Gereja Katolik banyak memberi penghormatan kepada Maria. Hal itu tampak jelas dalam perayaan liturgi resmi Gereja. Gereja merayakan empat perayaan setingkat Hari Raya yakni Maria Bunda Allah (Theotokos), Maria Menerima Kabar Sukacita (Annuntiare), Maria Diangkat ke Surga (Assumpta), dan Maria Dikandung Tanpa Noda (Immaculata).Â
Selain itu, Gereja juga mempunyai banyak perayaan setingkat Pesta dan Peringatan untuk menghormati Bunda Maria. Jumlah perayaan yang banyak menunjukkan bahwa Maria memiliki peranan yang amat penting dalam hidup Gereja.
Gereja secara khusus banyak berbicara tentang Maria dalam Konsili Vatikan II yakni dalam Konstitusi Dogmatis Tentang Gereja Lumen Gentium bab VIII. Pembicaraan mengenai Maria telah ada sejak lama sebelum konsili. Namun, Gereja secara khusus merumuskan ajaran tentang Maria dalam Konsili Vatikan II.Â
Konsili hendak menjelaskan dengan cermat peran Santa Perawan Maria dalam misteri Sabda yang menjelma serta Tubuh mistik-Nya, serta tugas dan kewajiban mereka yang sudah ditebus terhadap Bunda Allah, Bunda Kristus, dan Bunda orang-orang, terutama yang beriman. Gereja menyadari peranan besar Maria dalam hubungan dengan Yesus Kristus (Sabda yang menjelma) dan dalam Gereja (Tubuh Mistik Kristus).
Konsili vatikan II dibuka pada 11 Oktober 1962. Sebelum Konsili Vatikan II diadakan, refleksi teologis atas Maria dan devosi kepada Maria bertumbuh subur. Pada masa itu, umat beriman mulai menghormati privilese-privilese Maria, seperti: pengandungannya tanpa noda, pengangkatannya ke Surga.Â
Tempat ziarah pun banyak bermunculan. Periode ini sering disebut sebagai periode yang "mewah" kepada Maria. Menjelang Vatikan II, "kemewahan Maria" tersebut dilihat dalam kajian-kajian teologis seperti Kitab Suci, Patristik, Teologi Kerygma, Liturgi, ekumene, dan Mariologi dalam Transformasi.
Perspektif Kristologis
Maria dengan iman dan ketaatannya turut ambil bagian dalam karya penyelamatan umat manusia bersama dengan misteri Kristus. Ia menerima kabar gembira dari Malaikat untuk menjadi Bunda Yesus Penebus, melahirkan dan membesarkan Yesus (LG 55-59). Maria ditempatkan lebih dekat dengan Kristus.Â
Pendekatan ini disebut sebagai Mariologi Kristotipikal. Maria langsung ditempatkan secara khusus di bawah Kristus dalam tindakan penyelamatan Allah bagi umat manusia. Penganut pendekatan ini berusaha menghadirkan privilese-privilese Perawan Maria. Mereka menganalisis konsep dan prinsip tentang Maria dalam magisterium Gereja dan mencari dasar pemahamannya dalam Kitab Suci dan Tradisi.Â
Metode tersebut bersifat spekulatif. Metode-metode tersebut menghasilkan gelar-gelar baru bagi Maria dan dari situ peribadatan tentang Maria dihiasi secara meriah.Â
Penganut Kristotipikal memegang prinsip De Maria numquam satis, artinya orang tidak pernah dapat mengatakan cukup tentang Maria. Pendekatan kristotipikal sering juga disebut kaum "maksimalistis". Kaum ini berpandangan bahwa Maria tidak termasuk anggota Gereja. Maria tidak dapat disejajarkan dengan Gereja.Â