Irham Nur Anshari, S.IP., MA, pemerhati seni rupa dan dosen di Departemen Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM Ia menjelaskan bahwa penggunaan mural sebagai media penyampaian aspirasi dapat dikaitkan dengan tidak efektifnya sistem formal komunikasi suara di pemerintahan dengan baik.
Pada akhirnya, Sistem ini tidak lagi menghalalkan keinginan masyarakat, bahkan saat ini banyak sebagian kalangan masyarakat yang berusaha mengungkapkan pandangannya ke media lain dengan cara mempublikasikannya baik melalui media online maupun offline, termasuk mural.Â
Beliau juga mengatakan bahwasanya kita perlu memahami kembali apa masalah terbesar dalam menyelesaikan masalah ini. Sebab, kondisi ini sering kali dikaitkan dengan dua hal yaitu penyalahgunaan simbol nasional dan perusakan fasilitas umum.
"Kalau soal perusakan fasilitas umum, agak lucu karena dalam kasus ini hanya mural yang seharusnya foto Presiden Jokowi yang dicopot, sedangkan mural lain di samping tetap tidak tersentuh."
Bahkan Presiden Jokowi juga ikut angkat bicara. bahwasanya Beliau tidak ingin polisi  menanggapi atau mengambil tindakan terhadap kritik yang dituangkan dalam berbagai bentuk karya seni apapun itu.
Agus mengatakan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah memperingatkannya  agar berhati-hati dalam menggunakan UU ITE. Namun kenyataannya dalam praktiknya, aparat bertindak secara reaktif dan represif dengan proaktif menindak para pelaku.
Lebih lanjut, jika kasus ini diusut, menurutnya tidak ada undang-undang yang bisa menjebak muralis. Mulai dari undang- undang (UU) pencemaran nama baik hingga UU kriminalitas.
Jika dalam kasus ini terus terjadi dan alasannya hanya karena vandalisme dan membuat mural tanpa izin di fasilitas publik, aparat punya kewenangan menjaga "Ketertiban" lalu dimana tugas dan fungsi utamanya "Melindungi masyarakat".???
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H