LUNAS SUDAH SUMPAH ANAS GANTUNG DI MONAS
Ian Zulfikar
Mengamati perkembangan persidangan perkara Anas Urbaningrum ini sangatlah menarik bila kita ikuti dengan seksama. Persidangan ini sangat fenomenal. Tidak sedikit persidangan atas perkara Anas Urbaningrum ini berakhir hingga dini hari. Suatu hal yang tidak lazim jika dibandingkan dengan persidangan terdakwa tindak pidana korupsi lainnya. Jauh kebelakang tentu kita masih ingat tentang sprindik bocor anas, sebuah peristiwa yang juga tidak lazim terjadi pada tersangka lainnya. Pengamat Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Andi Syafrani menilai foto surat perintah penyidikan (Sprindik) Anas Urbaningrum yang beredar di pesan multimedia (MMS) menunjukan ada kelompok dan individu yang memaksa KPK agar Anas segera dijadikan tersangka. Adapun isi sprindik sebagaimana yang beredar, Anas disangka melanggar Pasal 12 a atau b, atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Anas disangka menerima hadiah atau janji terkait proyek Hambalang. Atas dasar sprindik itulah kemudian Anas didakwa terkait masalah Hambalang , tapi anehnya putusan hakim atas terdakwa Anas Urbaningrum sama sekali tidak terlibat kasus proyek Hambalang. Padahal suara media dalam kurung waktu yang cukup lama, begitu bertalu-talu, bertubi-tubi dan cetar membahana sehingga terbentuk opini publik bahwa anas korupsi atas proyek hambalang sebelum melalui proses persidangan. Untuk menangkis serangan yang bertubi tubi itu Anas akhirnya mengeluarkan pernyataan keras yang kemudian populer dengan istilah sumpah monas “kalau saya terima serupiahpun dari Hambalang, saya siap gantung di Monas”. Kini sumpah ini sudah lunas. Anas tidak terbukti terlibat dan memenerima serupiahpun dari proyek Hambalang. Hal inipun diperkuat dengan keputusan hakim yg di nahkodai oleh Hakim Aswandi. Anas benar benar bersih dari proyek tersebut. Dalam logika sederhana, Anas ketika menyatakan siap gantung di monas itu, karna tidak bisa lagi dengan bahasa formal meyakinkan publik bahwa dia benar-benar dan bersunguh-sungguh tidak terlibat dalam proyek hambalang apalagi menerima manfaat dalam bentuk apapun dari proyek tersebut.
Kini sekalipun majelis hakim memvonis Anas bukan dari proyek Hambalang, Anas menantang para Jaksa dan majelis hakim untuk mubahalah. Tantangan ini tentunya tidak tanpa pertimbangan yang dalam, karena dalam mekanisme mubahalah harus diikutsertakan istri dan anak-anak dari para pihak yg ber-mubahalah. Dengan mengutip ustadz Bachtiar Nasir dari Republika online, dijelaskan bahwa yang dimaksud mubahala adalah saling melaknat atau saling mendoakan agar laknat Allah SWT dijatuhkan atas orang yang zalim atau berbohong di antara mereka yang berselisih. Syariat mubahalah bertujuan untuk membuktikan kebenaran dan mematahkan kebatilan bagi mereka yang keras kepala dan tetap bertahan pada kebatilan meskipun sudah jelas bagi mereka kebenaran dan argumen-argumennya.
Dalam kitab Zad al-ma'ad, Ibnu al-Qayyim menjelaskan, mubahalah disunahkan ketika beragumentasi dan berdebat dengan kelompok batil atau orang-orang sesat. Apabila mereka tetap tidak mau kembali kepada kebenaran dan tetap keras kepala meskipun sudah dijelaskan tentang kebenaran dan hujah-hujahnya.
Allah SWT memerintahkan Nabi SAW menantang kaum Nasrani dari Najran untuk ber-mubahalah. Ketika itu, utusan Nasrani dari Najran bersikeras mengatakan kepada Nabi SAW bahwa Isa adalah anak Allah SWT. Padahal, Nabi SAW telah menjelaskan kepada mereka bahwa Isa AS itu adalah hamba Allah SWT dan utusan-Nya. Maka, Allah SWT memerintahkan kepada Nabi SAW agar menantang mereka untuk ber-mubahalah.
Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), katakanlah (kepadanya): "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita ber-mubahalah kepada Allah dan meminta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta. (QS Ali 'Imran [3]: 6).
Dalam mubahalah tersebut, Nabi SAW menghadirkan anak dan istri masing-masing, kemudian berdoa kepada Allah agar menurunkan azab dan laknat-Nya kepada yang berbohong di antara mereka. Tetapi, karena mereka mengetahui bahwa Nabi SAW berada dalam kebenaran dan mereka berada dalam kebatilan, merekapun tidak berani melakukannya. Akhirnya, mereka berdamai dan membayar jizyah kepada Nabi SAW.
Diriwayatkan bahwa para sahabat Nabi SAW, seperti Ibnu Abbas, pernah menantang orang yang berselisih pendapat dengannya dalam suatu masalah untuk ber-mubahalah. Imam al-Auza'i, Imam Ibnu Taimiyyah, dan Ibnu Hajar juga pernah ber-mubahalah.
Jadi tantangan ber-mubahalah ini, tentu Anas sangat yakin bahwa dirinya tidak bersalah, sama halnya dengan ketika ia yakin bahwa tidak serupiahpun dana Hambalang diterimanya. Keyakinan ini tentunya didasari atas kebenaran yang terbentang dari fakta-fakta persidangan.
Diujung persidangan Anas mengatakan “sumpah mubahalah ini siapa yang bersalah, siap menerima kutukan” Pertanyaannya adalah, akankah ajakan tersebut diterima oleh majelis hakim dan para jaksa yang mengadili perkara Anas Urbaningrum? Sayangnya ketua majelis hakim buru-buru menjawab dengan ketukan palu sebagai tanda akhir dari persidangan. #Berani Mubahalah Hebat !!!
Ian Zulfikar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H