Mohon tunggu...
Hardian Mursito
Hardian Mursito Mohon Tunggu... Guru - guru

hardian mursito, hobi : menyenangkan orang lain; topik : Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Management by Objective sebagai Indikator Keberhasilan Implemetasi Total Quality Management (TQM)

21 November 2014   07:15 Diperbarui: 4 April 2017   17:48 2190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Management by Objective sebagai Indikator Keberhasilan Implemetasi Total Quality Management (TQM)

Hardian Mursito

A.Latar Belakang

Kualitas atau mutu merupakan hal penting dalam kehidupan apalagi disaat sekarang ini dimana kita menghadapi era globalisasi dan banyak pesaing. Mutu yang baik bagi seorang ibu rumah tangga adalah mencari cara bagaimana membuat masakan bergizi untuk anak-anaknya agar cerdas dan berguna kelak, bagi seorang Ayah bagaimana mencari nafkah agar kebutuhan hidup terpenuhi dengan baik, mutu yang baik bagi sekolah atau perguruan tinggi adalah bagaimana mendidik pelajar agar siap menghadapi dunia kerja atau siap berwirausaha, dan sebagainya.

Pada era persaingan pasar global dewasa ini, tuntutan konsumen atas peningkatan kualitas produk serta jasa bertambah dan semakin kompetitif sehingga terjadipeningkatan penawaran produk dan jasa dengan harga yang lebih bersaing serta biaya tenaga kerja rendah seperti yang terjadi pada negara-negara di kawasan timur, seperti China, Vietnam, dan India.

Satu hal yang sangat berarti dalam meningkatkan kinerja menghadapi tantangan persaingan tersebut, yaitu melalui perbaikan berkelanjutan pada aktivitas bisnis yang terfokus pada konsumen, dengan kualitas dan pengelolaannya dan dikaitkan dengan perbaikan berkelanjutan dilakukan oleh banyak perusahaan agar dapat mendorong peningkatan pasar untuk memenangkan persaingan. Perusahaan yang tidak mengelola perubahan tersebut akan jauh tertinggal, sementara itu makin banyak perusahaan yang mengalami kemajuan yang sangat pesat.

Salah satu cara yang bisa ditempuh oleh perusahaan sejalan dengan pergeseran paradigma organisasi dari ‘market oriented’ ke ‘resources oriented’, adalah dengan membenahi sumber daya yang dimilikinya agar bisa bertahan dalam persaingan jangka panjang dan salah satu cara yang tepat adalah dengan mengimplementasikan Total Quality Management (Muluk, 2003: 3).

Pada dasarnya Manajemen Kualitas(Quality Management)atau sering disebut juga sebagai Manajemen Kualitas Total(Total Quality Management = TQM) di definisikan sebagai suatu cara meningkatkan kinerja secara terus menerus (continuously performance improvement) pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, menggunakan semua sumber daya (manusia, modal, waktu, energi, informasi, dll) yang tersedia. (Gaspersz, 2013: 1). Sehingga hasil upaya-upaya tersebut menjadikan organisasi mampu merespon permintaan pasar atas kualitas produk, jasa dan proses yang telah dikembangkan secara meluas selama dua dekade terakhir.

Model implementasi TQM berasal dari negara Amerika Serikat (Western society)

banyak dikembangkan di negara-negara maju yang harus disesuaikan jika diimplementasikan di negara lain, karena perbedaan struktur sosial, ekonomi, dan pandangan hidup khususnya nilai-nilai budaya. Individu yang berasal dari negara yang berbeda mempunyai perbedaan nilai-nilai, keyakinan, dan sikap yang dipengaruhi oleh latar belakang budaya. Sedangkan hingga saat ini hanya sedikit literatur tentang implementasi TQM di negara-negara Asia atau negara-negara berkembang yang memadai sehingga belum dapat membuktikan apakah TQM yang bekerja baik bagi perusahaan di suatu negara akan juga bekerja baik di negara lain.

Persaingan dan perubahan yang menantang juga telah memacu dunia industri di Indonesia untuk bisa beradaptasi dengan mengembangkan program-program yang dapat meningkatkan kompetensi mereka, sehingga mampu bersaing dengan efektif, membaur dengan budaya lokal sebagai kekuatan energi tambahan untuk menguasai pasar global.

Untuk memastikan semua proses diatas berjalan baik dan sesuai dengan tujuan organisasi, perusahaan menerapkan suatu kebijakan manajemen strategi yang disebut dengan Management by Objective (MBO) dimana pengetahuan implisit/ intuisi ataupun eksplisit/ rasional harus sedimikian rupa disusun dan dikuasai dengan dukungan keberadaan struktur, ketersediaan proses, dan cakupan luaran yang relevan. Dalam hal ini penetapan MBO merupakan piranti manajemen untuk mengetahui kemampuan dalam mengintegrasikan semual alat fungsional manajemen berjalan dengan baik.

Melalui piranti MBO perusahaan akan berusaha meyakinkan semua bagian dapat membaur menjadi satu untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang muncul, mendiskusikan akar penyebab masalah dan mencari solusi penyelesaian tanpa menimbulkan permasalahan baru pada salah satu bagian tertentu. Dengan dasar itulah MBO sebagai piranti sangat penting keberadaannya dalam membentuk budaya menyelesaikan masalah dengan melibatkan semua aspek organisasi/ problem solving together sehingga visi dan misi organisasi dapat terwujud.

PT Panasonic Healtcare Indonesia berdiri pada tanggal 11 April 2011 dan telah memperoleh sertifikat Sistem Manajemen Mutu Standar ISO 9001;2008 pada 1 Januari 2013.

Sistem Manajemen Mutu di PT. Panasonic Healthcare Indonesia diterapkan sejak awal proses produksi, yaitu: penentuan supplier, seleksi yang ketat terhadap bahan baku dan bahan penolong, dan proses monitoring pada setiap tahapan produksi sampai proses akhir produksi. Perusahaan mengutamakan kepuasan konsumen dengan memproduksi alat-alat kesehatan berkualitas tinggi dengan standar internasional, hal ini terbukti dengan masih seratus prosen (100%) produksi yang dihasilkan untuk pemenuhan pasar global (ekspor). Selain hal tersebut diatas PT Panasonic Healthcare Indonesia juga menerapkan Safety Environmental Policy yang ketat dengan tujuan untuk mencegah pencemaran udara, air, maupun tanah sesuai dengan ambang batas kesehatan lingkungan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Supaya dapat diterima dengan baik oleh konsumen dan pasar global secara keseluruhan serta penguasaan pangsa pasar dominan (market leader) perusahaan menetapkan kebijakan sebagai berikut:

1. Kebijakan Mutu Perusahaan

a.Mencapai Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction)

b.Kepatuhan terhadap Peraturan (Regulatory Compliance)

Dengan sasaran utama; mematuhi peraturan (Regulatory), membuat produk yang bermutu tinggi dan aman (Quality and safety), pengurangan biaya (Cost) dan mengirim produk tepat waktu (Delivery).

2.Kebijakan Mutu Tahun Fiskal 2013

a.Kebijakan; Mempertahankan manufaktur unggul untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan mematuhi peraturan.

b.Slogan; Membentuk CSS image (Compliant & Secured Safety System)

c.Target;

·Sistem Mutu : Mempertahankan sertigfikasi sistem ISO;9001 dan mematuhi persyaratan peraturan dan pelanggan

·Mutu pasar yang; “0” pelanggaran peraturan, “0” masalah safety, “0” perbaikan ulang di pasar, “0” masalah epidemik, “0” masalah ROHS

·Mutu parts dan proses; menurunkan kerusakan 30%

·Kerugian biaya; menurunkan kerugian 20%

·Pengiriman; 100% tepat waktu

Kebijakan mutu yang diterapkan oleh perusahaan terbukti menjadikan perusahaan tetap bertahan/ survive dalam memenuhi permintaan konsumen dari waktu ke waktu. Perusahaan menetapkan pola kebijakan Management by Objective sebagai landasan berpikir manajemen strategik untuk mencapai tujuan organisasi.

Atas dasar perbedaan teori maupun temuan hasil penelitian tentang implementasi TQM dan masih terbatasnya penelitian tentang implementasi TQM di negara berkembang jika dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap kepercayaan pelanggan, maka peneliti tertarik untuk meneliti pola pengembangan manajemen dalam upayanya mengimplementasikan TQM yang pada akhirnya dapat meningkatkan daya saing dan peningkatan sumber daya manusia, dengan judul penelitian: Management by Objective sebagai Indikator Keberhasilan Implemetasi Total Quality Management (TQM)

B.Pembahasan

Kualitas

Secara klasik kualitas memiliki arti berfokus pada aktifitas yang mengandalkan strategi pendeteksian (strategy of detection) untuk mencegah lolosnya produk cacat ke tangan pelanggan, tidak memberikan kontribusi pada peningkatan mutu.

Kualitas menurut pengertian modern berorientasi pada strategi pencegahan (strategy of prevention) sebelum terjadinya kerusakan dengan jalan melaksanakan aktivitas dengan baik dan benar pada saat pertama kali mulai melakukan suatu aktivitas, diusahakan meningkatkan mutu dan mampu mengurangi biaya produksi.

Dari segi linguistik kualitas berasal dari bahasa latin qualis yang berarti ‘sebagaimana kenyataannya’.

Menurut Feigenbaum kualitas adalah gabungan keseluruhan karakteristik produk atau jasa dari bagian pemasaran, produksi, rekayasa, dan pemeliharaan yang membuat produk atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan harapan pelanggan (dalam Tunggal, 2013:331).

Menurut Juran (dalam Tunggal, 2013:332), produk bermutu bila memiliki kemampuan memenuhi kepuasan konsumen. Kemampuan ini dilihat dari 5 dimensi :

·Produk harus dapat digunakan sesuai keinginan pengguna

·Dapat diandalkan

·Mudah diperbaiki

·Mudah dipelihara/dirawat

·Mudah digunakan/sederhana

Jack Welch (Corporate CEO General Electric) (dalam Gaspersz, 2012: 258) menyatakan bahwa:

“Kita ingin mengubah GE melalui tidak hanya menjadi lebih baik dari pada pesaing-pesaing GE, tetapi melalui mengutamakan kualitas dan meningkatkan kinerja kualitas GE ke tingkat yang lebih tinggi dari pada semua pesaing GE.”

Beberapa pakar kualitas mengakui dampak positif implementasi TQM, diantaranya menurut Hardjosoedarmo (2004:5) TQM merupakan pendekatan yang seharusnya dilakukan organisasi masa kini untuk memperbaiki kualitas produknya, menekan biaya produksi dan meningkatkan produktivitasnya.

Implementasi TQM juga berdampak positif terhadap biaya produksi dan terhadap pendapatan (Gaspersz, 2005:3).

Secara empiris Implementasi TQM juga diakui sangat berarti dalam menciptakan

keunggulan perusahaan di seluruh dunia. Beberapa penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa implemetasi TQM secara efektif berpengaruh positif terhadap:

aktivitas dan motivasi kerja karyawan, dapat meningkatkan kepuasan karyawan, pengurangan biaya dan meningkatkan kinerja bisnis, kinerja manajerial dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (Tunggal, 2013:379 ).

Beberapa pakar berpendapat bahwa keberhasilan maupun kegagalan implementasi TQM tersebut sebagian besar dipengaruhi oleh faktor budaya (Parncharoen dan dkk, 2005:597), karena TQM pada hakekatnya adalah program perubahan organisasi yang memerlukan transformasi budaya organisasi, proses, dan keyakinan (Parncharoen dan dkk, 2005:12).

TQM dapat berhasil diimplementasikan dan diinstitusionalisasikan, dibutuhkan perubahan-perubahan dalam manejemen sumber daya manusia. Praktek-praktek manajemen sumber daya manusia tidak bebas sendiri, tetapi terkait dengan paket TQM dan harus selaras dengan perubahan-perubahan proses. Perubahan dibutuhkan dalam hal seleksi karyawan, pelatihan dan pengembangan, penilaian kinerja, serta penetapan balas jasa dan penghargaan kepada karyawan. (Gaspersz, 2013:75)

Selain hal tersebut diatas, dalam situasi persaingan yang semakin ketat seperti saat ini dan di masa yang akan datang, suatu organisasi sangat membutuhkan keunggulan dalam bersaing salah satunya adalah keunggulan SDM. (Sefudin et.al, 2012:7)

Prinsip fokus pelanggan merupakan keterkaitan antara implementasi TQM dan pengaruhnya terhadap pelanggan dikemukakan oleh Gaspersz (2013:8), bahwa implementasi TQM dapat meningkatkan loyalitas pelanggan dan efektifitas penggunaan sumber-sumber daya organisasi menuju peningkatan kepuasan pelanggan.

Dalam kenyataannya kualitas adalah konsep yang cukup sulit untuk dipahami dan disepakati. Dewasa ini kata kualitas mempunyai beragam interpretasi, tidak dapat didefinisikan secara tunggal, dan sangat tergantung pada konteksnya.

Pandangan Shewart’s tentang kualitas (Yuri dan Nurchayo, 2013:15) ukuran kualitas ialah sebuah hitungan yang mungkin bernilai numerik yang berbeda-beda. Dengan kata lain, ukuran kualitas tersedia meski tidak berhubungan dengan definisi kualitas.

Dale (2003:12-20), menyimpulkan beberapa hasil survey yang terfokus pada persepsi arti pentingnya kualitas produk dan jasa, diantaranya: persepsi publik atas kualitas produk dan jasa yang semakin luas, meningkatnya pandangan dan peran manajemen puncak, kualitas tidak dapat dinegosiasikan (quality is not negotiable), kualitas meliputi semua hal (quality is all-pervasive), kualitas meningkatkan produktivitas, kualitas mempengaruhi kinerja yang lebih baik pada pasar, kualitas berarti meningkatkan kinerja bisnis, Biaya non kualitas yang tinggi, konsumen adalah raja, kualitas adalah pandangan hidup (way of life).

Sedangkan Render dan Herizer (2004:93-96) berpendapat bahwa kualitas terutama mempengaruhi perusahaan dalam empat hal, yaitu:

a.Reputasi perusahaan: reputasi perusahaan mengikuti reputasi kualitas yang dihasilkan. Kualitas akan muncul bersamaan dengan persepsi mengenai produk baru perusahaan, praktek-praktek penanganan pegawai, dan hubungannya dengan pemasok.

b.Biaya dan pangsa pasar: kualitas yang ditingkatkan dapat mengarah kepada peningkatan pangsa pasar dan penghematan biaya, keduanya juga dapat mempengaruhi profitabilitas.

Gambar 2.1 : Gambar kualitas memperbaiki kemampuan meraih laba

Hasil yang diperoleh dari pasar

·Perbaikan Reputasi

·Peningkatan Volume

·Peningkatan Harga

Perbaikan kualitasPeningkatan Laba

Hasil yang diperoleh dari pasar

·Perbaikan Reputasi

·Peningkatan Volume

·Peningkatan Harga

Sumber ; Render dan Heizer (2004;94)

c. Pertanggungjawaban produk: organisasi memiliki tanggung jawab yang besar atas segala akibat pemakaian barang maupun jasa.

d.Implikasi internasional: dalam era teknologi, kualitas merupakan perhatian operasional dan internasional. Agar perusahaan dan negara dapat bersaing secara efektif dalam perekonomian global, produknya harus memenuhi kualitas dan harga yang diinginkan.

Produk yang diinginkan konsumen dan memenuhi kualitas yang mereka harapkan adalah ketika semua unsur pengembangan produk diterapkan secara maksimal. Tim inti product development (bagian marketing/pemasaran, desain, dan teknik) harus duduk bersama dan memikirkan semua aspek kualitas produk yang akan dikembangkan. Aspek kualitas menurut Garvin (dalam Nuri dan Nurcahyo, 2013:20) meliputi :

·Performance: kesesuaian produk dengan fungsi utama produk itu sendiri

·Feature: ciri khas produk yang membedakan dari produk lain

·Reliability: kepercayaan pelanggan terhadap produk karena keandalanya atau karena kemungkinan kerusakan yang rendah.

·Conformance: kesesuain produk dengan syarat, ukuran, karakteristik desain, dan operasi yang ditetapkan.

·Durability: tingkat ketahanan/keawetan produk atau lama umur produk

·Serviceability: kemudahan perbaikan atau ketersediaan komponen produk

·Aesthetic: keindahan atau daya tarik produk

·Perception: fanatisme konsumen akan merek produk tertentu karena citra atau reputasinya.

Konsep kualitas dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap kebutuhannya. Selera konsumen terhadap barang selalu berubah dan cenderung meningkat. Hal ini tentu mempengaruhi ekspetasi konsumen terhadap produk yang menjadi kebutuhannya, sehingga kualitas sering diartikan sebagai kepuasan pelanggan (costumer satisfaction), atau kesesuaian terhadap kebutuhan (conformance to the requirements)

Gambar : Ilustrasi Change of Customer Needs

1st. Price,

2nd. Quality

3rd. Quality and price

Sumber ; Yuri dan Nurcahyo (2013;13)

“Quality is a customer, not an engineer’s determination, not a marketing determination, or a general menegement determination. It is based upon the customer’s actual experience with the product or service, measured against his/her requirements – stated or unstated, conscious or merely sensed – and always represents a moving target.” (Arman V. Feigenbaum)

2. Evolusi Total Quality Manajement

Diawali dari aktivitas inspeksi yang sederhana, kemudian dilengkapi dengan pengendalian kualitas, dan yang mutakhir adalah jaminan kualitas dikembangkan dan disempurnakan. Dewasa ini beberapa organisasi menggunakan proses perbaikan berkelanjutan menyeluruh yang dikenal dengan Total Quality Management atau sering disebut sebagai Manajemen Kualitas Total.

Pendekatan terhadap kualitas ber-evolusi melalui rangkaian penyempurnaan bertahap yang melintasi abad terakhir. (Yuri dan Nurcahyo, 2013:14) membedakan tahapan evolusi manajemen kualitas tersebut berdasarkan pada :

1.Era Permulaan Revolusi Industri

Pada masa ini, jumlah produsen jauh lebih sedikit dibanding dengan permintaan pasar, produsen memasok produk tanpa memperdulikan aspek kualitas.

2.Era Inspeksi

Pada masa ini produsen sudah mulai berkompetisi, para pemasok mulai melakukan inspeksi untuk memisahkan produk yang rusak dari yang bagus.

3.Era Kualitas Statistik

Walter A Stewart memberikan pijakan qualitas melalui penerbitan bukunya “Economic Control of Quality of Manufactured Product”

4.Era Penjaminan Kualitas

Pada masa ini koordinasi dengan bidang lainnya, seperti desai teknik, perencanaan dan aktivitas pelayanan, juga menjadi pentinguntuk kualitas.

5.Era Penjaminan Kualitas Terpadu (Total Quality Management, TQM)

Era ini masih terus berkembang sampai saat ini, “continous improvement” merupakan tema utamanya. Dengan pemahaman bahwa persyaratan konsumen merupakan sasaran yang selalu bergerak, sejalan dengan bertambahnya pengalaman dan pengetahuan konsumen. Pengalaman dan pengetahuan konsumen secara bersamaan akan membentuk persepsi konsumen tertentu, yang disebut dengan “customer mindset.”

Sedangkan Britihs and International Standars membagi evolusi TQM menjadi empat tahapan (Dale, 2003:21), yaitu:

a. Inspeksi (inspection): evaluasi konfirmasi melalui observasi dan penilaian atas hasil pengukuran, pengujian, atau pendugaan.

b.Pengendalian kualitas (quality control): bagian dari manajemen kualitas yang terfokus pada pemenuhan standart kualitas .

c. Jaminan kualitas (quality assurance): bagian dari manajemen kualitas yang terfokus pada penyajian kepercayaan bahwa tolok ukur kualitas akan selalu terpenuhi.

d. Manajemen mutu terpadu (total quality management): melibatkan aplikasi prinsip-prinsip manajemen kualitas pada semua aspek.

Implementasi Total Quality Management

Beberapa pakar kualitas telah mengemukakan cara mengimplementasikan TQM berdasarkan pendekatan yang berbeda.

Pendekatan lainnya adalah secara inkremental dilakukan oleh perusahaan yang membangun kualitas secara gradual dan bertahap. Sebagian besar implementasi TQM dewasa ini dilakukan secara inkremental karena pada hakekatnya merupakan pendekatan prosesmenuju perubahan budaya kualitas.

Keberhasilan TQM tergantung pada kontribusi sumber daya manusia. langkah pertama dari implementasi TQM adalah membentuk tim kerjasama untuk bertindak sebagai kekuatan pendorong dari proses implementasi. (Gaspersz, 2013;75)

Secara garis besar proses implementasi TQM mencakup:

1. Manajemen puncak harus menjadikan TQM sebagai prioritas utama organisasi, visi yang jelas dan dapat dicapai, menyusun tujuan yang agresif bagi organisasi dan setiap unit, dan terpenting menunjukkan komitmen terhadap TQM melalui aktivitas mereka.

2. Budaya organisasi harus diubah sehingga setiap orang dan setiap proses menyertakan konsep TQM. Organisasi harus diubah paradigmanya, fokus pada konsumen, segala sesuatu yang dikerjakan diselaraskan untuk memenuhi harapan konsumen.

3. Kelompok kecil dikembangkan pada keseluruhan organisasi untuk memahami kualitas, identifikasi keinginan konsumen, dan mengukur kemajuan dan kualitas. Masing-masing kelompok bertanggung jawab untuk mencapai tujuan mereka sebagai bagian dari tujuan organisasi keseluruhan.

4. Perubahan dan perbaikan berkelanjutan harus diimplementasikan, dipantau, dan disesuaikan atas dasar hasil analisis pengukuran.

Tahap awal dalam TQM implementasi adalah menilai keadaan organisasi yang ada. Jika organisasi terbukti mempunyai kepekaan efektif terhadap lingkungan dan mampu mensukseskan perubahan sebelumnya, TQM akan mudah diimplementasikan. Sebaliknya jika kenyataan yang ada tidak mendukung kondisi awal yang diperlukan, Implementasi TQM ditunda dan organisasasi harus ‘disehatkan’ sebelum mengawali TQM.

Berlandaskan prinsip-prinsip dan prakondisi yang tepat, tahapan implementasi berikutnya adalah menggunakan kepemimpinan (visionary leadership) untuk mencapai visi masa depan organisasi dan bagaimana memasukan program TQM yang tepat, mendisain proses perubahan yang komprehensif, implementasi TQM dan kaitannya dengan sistem baru, dan legalitas kelembagaan.

Kepemimpinan adalah elemen kunci keberhasilan implementasi dalam skala yang besar: pemimpin menunjukkan kebutuhan dan menyusun visi, mendefinisikan latar belakang, tujuan, dan parameter TQM. Pemimpin mempunyai perspektif jangka panjang dan harus mampu memotivasi bawahan tertuju pada proses selama tahap awal jika ada penolakan dan hambatan. Hal tersebut diperlukan dalam menegakkan budaya oganisasi yang dilengkapi dengan TQM, memelihara dan memperkuat peningkatan kualitas berkelanjutan.

Dalam mendisain proses perubahan komprehensif, pemimpin harus mengetahui budaya organisasi yang ada (norma-norma, nilai-nilai, filosofi, dan gaya kepemimpinan manajer pada semua level) untuk menjamin ketepatan implementasi TQM.

Implementasi TQM secara esensial melibatkan tranformasi organisasi:

diawali dari operasi dengan cara baru, mengembangkan budaya baru, juga melibatkan desain ulang sistem-sistem yang lain.

Konsisten dengan perspektif sistem, sistem alokasi anggaran dan sumberdaya perlu diarahkan sesuai dengan budaya TQM: TQM pada hakekatnya adalah sistem manajemen sumberdaya manusia: pekerjaan mungkin didisain ulang sebagai implementasi kelompok kerja yang mandiri; penilaian kinerja dan sistem kompensasi mungkin diubah menjadi imbalan berdasarkan kinerja kelompok; dan pelatihan bagi manajer, penyelia, dan karyawan sangat diperlukan. Terakhir, perhatian sepenuhnya diperlukan pada berbagai kegiatan dengan menggunakan umpan balik dari konsumen.

Selanjutnya menurut Beckhard dan Pritchard (dalam Hashmi 2003: 6-7),tahapan dasar dalam mengelola transisi menuju sistem baru TQM adalah:

1. Identifikasi tugas yang akan dikerjakan meliputi studi kondisi yang ada, menilai kesiapan, menentukan model yang diinginkan, dan menilai penanggung jawab dan sumberdaya. Tahapan ini menjadi tanggung jawab manajemen puncak.

2. Menyusun struktur manajemen yang diperlukan juga merupakan tanggung jawab manajemen puncak. Organisasi membentuk steering commite untuk mengawasi implementasi TQM.

3. Mengembangkan strategi untuk membangun komitmen, sebagaimana telah dibahas pada arti pentingnya kepemimpinan dalam TQM.

4. Mendisain mekanisme untuk mengkomunikasikan perubahan. Pertemuan semua staf khusus perlu dilakukan oleh eksekutif, perlu didisain waktu dialog dan penyampaian masukan, dapat menggunakan proses pencanangan (kick off) dan buletin TQM mungkin merupakan alat komunikasi yang efektif untuk memelihara kesadaran karyawan terhadap implementasi TQM.

5. Mengelola sumberdaya bagi upaya perubahan adalah penting bagi TQM. Konsultan luar dilibatkan dalam menentukan kebutuhn pelatihan, mendisain staf dan sistem TQM. Karyawan harus terlibat aktif dalam implementasi TQM. Setelah memperoleh pelatihan mengelola perubahan, mereka dapat meneruskan kepada karyawan yang lain.

Beberapa kunci keberhasilan implementasi TQM pada level mikro yang telah diidentifikasi oleh the US Federal Quality Institute adalah:

1. Dukungan manajemen puncak diperlukan dan direpresentasikan sebagai bagian perencanaan strategis TQM.

2. Fokus pada konsumen merupakan prakondisi terpenting, karena TQM menyangkut peningkatan kualitas atas tuntutan konsumen.

3. Karyawan atau kelompoknya harus dilibatkan sejak awal, khususnya dalam hal pelatihan dan pengakuan eksistensi karyawan, dan isu-isu pemberdayaan karyawan dan kelompok kerja. Perhatian pada isu-isu tersebut penting dalam perubahan budaya organisasi yang mengarah pada kelompok kerja, serta fokus pada konsumen dan kualitas

4. Pengukuran dan analisis proses dan produk, serta jaminan kualitas adalah elemen terakhir yang perlu mendapat perhatian.

Sedangkan menurut pendapat Padhi (2004:1-3), Untuk mensukseskan Implementasi TQM, suatu organisasi harus terkosentrasi pada delapan elemen kunci. Elemen-elemen tersebut terbagi ke dalam empat kelompok berdasarkan fungsinya, yaitu: (1) Pondasi: etika, integritas, dan kepercayaan. (2) Dinding: pelatihan, kelompok kerja, dan kepemimpinan. (3) Pengikat dan penguat: komunikasi, dan (4) Atap: pengakuan.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun