Anda yakin ingin menjadi seorang social entrepreneur? Ada beberapa krieria yang menjad pembeda antara seorang wirausahawan sosial dengan pebisnis umumnya.
Pertama, menjadi seorang social entrepreneur harus mau berkorban dan segera bertindak. Pengorbanan bukan cuma harta benda, melainkan juga naluri untuk bersenang-senang, waktu, tenaga dan pikiran.
Kedua, kesediaan untuk memulai bekerja dengan diam-diam. Social Entrepreneur memulai karyanya dari hal-hal kecil di daerah yang tidak dikenal. Butet bekerja di pedalaman Sumatera dengan anak-anak suku Kubu. Atau Yayasan Dian Desa yang berkubang lumpur di desa-desa. Ada juga Muhammad Yunus yang bekerja dengan buruh-buruh kasar dan tukang becak di Bangladesh. Biasanya mereka baru dikenal setelah karya-karyanya menjadi kenyataan dan ramai dibicarakan orang.
Ketiga, Bekerja dengan energi penuh. Orang yang berenergi penuh ’tak ada matinya’. Ia melakukan banyak hal sekaligus dengan menembus berbagai dinding-dinding penyekat. Ia tak mengenal batas-batas yang dibuat manusia untuk membatasi ruang geraknya. Tanpa berpikir keuntungan yang akan didapat, wirausahawan sosial meledakkan segala ide kreatif mereka demi peningkatan kualitas hidup masyarakat luas.
Keempat, ia menghancurkan the established structures. Ia benar-benar bekerja independent dan tak mau terbelenggu oleh struktur yang seakan-akan mewakili kebenaran. Mereka bisa saja ditemukan di antara pegawai-pegawai pemerintahan atau dosen di universitas, tetapi yang adalah kebebasannya dalam bertindak dan berpikir. Mereka punya kecerdasan yang luar biasa dalam mengambil jarak untuk melihat ”beyond the orthodoxy” dalam bidang/pekerjaan mereka. Untuk melakukan hal ini, mereka mengambil resiko yang terlihat aneh, bahkan adakalanya dimusuhi oleh orang umum.
Kelima, kesediaan melakukan koreksi diri. Kewirausahaan sosial memerlukan kejernihan berpikir dan sikap-sikap positif. Artinya, kalau suatu langkah tidak bekerja dengan baik, mereka harus rela mengkoreksinya. Pada tahun 1990-an orang-orang sudah meyakini karya besar Muhammad Yunus yang sukses dengan Grameen Bank-nya untuk melayani segmen mikro, tetapi ia melihat tetap ada kelemahan yang merepotkan debitur untuk melunasi hutangnya. Pada tahun 2002, Yunus meluncurkan Grameen Bank II untuk melayani nasabah-nasabah mikro-nya dengan lebih baik lagi.
Keenam adalah kesediaan berbagi keberhasilan. Mereka adalah orang-orang yang rendah hati, yang bekerja dengan prinsip, ”sukses ini bukan karena semata-mata karya Saya.”
Lebih dari sekedar berkarya dan berbisnis, para social entrepreneur membangun sebuah kekuatan, yaitu kekuatan perubahan yang berkelanjutan. Andapun bisa melakukannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H