"syukurin deh"
"biarin aja deh, biar kapok"
"ah, itu sudah karmanya dia"
Kata-kata yang ada di atas, pasti kerap kita dengar atau temukan, apalagi jika orang yang terkena hal tersebut adalah orang yang berseberangan dengan kita. Baik itu bersebarangan secara ideologi maupun karena hal yang bersifat pribadi.
Baru-baru ini, kejadian yang sama terjadi lagi. Demontrasi yang dilakukan oleh teman-teman mahasiswa dalam rangka memprotes dan merespon kondisi politik dan ekonomi yang tengah terjadi di negeri ini, kembali memakan korban kekerasan. Seorang aktivis, Ade Armando, menjadi korban pemukulan dan pengeroyokan oleh beberapa oknum.
Hal ini, bukan baru kali ini saja terjadi. Ada banyak kejadi-kejadian kekerasan yang terjadi. Namun, apa yang ingin dititik beratkan kali ini adalah respon sebagain banyak orang ketika mendengar ataupun melihat kekerasan yang terjadi.Â
Tampaknya sudah biasa bahwa jika orang yang terkena kejadian tersebut, apalagi jika orang tersebut adalah orang yang berseberangan ideologi ataupun karena hal pribadi, maka orang akan melazimkannya.
Kita bisa melihat begitu banyak respon di media sosial, bahwa itu sudah seharusnya, atau sudah selayaknya orang tersebut mendapatkan perlakuan seperti begitu. Alh-alih merasa bahwa perbuatan tersebut menyalahi hukum yang ada, kita justru menormalisakan kejadian-kejadian tersebut.
Entah apa yang salah dengan kondisi ini. Kita mungkin bisa berbeda pendapat, bahkan mungkin berbeda aliran dengan orang lain, tapi bukan berarti menormalisasikan kekerasan adalah sebuah tindakan yang tepat, hanya karena hal tersebut menimpa orang-orang yang tidak kita sukai. Jangan sampai, akhirnya ada orang-orang yang berpikir, tidak apa-apa melakukan kekerasan karena dia berbeda pendapat.
Kita harusnya mengutuk setiap tindakan-tindakan kekerasan yang terjadi. Tidak peduli pada siapa hal tersebut terjadi. Tindakan tersebut sudah melanggar ketentuan hukum yang berlaku.Â
Kita tidak lagi berada di zaman pemburu-pengumpul, kita diikat oleh aturan-aturan yang berlaku. Lagipula, jika kita tidak bisa menerima perbedaan pendapat dan ideologi yang ada (sepanjang ideologi tersebut tidak bertentangan dengan dasar negara), itu menunjukkan bahwa kita sebenarnya masih belum siap dan dewasa dalam berdemokrasi.