Mohon tunggu...
Ian Hidayat
Ian Hidayat Mohon Tunggu... Penulis - Sedang bercanda cita

Menempuh pendidikan di UIN Alauddin Makassar dengan beasiswa dari orang tua

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Merawat Mesra Petani

18 Agustus 2024   21:12 Diperbarui: 18 Agustus 2024   21:18 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi hari, saya terbangun oleh sengat matahari dan bunyi riuh dari excavator yang bekerja tidak jauh dari lahan tani. Konon, eskapator itu yang jadi momok buat orang tani. Mereka punya pengalaman buruk dengan eskavator. Beberapa tahun silam, excavator meratakan perkebunan mereka. Eskavator itu menjadi senjata bagi negara untuk mempertahankan stabilitas ekonominya. Negara menolak petani menjadi mandiri. Seorang petani, sudah sepekan tinggal di gubuk taninya. 

Disana, petani itu menjaga agar luka lalu beberapa tahun silam tidak terulang lagi, petani tidak bisa berharap kepada negara apalagi polisi untuk menjaga lahannya. Negara terlalu rakus untuk dipercaya, sedang polisi terlalu bodoh untuk diandalkan. Syukurnya, tidak ada kejadian buruk pagi itu. Hanya teh dan beberapa pangan yang diolah secara mandiri oleh orang tani.

Lepas beberes, kami berpindah ke rumah orang tani. Mereka menyajikan makanan kepada kami. Seingatku, gadis mahardika juga bersemangat menyajikan makanan itu. Saya mencoba menyangjungnya, tapi saya ingin terlihat sedikit arogan. Saya gagal menyanjungnya.

sumber gambar pribadi
sumber gambar pribadi

Malam hari, esok malam, malam lusa, dan malam berikutnya saya ingin mengenang setiap waktu. Saya berpikir dapat membangun kehidupan baik, bukan buat orang orang tani. Saya pikir itu terlalu naif, hanya merawat amal perlawanan di kemudian hari. Saya ingin meramu puisi, mendaras lagu, merumuskan tafsir agama bersama gadis mahardika. Ia punya insting perlawanan, ia juga tidak lepas dari nilai moral.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Sejarah terlalu membosankan dan menyebalkan, apalagi sejarah yang dikisahkan para rakus dan orang bodoh. Kemudian hari, apapun yang terjadi, saya ingin belajar dari waktu itu. Waktu orang tani bermesra dengan tanahnya, waktu pelawan melampiaskan semangatnya. Ini adalah sejarah kecil yang bisa diceritakan pada orang belajar kelak, orang belajar di masjid, di emperan, di warung kopi, atau pada buku yang bisa kita tuliskan tanpa intervensi partai komunis dan liberalis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun