Mohon tunggu...
Iberto Halawa
Iberto Halawa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Kristen Indonesia

Membaca bagian dari iman

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilu 2019: Bukti Kegagalan Partai Politik dalam Pemilu

18 Oktober 2024   16:39 Diperbarui: 18 Oktober 2024   17:35 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada alasan mengapa penulis mengambil tema pemilu 2019 sebagai bukti kegagalan kaderisasi oleh partai politik pertama, poros politik yang ada sekarang hampir sama dengan apa yang terjadi pada pilpres 2014, lalu yang kedua banyaknya partai politik yang mencalonkan publik figure (artis) sebagai calon legislatif serta yang ketiga penolakan partai politik terhadap kebijakan PKPU Nomor 20 tahun 2018 yang mengatur larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon legislator.

Ulangan pertarungan antara Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto yang terjadi pada pemilu 2014 yang lalu, saat ini koalisi pro pemerintah telah beranggotakan 9 partai yaitu PDIP, Golkar, Nasdem, Hanura, PKB, PPP serta 3 partai non parlemen Perindo, PSI dan PKPI. 

Sementara pihak oposisi telah diisi oleh Gerindra, PKS, Demokrat serta PAN bersama pihak oposisi. Poros politik yang terjadi sekarang menggambarkan ketidak keberhasilan memunculkan tokoh yang mampu bersaing dengan Presiden Jokowi dan Prabowo, sempat ada wacana untuk memunculkan poros ketiga antara Demokrat, PAN dan PKB namun ternyata poros ketiga hanya menjadi wacana forever diantara ketiganya.

Sebenarnya, terjadinya 2 poros politik besar ini sudah dapat diperkirakan semenjak disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang didalamnya memuat peraturan Presidensial Threshold 20 persen suara parpol di DPR sebagai syarat pencalonan calon Presiden dan wakil Presiden. 

Poros yang berhadapan langsung membuat friksi dan polarisasi hari ini terjadi begitu jelas di tengah masyarakat, masyarakat seakan terbelah menjadi dua pihak yang bertentangan. Pertentangan yang terjadi hari ini tidak jarang berbentuk hal-hal negatif seperti intimidasi, sentimen SARA, saling menghina satu sama lain bahkan tindakan kekerasan.

Diantara nama-nama yang diajukan oleh parpol sebagai caleg, muncul nama-nama artis pesohor yang sering menghiasi layar TV di rumah kita, dari 54 orang caleg dari kalangan artis partai Nasdem yang paling banyak menjadi "kendaraan" bagi caleg tersebut dengan mengusung 27 kader dari kalangan artis.

Proses menjadi caleg para artis ini juga sempat memunculkan spekulasi tentang beredarnya politik uang dibalik pengusungan mereka menjadi caleg, hal ini disebabkan karena banyaknya artis yang berpindah haluan parpol untuk menjadi calon legislator disertai mahar didalamnya. 

Fenomena seperti ini terjadi karena pragmatisme dari parpol untuk mendulang suara pada pemilu yang akan datang, popularitas yang dimiliki oleh para artis ini tentu menjadi sebuah modal elektoral besar untuk mendulang suara ditengah masih rendahnya kesadaran preferensi masyarakat dalam memilih wakil mereka. 

Idealnya, yang menjadi calon legislator adalah mereka yang mempunyai latar belakang serta mengerti tentang proses politik dan legislasi, untuk mencetak mereka yang seperti itu tentunya menjadi tugas dan kewajiban partai politik namun, mengapa melakukan proses yang sulit jika bisa mendulang suara lewat cara yang instan? Hal ini seperti menjadi semacam sindrom ketidak percayaan diri partai politik atas kualitas kadernya sendiri sehingga tidak heran jika kemudian kaderisasi yang berkualitas sepertinya semakin mejadi mitos bagi partai politik.

Semua uraian diatas penulis anggap dapat menjadi gambaran bagaimana kinerja partai politik kita yang ada sekarang, hadirnya partai-partai baru pada pemilu tahun depan menjadi sedikit opsi akan hadirnya tokoh yang memang melalui kaderisasi dan seleksi yang baik oleh parpol. Parta politik harus segera memperbaiki proses rekrutmen dan kaderisasi politik mereka karena legislatif merupakan lembaga yang mempunyai peran sangat vital dalam sistem demokrasi

Masyarakat harus memiliki preferensi memilih pemimpin yang baik, karena jujur saja "menyerahkan" lembaga negara sepenting DPR kepada individu-individu yang tidak faham persoalan bangsa dan kemampuan politik yang baik sama saja dengan mempertaruhkan keberlangsungan negara ini kedepannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun