Mohon tunggu...
Ian Hidayat
Ian Hidayat Mohon Tunggu... Penulis - Sedang bercanda cita

Menempuh pendidikan di UIN Alauddin Makassar dengan beasiswa dari orang tua

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kader Politik Bukan Komoditas, toh Kanda?

2 September 2023   11:32 Diperbarui: 2 September 2023   11:37 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : kompas.id

            Malam hari saat memberi makan nyamuk di beranda rumah, sembari menikmati malam gemerlapan. Saya mengecek ponsel saya, melihat kabar kabar yang melintas di beranda instagram, twitter, dan berbagai media sosial lainnya. Saya merasa hari hari menjenuhkan, orang orang di setiap tempat dan setiap waktu membahas politik. Di beranda rumah, di kantor, di kampus, bahkan tempat tempat terpencil seperti sawah dan toilet umum.

            Praktek politik di Indonesia menjenuhkan, akan menjadi menjengkelkan ketika para bajingan politik itu menggunakan kalimat kalimat yang menggiring opini masyarakat ke dalam satu persepketifi tertentu.

            Kawan kawan di IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) di beranda Wa nya menampilkan berita Tempo.id berjudul "Prabowo Subianto Dapat Dukungan dari Alumni HMI, IMM Hingga GMNI". Melibatkan nama "IMM" ke dalam golongan pendukung salah satu Bacapres tersebut merupakan pengiringan opini publik,  padahal sebelumnya saya tidak pernah mendapat kabar apapun tentang keterlibatan organisasi IMM dalam suksesi salah satu Bacapres manapun.

            Saya adalah seorang Kader IMM, pendiskusian tentang kontestasi Pemilu 2024 bagi saya adlaah pembincangan yang menjenuhkan di Warung Kopi. Berbeda dengan saya, kawan kawan IMM yang lain justru antusias berdiskusi tentang kontestsi Pemilu. Mereka menggunakan berbagai perspektif dan teori sosial. 

Nama nama semisal Soekarno, Hatta, Tan Malaka, bahkan Marx dan Nietsche menjadi htidak asing di telinga kami. Memang, Hak politik adalah hak setiap individu, mereka berhak memilih siapa dan mendukung siapa. Mereka juga berhak mau masuk partai atau tidak. Tapi, menyebut IMM maupun Muhammadiyah sebagai pendukung bakal calon menurut saya adalah hal yang tidak bijak sama sekali untuk organisasi.

            Saya sempat berdiskusi dengan beberapa petinggi di Muhammadiyah.  "Muhammadiyah bukanlah organisasi politik, Muhammadiyah tidak bijak jika menyatakan mendukung calon tertentu. Walaupun itu adalah kadernya" ucapnya. Haedar Nasir  bahkan menegaskan dalam suatu pidatonya pernah mengatakan "Muhammadiyah tidak akan mendukung salah satu calon. Politik Muhammadiyah adalah netral".

            Memang, prkatisi politik di Indonesia saat ini tidak pernah berhasil menjalankan amanat Pancasila sila ke 5 "Keadilan sosial bagi seluruh  Indonesia".  Kesejahteraan gagal disebar luaskan ke seluruh rakyat Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari perspektif pembangunan yang mengedepankan akumulasi kapital dibanding kesejahteraan sosial.

            Perspektif pembangunan akumulasi kapital di Indonesia hanya berpatokan pada pendapatan sehinga tidak jarang menghilangkan nilai nilai kemanusiaan. Akibatnya, kemiskinan di Indonesia menjadi penyakit akut, kian waktu semakin parah. Penggusuran paksa, pendidikan mahal, pembangunan yang ugal ugalan adalah bentuk kerasukan kapital dan penyingkiran hak orang miskin. Terlebih pada masyarakat miskin perkotaan. Mereka bahkan hanya dijadikan komoditas politik ketika kontestasi pemilu dimulai.

            Pada artikel Tempo.id berjudul "Prabowo Subianto Dapat Dukungan dari Alumni HMI, IMM Hingga GMNI" memang tidak menyebut secara spesifik "alumni" tersebut. Namun, ini akan berakibat pada stigma masyarakat terhadap organisasi mahasiswa.

"Ndak elegan caranya. Mereka jadikan kami komoditas, sementara kita yang dapat stigma buruk" kata seorang Pimpinan Umum IMM Gowa yang beberapa hari lalu menyinggung masalah tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun