Mohon tunggu...
Ahong
Ahong Mohon Tunggu... -

?

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ironi Pementasah Sendratari Ariah di Jakarta

1 Juli 2013   02:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:11 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Cerita dari tarian Ariah terasa begitu menohok bagi saya karena dipertontonkan di depan publik Jakarta. Drama musical dari kisah sejarah betawi ini terdengar begitu ironis dengan stereotipe masyarakat Jakarta sekarang. Stereotipe menjadi sesuatu yang perlu dibahas karena lebih dari sekedar cap saja. Stereotipe ini berakar dari pengalaman-pengalaman dan tindakan generalisir berlebihan atas gejala budaya.

Drama tari Ariah menceritakan gadis miskin yang menjadi tambatan hati tiga pria. Pria pertama, seorang tuan tanah, memiliki posisi kuat karena keluarga Ariah menumpang di tanahnya. Pria kedua, seorang pria hidung belang kaya Oey Tambahsia yang “hartanya tidak habis dimakan tujuh turunan”. Pria dengan banyak istri ini mampu membayar centeng tangguh untuk menyeret Ariah. Pria ketiga adalah jawara lokal. Apesnya, Ariah menyukai jawara ini dan menolak kehidupan dengan harta mapan bersama dua pria.

Ariah digambarkan sebagai tokoh yang membela martabatnya hingga mati. Ia menolak menjadi perempuan pemuas nafsu lelaki kaya meskipun dengan imbalan harta dan kemapanan. Demi membela prinsip ini, ia menggunakan silat yang ia pelajari dengan singkat dari Juki untuk melawan centeng Oey Tambahsia. Tentu saja ia kalah. Ariah memilih mati membawa martabatnya. Aria ditokohka sebagai perempuan yang keras. Ia rela berpeluh belajar silat demi membela diri dan tentu martabatnya.

Bagaimana dengan fenomena sejumlah perempuan Jakarta atau yang tinggal di Jakarta sekarang? Mungkin perlu penelitian lebih lanjut untuk memastikan kisaran persentase kecenderungan ini. Saya kira ada cukup banyak perempuan Jakarta yang, ketika menjadi Ariah, akan lebih memilih menikah dengan orang kaya dan menjadi mapan. Bagaimana dengan martabat? Mereka yakin masyarakat sekarang materialistis dan memandang martabat berdasarkan harta dan jabatan. Teman saya yang bekerja di bank swasta pernah menceritakan, rekan sejawatnya yang perempuan mengeluh karena masih jomblo. Perempuan ini jelas berharap mendapat pria kaya dan ia bahkan rela menjadi perempuan simpanan asalkan mendapat jaminan harta. Ini jelas mengingatkan pada perempuan-perempuan terdakwa koruptor seperti Djoko Susilo, Fathanah dan Lufi Hassan Ishaq. Perempuan-perempuan ini keraplagi dikandangkan dalam apartemen-apartemen di Jakarta. Apakah perempuan ini, seperti Ariah, rela berpeluh untuk mendapatkan sesuatu? Saya kira perempuan-perempua itu lebih suka menikmati kerja lelaki, entah halal atau haram, asal mereka mendapat harta dan merasa martabat meningkat.

Ada juga perempuan-perempuan dengan mental terjajah yang merasa martabatnya terangkat dengan jalan bersama bule kulit putih. Seorang teman saya mengaku mengenal perempuan yang kumpul kebo bersama seorang bule. Padahal, ia tahu bule itu sudah beristri di negara asalnya. Begitu juga dengan seorang kenalan saya, ia menikah dengan bule di Indonesia dan bangganya setengah mampus. Namun, ia ditinggal begitu saja setelah menua setelah usia pernikahan satu dasawarsa. Sang bule pergi ke negara asalnya dan menceraikannya.

Saya membayangkan, bagaimana jika kisah ini disaksikan dan ditanggapi oleh perempuan-perempuan di atas? Entah apakah mereka merasa tertusuk dengan Ariah atau malah acuh tak acuh. Mungkin juga mereka sekedar menikmati sendratari yang diiringi dengan koreografi, efek dan musik apik ini. Lantas, seumpama saja Ariah seperti yang ditokohkan dalam cerita, bagaimana pendapatnya melihat perempuan-perempuan yang saya paparkan di atas?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun