Nada berbicaranya meledak-ledak, nampak riang dan asik. Itulah Pak Firmansyah Lafiri. Mantan  kepala redaksi Harian Amanah ini sengaja didatangkan oleh Ustadz Irfan untuk menjadi pemateri di forum Syabab Ngopi.
Jika sebelumnya Ustadz Sholeh mengulas manhaj Sistematika Wahyu, maka tadi malam Pak Firman memberikan wejangan mengenai keharusan menulis. Dalam interpretasi yang saya bangun, kehadiran Pak Firman menyiratkan kesan bahwa menulis itu istimewah. Kenapa?
Layaknya sabda Pramoedya Ananta Toer, "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian."
Mungkin quote Pram tersebut sudah sering kita lihat, baca atau pun dengar. Sayangnya, ungkapan bijak sarat makna seperti itu lebih sering tidak terserap sebagai objek renungan.
Oleh karena itu, sebagaimana yang dituturkan Pak Firman, "kemampuan menulis itu ada. Kita semua bisa menulis. Tetapi, yang kurang adalah motivasinya." Kurang lebih begitulah yang disampaikan Pak Firman.
Soal motivasi ini, izinkan saya untuk mengajak teman-teman berpikir dan merenung.
Sobat, tahukah kamu tentang sebuah buku dengan judul "The Milestones"? Buku ini merupakan salah satu karya dari seorang Sayyid Qutb. Secara kasat mata buku ini biasa-biasa saja, tapi pemikiran yang tertuang di dalamnya menghasilkan efek pengaruh yang luar biasa.
Gerakan-gerakan revivalisme Islam cukup banyak terpengaruh dari buku The Milestones. Beberapa yang bisa kita sebut di antaranya seperti Ihwanul Muslimin, Hizbut Tahrir hingga ke tingkat yang lebih ekstrim misalnya gerakan terorisme Al-Qaidah.
Artinya bahwa, tulisan, dalam bentuk apa pun itu, sejatinya ia merupakan proses kreatif. Tulisan adalah produk inteltualisme yang jika diramu dengan baik bisa memberikan pengaruh yang besar. Itulah kenapa menulis sangat istimewah.
Kita lihat contoh yang lain. Misalnya, novel tetralogi "Laskar Pelangi" milik Andrea Hirata. Novel ini telah diterjemahkan ke dalam 18 bahasa, film dibuat dan menjadi tontonan wajib di beberapa negara maju, serta pernah menjadi referensi kajian World Literature di beberapa universitas di Filipina.
Apa yang bisa kita pelajari dari seorang Andrea Hirata yang sukses dengan Tetralogi Laskar Pelanginya? Sama dengan The Milestone milik Sayyid Qutb, yakni pengaruh. Melalui tulisannya yang berbentuk novel, Andrea Hirata mempengaruhi dunia akan pentingnya pendidikan untuk masa depan anak-anak.