Saham merupakan salah satu instrumen investasi yang kini mulai diminati oleh berbagai kalangan. Investasi melalui saham bahkan kini menjadi tren dikalangan masyarakat. Menurut PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) atau lembaga yang mengatur transaksi saham, pada tahun 2018 terjadi kenaikan jumlah investor sebesar 31,97% dari tahun 2017.Â
Hal ini tidak terlepas dari usaha Bursa Efek Indonesia dalam mengajak masyarakat untuk berinvestasi saham melalui gerakan 'Yuk Nabung Saham' yang diluncurkan empat tahun silam. Meski kini saham mulai diminati oleh masyarakat, tetapi terdapat beberapa kalangan yang menyatakan bahwa saham hukumnya haram, benarkah demikian?
Sebelum membahas lebih jauh, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu bagaimana mekanisme kerja saham. Pertama, perusahaan akan menerbitkan saham melalui Bursa Efek Indonesia. Kemudian, investor atau pembeli saham akan melakukan pembelian saham melalui sekuritas atau perantara dalam jual beli saham. Jika semakin banyak peminat pada suatu saham, maka harga saham tersebut akan meningkat dan begitu sebaliknya.Â
Hal ini dapat terjadi sesuai dengan mekanisme  pasar atau disebut hukum permintaan dan penawaran, ketika permintaan naik dan penawarannya tetap, maka harga akan cenderung meningkat. Sedangkan  jika permintaan turun dan penawaran tetap, maka harga cenderung turun. Pembeli pun bebas untuk menentukan apakah ingin menyimpan atau menjual saham tersebut. Sekilas mekanisme ini terlihat seperti transaksi jual beli pada umunya, lantas mengapa saham dikatakan haram?
Meski pada dasarnya transaksi saham terlihat sebagai transaksi jual beli pada umumnya, namun dibalik itu terdapat beberapa unsur yang meyebabkan saham dikatakan haram. Pertama adalah karena terdapat unsur spekulasi Spelukasi itu sendiri ialah ketika harga jual sedang mahal, pembeli kemudian membeli saham tersebut untuk langsung dijual saat itu juga padahal si pembeli belum memiliki dan belum melakukan pembayaran terhadap saham tersebut.Â
Dalam dunia saham, spekulasi biasa juga disebut dengan short selling atau trading dan pelakunya disebut trader. Sebagai contoh, seorang trader membeli saham XYZ pada saat bursa saham dibuka pagi hari.Â
Kemudian ia menunggu harga saham tersebut naik dan ketika harga naik, ia langsung menjualnya. Hal ini dilakukan agar trader mendapat keuntungan dari selisih harga jual dan harga beli atau dalam dunia saham dikenal dengan istilah capital gain . Kedua ialah unsur gharar yakni ketidakpastian. Nilai saham atau harga saham pada dasarnya tidak dapat diprediksi atau dengan kata lain dapat berubah secara tiba-tiba. Hal ini terjadi karena mekanisme permintaan dan penawaran pasar . Meskipun begitu, terdapat dua analisis untuk memprediksi fluktuasi harga suatu saham. Analasis pertama adalah fundamental, yaitu memperhitungkan beberapa faktor seperti kinerja perusahaan, analisis persaingan usaha, analisis industri, dan analisis pasar makro mikro. Kemudian  analisis teknikal, yaitu menganalisa fluktuasi harga saham pada rentang waktu tertentu. Analisis teknikal biasanya digunakan oleh trader karena sifatnya relatif jangka pendek sedangkan anlisis fundamental digunakan oleh investor karena bersifat jangka panjang. Akan tetapi, pada dasarnya tetap tidak ada orang yang tahu pasti kapan harga saham akan naik atau turun, sebab mekanisme pasar tidak dapat ditebak meski sudah melakukan berbagai analisa.
Meskipun terdapat beberapa alasan mengapa saham dapat dikategorikan haram, namun ada beberapa alasan pula yang menghalalkan saham. Menurut peraturan BAPEPAM dan OJK No.II.K.1, saham diperbolehkan asal tidak melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah seperti judi, jasa keuangan ribawi, perusahaan menjual produk haram,  melakukan transaksi yang mengandung unsur suap, dan jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian. Sedangkan menurut Dewan Syariah Nasional, saham boleh asal tidak melakukan margin trading (pinjaman dengan bunga), najsy (melakukan penawaran palsu), bai al-madum atau trading, dan ihtikar (membeli dan menimbun saham untuk menyebabkan perubahan harga pada bursa atau pasar).
      Melihat perbedaan pendapat mengenai saham, penulis mencoba membuat analisis pribadi. Menurut penulis, halal haramnya saham dapat tergantung dari si pembeli itu sendiri. Jika pembeli berniat membeli saham untuk menabung atau investasi, maka saham itu sah-sah saja. Mengapa demikian? Sebab ketika pembeli membeli saham dan kemudian menyimpannya, maka itu sama saja seperti menaruh modal usaha pada suatu perusahaan. Hal ini sesuai dengan prinsip musyarakah atau juga disebut kerjasama. Investasi atau menaruh modal pada suatu perusahaan dapat memberi keuntungan bagi investor. Pertama ialah deviden. Deviden sendiri adalah laba perusahaan yang dibagikan untuk para pemegang saham atau investor. Kedua ialah kekayaan investor yang dapat terus meningkat karena nilai saham yang ia miliki terus naik. Sebagai contoh,  seorang investor memiliki saham senilai lima juta rupiah pada tahun pertama kepemilikannya. Lima tahun kemudian, kekayaannya meningkat dua kali lipat karena nilai sahamnya meningkat pula sebesar dua kali lipat. Hal tersebut merupakan sebuah keuntungan yang didapat dalam berinvestasi saham. Akan tetapi, jika pembeli berniat untuk melakukan trading maka hal itu dapat dikatakan haram. Alasannya sederhana, karena trading mengandung unsur gharar (ketidakpastian) dan spekulasi. Hal ini sangat beresiko dan dapat merugikan si pembeli itu sendiri. Sebagai contoh, seorang trader membeli sebuah saham untuk langsung dijual jika harganya naik, tetapi justru nilai saham tersebut tidak kunjung meningkat sehingga jika ia jual malah akan merugikannya. Hal ini lah yang disebut gharar, nilai saham bisa saja naik atau turun tanpa ada kepastian.
      Pada dasarnya, semua kembali kepada niat dan perilaku masyarakat. Saham dapat menjadi halal jika masyarakat menggunakannya dengan benar dan begitu sebaliknya. Islam pun sebenarnya tidak menyulitkan penganutnya, akan tetapi justru aturan ini dibuat agar umat Islam terhindar dari kerugian yang cukup besar dan menyakitkan.
      Bayangkan saja jika pembeli membeli saham untuk langsung dijual kembali namun ternyata harganya malah terus turun, rugi sekali bukan? Oleh karena itu, alangkah baiknya aturan dari Allah SWT diikuti sebab itu akan membawa kepada kebaikan.