Mohon tunggu...
Mochammad Iqbal Ruhiat
Mochammad Iqbal Ruhiat Mohon Tunggu... lainnya -

Prinsipku menemui sumbernya secara langsung. . .

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Berhadapan Dengan Kasus Senilai 196 Juta Rupiah

30 November 2011   09:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:00 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini adalah pengalamanku pertama kali sebagai mahasiswa fakultas hukum semester 5 ketika berhadapan dengan kasus nyata senilai 196 juta rupiah.

Bandung tanggal 25 november 2011 hari jumat jam 21:11
Aku dan temanku menginap di rumah saudaraku. Mereka membicarakan mengenai masalah rumah yang dibangun dengan adanya dugaan awal penipuan yang dilakukan oleh pemborong/kontraktor (selanjutnya disebut pihak ke-2). Kata mereka, pihak ke-2 ini tidak mengirimkan sisa uang 26 juta rupiah untuk pembangunan rumah milik ibu NM yang merupakan saudaraku (selanjutnya disebut pihak ke-1) kepada toko material (selanjutnya disebut pihak ke-3). Sangat seru sekali! Tetapi aku hanya mengikutinya saja sampai jam 22:30 karena sudah mengantuk. Semoga apa yang dibicarakan oleh mereka hanyalah sebuah cerita rekaan saja. Bayangkan saja, rumah saudaraku yang aku tiduri itu ternyata bermasalah secara hukum!

Bandung tanggal 26 november 2011 hari sabtu jam 06:00
Pagi ini, aku terbangun dengan cuaca yang cerah. Saya harap segala apa yang kami bicarakan malam tersebut tidak benar adanya. Kegiatanku kali ini hanyalah mendatangi open house Himpunan Mahasiswa Economic Law Club Fakultas Hukum UNPAD yang berlangsung jam sembilan pagi. Tak disangka, aku dipanggil teman-temanku untuk membantu menangani masalah beliau artinya aku menjadi konsultannya! Kaget sekali. Ternyata kasus ini memang benar adanya. te teman-temanku membicarakan kasus posisinya kepadaku:
Kasus posisi versi teman-temanku:
“Iqbal, beliau telah membayar pihak ke-2 senilai 196 juta rupiah lunas! Tetapi kenapa pihak ke-3 terus mengintimidasi beliau dengan cara mengancam melalui telepon bahwa beliau harus membayar 26 juta rupiah karena pihak ke-2 tidak membayar sisanya yaitu 26 juta rupiah! Iqbal, padahal beliau hanya meminta pihak ke-2 untuk bersedia memberikan jasa membangun rumah. Persoalan pihak ke-2 dengan pihak ke-3 itu tidak beliau persoalkan. beliau hanya membuat perjanjiannya dengan pihak ke-2 saja!” kata teman-temanku.
“Iqbal, bayangkan saja uang senilai 196 juta rupiah sudah beliau berikan kepada pihak ke-2 dengan lunas, masa harus ditagih oleh pihak ke-3! Harusnya uang senilai 26 juta rupiah untuk membangun tangga, lantai 2 dan gerbang harus sudah diberikan kepada pihak ke-3. Pantas saja, lantai 2, tangga dan gerbang kualitasnya buruk sekali! Dikemanakan uang senilai 26 juta rupiah tersebut!” kata teman-temanku dengan nada marah dan kesal.
“Iqbal, menurut masyarakat ternyata pihak ke-2 dan ke-3 ada hubungan keluarga!” tambah lagi dengan nada marah.
Ya, sangatlah wajar apabila melihat teman-temanku bisa menjadi marah karena kasus yang menimpa beliau. Aku melihat secara objektif walaupun posisiku subjektif. Akupun sangat marah. Bukan hanya karena kasus ini adalah rekaan untuk menguras dengan cara menipu kepada ibu NM, melainkan ibu NM ini sedang berduka karena ditinggal suaminya. Sungguh cara yang licik dan keji sekali yang dilakukan oleh pihak ke-2 dan ke-3! Ini adalah bentuk intimidasi yang sudah memenuhi unsur pidana.

Jam 07:30
Akupun langsung menghadap ibu NM untuk konfirmasi, apakah aku memang diperlukan baginya. Ibu pun mengiyakan. Aku pun menanyakan kasus posisinya dan brain storming dengan metode komparatif kasus posisi teman-temanku:
Kasus posisi versi ibu NM selaku pihak ke-1:
“iqbal, betul apa yang dikatakan teman-temanmu mengenai rumah ini. Tetapi perlu sedikit koreksi, sebenarnya ibu hanya memberikan pihak ke-2 senilai 170 juta rupiah saja untuk membangun rumah dengan syarat-syarat yang sudah diperjanjikan. Pokoknya lantai 2, tangga dan gerbang harus layak huni! Iqbal pun bisa lihat, lantai 2, tangga dan gerbang itu tidak layak huni. Tetapi ibu perbaiki semua dengan uang ibu. Gerbang pun harus ibu bangun sendiri senilai 10 juta rupia.” kata ibu kepadaku.
“Ya ibu, tetapi kenapa pihak ke-3 meminta uang senilai 26 juta rupiah kepada ibu?” kataku.
“Ibu tidak tahu. Padahal ibu hanya meminta pihak ke-2 saja untuk membangun rumah. Ibu tidak tahu kenapa pihak ke-3 turut campur kepada ibu.” kata ibu dengan nada sedih.
Memang sungguh kasihan saudaraku ini. Bagaikan dalam istilah “sudah terjatuh tertimpa tangga pula” apalagi ketika beliau ditinggal pergi oleh suaminya baru satu minggu ini. Sungguh keji yang dilakukan pihak ke-2 dan pihak ke-3. “Ya, ibu. Kalau begitu ini adalah bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh pihak ke-2 kepada ibu. Karena tidak melaksanakan kewajibannya membangun rumah sesuai dengan perjanjian. Ibu pun tak perlu taku dengan ancaman pihak ke-3 kepada ibu karena ibu hanya mempunyai perjanjian dengan pihak ke-2 saja. Ibu pasal-pasal ini bisa dikaji sebagai dasar hukum bahwa memang ibu secara posisi hukum adalah sangat kuat:
KUHperdata:
1320. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:
1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu hal tertentu;
4. suatu sebab yang halal.
1323. Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang mengadakan suatu perjanjian mengakibatkan batalnya perjanjian yang bersangkutan, juga bila paksaan  itu dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan dalam perjanjian yang dibuat itu.
1340. Persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Persetujuan tidak dapat merugikan pihak ketiga; persetujuan tidak dapat memberi keuntungan kepada pihak ketiga selain dalam hal yang ditentukan dalam pasal 1317.
Ibu dengan pasal-pasal ini menunjukan bahwa ibu adalah dalam posisi kuat sehingga pihak ke-3 tidak berwenang untuk turut campur. Tetapi ibu pun berwenang karena telah dirugikan oleh pihak ke-2 karena wanprestasi untut menuntut ganti rugi atau pemenuhan pembangunan sehingga sesuai dengan perjanjian sesuai dengan pasal 1267 perdata.” kataku kepada beliau.
Tetapi jawaban beliau hanya menyuruhku dengan mediasi atau pertemuan secara kekeluargaan saja terlebih dahulu. Sungguh lapang sekali hati beliau. Akupun menanyakan mengenai waktu mediasi ala Indonesia itu. Tetapi aku sedih ketika melihat raut muka beliau.
“Kenapa ibu?” tanyaku.
“Sebenarnya ibu telah meminta pihak ke-2 untuk secara kekeluargaan tetapi tidak pernah datang sama sekali. Sudah sering ibu meminta secara kekeluargaan.” jawabnya padaku.
“Ya Allah. Padahal rumah ibu dengan rumah pihak ke-2 hanya bersebelahan saja.” ungkap kekesalan hatiku.
“Iqbal coba telepon untuk meminta lagi secara kekeluargaan” pinta ibu padaku.
“Baik!” jawabku.
Akupun menelopon pihak ke-2 tetapi tidak diangkat. Dan meminta pihak ke-3 untuk datang ke rumah ibu NM. Aku telepon ke pihak ke-3 dan akupun berbicara kepada pihak ke-3 untuk meminta datang jam 09:00 pas!

Jam 08:30
Aku melihat beliau dan meyakinkan bahwa tidak boleh membayar uang 26 juta rupiah kepada pihak ke-3 karena posisi beliau sangat kuat secara hukum. Luar biasa, beliau mengucapkan terima kasih padaku dan membolehkanku, bukan malahan menyarankanku untuk pergi ke open house Economic Law Club! Hatiku hanya berkata semoga mediasi pada jam 9 pagi nanti, beliau diberikan pertolongan dari Maha Adil.
Akupun pergi karena melihat begitu tenangnya hati ibu.

Jam 16:00
Setelah selesai mengikuti open house, akupun langsung pergi menengok beliau dan menanyakan hasil mediasi.
Kecewa! Sungguh aku kecewa terhadap diriku sendiri dan sungguh kagum kepad beliau ketika beliau menjawab “Iqbal, tadi ibu sudah bayar 19 juta rupiah kepada pihak ke-3. Ya ibu tak apa-apa. Ya sudahlah biarkan.”
Kecewa! Padahal aku tahu walaupun si pihak ke-3 meminta gugatan ke pengadilan pun pasti  akan ditolak karena pasti jawabannya adalah salah alamat. Ya jelas saja, perjanjian pihak ke-1 tidak ada hubungannya sama sekali dengan pihak ke-3.
Aku. . . benar-benar kalah oleh kebaikannya pihak ke-1. Semoga Tuhan Maha Adil memberikan ganti rugi yang lebih berlipat-lipat bagi Ibu NM.
Tetapi kepada pihak ke-2 dan ke-3 jangan harap kalian main-main dan akan menimbulkan masalah lain kali. Setiap hal yang merugikan dan mengambil hak-hak orang lain akan aku tuntut ke pengadilan!

Para pembaca yang budiman, tulisanku ini bukanlah opini hukum ataupun nasihat hukum. Tetapi hanyalah berupa nasihat bahwa kita sebagai makhluk sosial harus menjalin hubungan dengan orang lain harus berdasarkan itikad baik dan dibuktikan pula dengan perbuatan yang baik. Mohon maaf kerahasaiaan identitas tidak bisa aku ungkapkan ke publik. Mohon maaf pula apabila ada yang tidak berkenan di dalam tulisanku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun