sosok Kartini sebagai figur perempuan yang menginspirasi munculnya studi gender di Indonesia atau ketika beliau mengkritik pandangan yang menganggap bahwa studi gender hanya bersumber dari Global North.

Berangkat dari motto Universitas Sydney, “sidere mens eadem mutate” atau secara literal diartikan sebagai “the constellation is changed, the disposition is the same,” (di bawah langit semua manusia sama), Connell ingin menegaskan bahwa pada dasarnya tidak ada universalitas pengetahuan, bahwa kita mampu menciptakan pengetahuan kita sendiri tanpa harus selalu mengekor pada yang lain dan tentu saja juga tidak mengesampingkan pengetahuan lokal. Connell ingin mengajak kita untuk berani berpikir sendiri dan melihat segala persoalan bukan hanya dari satu sisi saja, tapi juga dengan mempertimbangkan segala kompleksitas yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun