Mohon tunggu...
ias law
ias law Mohon Tunggu... -

Lawyering and Traveling

Selanjutnya

Tutup

Politik

Status Hukum terhadap Uang Negara dalam Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

29 Januari 2010   16:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:11 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Dimas Julianto *

Subjek hukum merupakan suatu status yang diberikan kepada pribadi hukum yang melakukan perbuatan hukum dengan syarat adanya kecakapan hukum (rechsbekwaamheid) dan kewenangan hukum (rechtsbevoedgheid).

Dalam KUH Perdata dua macam Subyek Hukum dalam pengertian hukum adalah:

1. Natuurlijke Persoon (natural person) yaitu manusia pribadi.

2. Rechtspersoon (legal entitiy) yaitu badan hukum.

Friedrich Carl Von Savigny dengan teori fiksi yang terdapat dalam bukunya system des hentigen romischen recht mengemukakan bahwa Badan hukum adalah suatu ciptaan fiksi dalam sebuah konstruksi yuridis belaka. Menurut Purnadi Purbacaraka dan Agus Brotosusilo, badan hukum ialah suatu badan yang memiliki harta kekayaan terlepas dari anggota-anggotanya, mempunyai kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum, mempunyai tanggung jawab dan memiliki hak-hak, serta kewajiban-kewajiban seperti yang dimiliki oleh orang pribadi. Pribadi hukum ini memiliki kekayaan tersendiri, mempunyai pengurus atau pengelola dan dapat bertindak sendiri sebagai pihak di dalam suatu perjanjian.

Menurut Prof. Meijers Prosedur pendirian badan hukum secara material harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Memiliki harta kekayan sendiri;

2. Ada tujuan tertentu;

3. Ada kepentingan sendiri;

4. Ada organsasi/ struktur yang teratur.

Sedangkan pendirian badan hukum secara formal sesuai pasal 1653 KUH Perdata, yaitu:

1. badan hukum yang diadakan oleh kekuasaan umum (Pemerintah atau Negara).

2. badan hukum yang diakui oleh kekuasaan umum.

3. badan hukum yang diperkenankan dan yang didirikan dengan tujuan tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan (badan hukum dengan konstruksi keperdataan).

Badan hukum dapat dibedakan menjadi Badan hukum publik dan badan hukum privat (perdata), dengan cara:

1. melihat prosedur pendiriannya, artinya badan hukum publik itu diadakan dengan konstruksi hukum publik yaitu didirikan oleh penguasa dengan undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya;

2. melihat lingkungan kerjanya, yaitu apakah dalam melaksanakan tugasnya badan hukum itu pada umumnya dengan publik atau melakukan perbuatan-perbuatan hukum perdata, artinya bertindak dengan kedudukan yang sama dengan publik atau tidak. Jika tidak, maka badan hukum itu merupakan badan hukum publik;

3. Mengenai wewenangnya, yaitu apakah badan hukum yang didirikan oleh penguasa itu diberi wewenang untuk membuat keputusan, ketetapan atau peraturan yang mengikat umum. Jika ada wewenang publik, maka ia adalah badan hukum publik.

Jenis-jenis badan hukum yang dikenal di Indonesia adalah Yayasan, Perseroan Terbatas, Koperasi, BUMN. Badan Hukum menjelma pula dalam bentuk bank sentral, organisasi profesi, lembaga penelitian, penerbitan, dan badan hukum pendidikan.

Salah satu jenis badan hukum yang diadakan oleh kekuasaan Negara adalah Lembaga Penjamin Simpanan ("LPS"). Hal tersebut sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (UU LPS). Pengertian badan hukum disini meliputi badan hukum publik dan badan hukum perdata. Dalam kedudukannya sebagai badan hukum publik, LPS membuat peraturan LPS yang mengikat secara umum sesuai dengan tugas dan wewenangnya pada pasal 5 dan 6 UU LPS yang diberikan melalui kewenangan delegasi dari UU. LPS dapat juga dilihat sebagai badan hukum publik di lihat dari cara pendiriannya yang berasal dari sebuah kekuasaan Negara melalui UU.

LPS merupakan badan hukum privat, dimana LPS dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam dan di luar pengadilan, hal tersebut sesuai dengan teori organ atau teori realis yang dikemukakan oleh Otto Von Geirke dalam bukunya Das Deutsche Genossnchtsrecht (1873), dimana badan hukum itu bukan khayalan, melainkan kenyataan yang ada seperti halnya manusia, yang mempunyai perlengkapan, selaras dengan anggota badan manusia, karena badan hukum didalam melakukan perbuatan hukum juga dengan perantaraan alat perlengkapannya, seperti pengurus, komisaris, dan rapat anggota. Ketentuan LPS untuk dapat bertindak keluar diimplementasikan dalam Pasal 70 UU LPS yang menyebutkan bahwa Dewan Komisioner berwenang mewakili LPS di dalam dan di luar pengadilan.

LPS dapat juga disebutkan sebagai Badan Hukum Perdata dilihat dari kekayaan pribadi yang dimilikinya. Sesuai dengan Teori harta kekayaan bertujuan oleh A. Brinz dalam bukunya Lehrbuch der Pandecten (1883) yang mengatakan: "only human beings can be considered correctly as ‘person'. The law, however, protects purpose other than those concerning the interest of human beings. The property ‘owned' by corporations does not ‘belong' to anybody. But it may considered as belonging for certain purposes and the device of the corporation is used to protect those purpose". sehingga dapat dijelaskan teori harta kekayaan bertujuan ini melihat bahwa pemisahan kekayaan badan hukum dengan kekayaan anggotanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Harta kekayaan ini menjadi milik dari perkumpulan yang bersangkutan, yang menyebabkan perkumpulan ini menjadi subjek hukum. Implementasi tentang teori pemisahan harta kekayaan dalam badan hukum ini dasarnya terdapat dalam pasal 1618, 1640, 1641 KUH Perdata dan secara tegas dinyatakan dalam pasal 81 UU LPS.

Terkait dengan adanya uang Negara yang menjadi modal pendirian LPS, bahwa hal tersebut tidak dapat dikatakan lagi sebagai uang milik Negara, karena setiap modal yang telah disetorkan kepada badan hukum, menjadi kekayaan pribadi badan hukum itu sendiri. Begitu juga dengan LPS, walaupun LPS dibentuk berdasarkan UU dan terdapat modal pendiran dari uang Negara, tetapi hal tersebut tidak dapat lagi dikatakan sebagai uang milik Negara, karena modal itu sudah berubah menjadi modal LPS secara hukum, karena LPSmerupakan suatu badan hukum privat yang berarti independen dalam pengelolaan asetnya. Hal tersebut diatur secara tegas dalam penjelasan pasal 81 ayat (1) UU LPS yang menyebutkan Modal LPS berasal dari aset negara yang dipisahkan dan tidak terbagi dalam bentuk saham.

Secara filosofis harta bersama antara uang Negara dan bank kedalam modal LPS yang menjadi kekayaan pribadi LPS sesuai Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 2005 dimana adanya modal awal kepesertaan dari Negara dan bank dapat dilihat melalui Teori pemilikan bersama oleh Marcel Plainol yang dikemukakan dalam bukunya Traite Elemenaire de Droit Civil (1928), bahwa badan hukum tidak lain merupakan perkumpulan manusia yang mempunyai hak dan kewajiban masing-masing. Itulah yang menyebabkan hak dan kewajiban-kewajiban badan hukum tersebut pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban anggota secara bersama-sama

Secara filosofis perubahan uang Negara kedalam modal LPS yang menjadi kekayaan terpisah diantara modal pendiri dan modal badan hukum itu sendiri dapat dilihat melalui teori Adam Smith, seorang guru besar filsafat moral di Universitas of Glasgow, sebagai bapak ilmu ekonomi modern yang membagi keadilan atas keadilan komutatif dan keadilan distributif. Prinsip keadilan komutatif yaitu keadilan yang berhubungan dengan persamaan yang diterima oleh setiap orang tanpa melihat jasa seseorang. Tidak merugikan dan melukai orang lain baik sebagai manusia, anggota keluarga atau anggota masyarakat baik menyangkut pribadinya, miliknya atau reputasinya (No Harm) dan juga atau tidak ikut campur dengan prinsip perdagangan yang adil dalam kehidupan ekonomi (no intervention). Dan didalam prinsip keadilan distributif dikatakan bahwa manusia secara kodrati mempunyai rasa setia kawan yang kuat yang tidak begitu saja membiarkan sesamanya hidup menderita. Oleh karena itu usaha apapun untuk menjamin suatu kehidupan yang layak bagi mereka yang secara obyektif tidak beruntung akan sangat diterima sebagai hal yang sah dan adil. Keadilan distributif ialah keadilan yang berhubungan dengan jasa, kemakmuran, atau keberadaan menurut kerja, kemampuan, dan kondisi atau keberadaan seseorang. Dengan demikian modal yang sudah disetor kedalam badan hukum menjadi harta bersama dari para pendirinya dalam badan hukum itu sendiri. Perubahan status modal itu beralih statusnya menjadi kepunyaan pribadi badan hukum ketika negara sebagai badan hukum publik melalui "kontrak" dalam UU LPS dan PP No. 32 Tahun 2005

Proudhon, Ahli Hukum Prancis menjelaskan bahwa Kekayaan atau hak kepunyaan publik tidak diatur dalam hukum yang mengatur kepunyaan perdata. Hak kepunyaan publik negara dikuasai oleh negara dan dilakukan pengawasan oleh alat Negara. Hak kepunyaan perdata biasa yang tunduk pada peraturan perdata tidak dapat dapat diklasifikasikan sebagai kepunyaan atau dikuasai negara, apalagi diklasifikasikan sebagai milik Negara.

Sehingga secara filosofis harus diyakini bahwa uang Negara dalam suatu badan hukum tidak dapat dilihat lagi sebagai uang milik Negara namun sebagai kekayaan pribadi badan hukum itu sendiri, karena badan hukum merupakan subjek hukum mandiri. Badan hukum publik tidak dapat disamakan dengan organ pemerintahan dilihat dari harta kekayaannya, walaupun persamaan sifatnya yaitu menjalankan fungsi administrasi pemerintahan. Sesuai yang disebutkan oleh Hans Kelsen bahwa Negara yang sudah menjelma sebagai subjek hukum privat memiliki norma yang sama berlaku bagi orang perseorangan dalam lapangan hukum privat.

* Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2009)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun