dan malam ini,
aku tak menemukanmu di sini
pada ayunan ombak Losari
pada tatapan bulan yang mulai sayu
pada awan yang belum juga menanggalkan angkuhnya
pada lampu-lampu kota yang beragam warna
pada satu sudut Kota Daeng yang belum juga terpulas
aku tak sempat memberimu senyum pada duka
yang melekat di tepian pantai
dibelai angin sepoi pilu
deru kendaraan mendebur debu lantakkan sepi
jantung Kota Daeng yang haus
dan malam ini,
di tepi jalan itu kulihat kau meratap
pada sebotol kaleng bekas yang telah terinjak
pada sobekan koran yang berisikan berita tentangmu
pada setiap puntung rokok yang mematuk wajahmu
pada secerca makna yang terkoyak malam
pada tiap dinding Kota Daeng yang bisu
mereka tak memberimu segelas teh hangat
untuk kau minum
dan kutahu kau pasti menginginkannya
mereka tak pernah menyeka air matamu
yang sebentar lagi kering seperti kemarin
saat kau masih dimanjakan untuk keserakahan mereka
dan malam ini,
di setiap sudut jalan Kota Daeng yang kulalui
aku sendiri tak sempat mendoakanmu
meminta pada Tuhan menurunkan hujan
membasahimu agar kau teduh
sebab kini kematian sedang mengintai di muara sana
pada kemarau panjang yang bersarang di hatiku
kota Daeng malam ini meringis pilu
keelokannya tak lagi seperti kemarin
terenggut oleh ketamakan mereka yang jadi wali
Muhajirin, Januari 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H