Mohon tunggu...
Vincent Septian Lie
Vincent Septian Lie Mohon Tunggu... Mahasiswa - Creature of the mind - Communication Science Student

An 'extraverted' introvert creature who wants to be a billionaire - Not so ordinary boy

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keterpurukan Organisasi Mahasiswa: Berorganisasi kok Gabisa Berkomunikasi?!

9 Juni 2024   21:57 Diperbarui: 10 Juni 2024   19:07 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Ilustrasi || Illustrated by: Vincent Septian Lie

Jakarta - "Ini rapat atau ngedongeng?! Cuma ngebacain teks yang udah terlampir, semua juga bisa!"

Begitu celetukan rekan saya yang menjadi mahasiswa "kura-kura" di kampus, atau yang biasa juga disebut sebagai "budak organisasi". Setiap hari ada saja keluhannya terkait aktivitas organisasinya di kampus. Sudah bukan lagi tentang lelahnya berorganisasi, juga bukan lagi tentang banyaknya tugas yang diemban, melainkan buruknya sistem dan komunikasi yang diterapkan dalam organisasi.

Keluhan-keluhannya membangkitkan rasa ingin tahu saya tentang seberapa buruk sistem dan komunikasi dalam organisasi tersebut. Apakah memang sedemikian parah hingga menyebabkan dia terus mengeluh?

Esensi organisasi sebagai wadah berkreasi kian lama semakin hilang. Setiap anggota organisasi seolah hanya berfokus menyelesaikan tugas dan tanggung jawab, tanpa melakukannya dengan penuh antusias dan komitmen. Komitmen yang dimaksud adalah tentang kreativitas dalam merancang, menyelenggarakan, dan menuntaskan suatu acara dengan sepenuh hati, serta mempertimbangkan capaian yang ingin diraih, bukan hanya sekedar menjalankan dan meneruskan program kerja yang telah dirancang oleh generasi sebelumnya.

Rapat organisasi yang terus-menerus tidak menghasilkan inovasi atau gagasan baru, hanya mengulang ketentuan lama dan terpaku pada hal-hal yang pernah dilakukan di masa lalu sebagai standar. Hal ini berbeda dengan pernyataan para pemegang kepentingan di organisasi yang menekankan pentingnya kritisisme dan memberikan pendapat. Sebaliknya, gagasan yang diberikan sering kali diabaikan dan hanya ditampung tanpa tindak lanjut. Respons ini sangat memuakkan dan memerlukan perubahan dalam cara organisasi berkomunikasi dan berinisiatif.

Tidak ada keberanian dari anggota untuk mengungkapkan kebenaran; mereka pasrah dengan keputusan yang dibuat oleh mereka yang berkuasa dan berpengalaman, bukan berdasarkan siapa yang memiliki gagasan terbaik untuk membuat acara yang sukses. Buruknya komunikasi ini juga terlihat dalam pembagian tugas pokok dan fungsi (tupoksi) unit kerja setiap anggota dan divisi. Pemimpin rapat hanya membacakan tupoksi yang tertulis pada Microsoft Word dalam tampilan berbagi layar (share screen) pada Zoom Meeting. Membuat hilangnya esensi kepemimpinan yang seharusnya memberikan penekanan dan penjelasan rinci terkait tupoksi yang dibagikan dan akan diemban oleh masing-masing anggota organisasi.

Presentasi kaku dan kurang menarik ini menunjukkan lemahnya komunikasi dan kepemimpinan dalam organisasi. Situasi ini seharusnya menjadi kekhawatiran serius bagi organisasi, mengingat mereka adalah kelompok yang memiliki nilai-nilai untuk mewujudkan tujuan tertentu. Buruknya komunikasi mencerminkan kualitas organisasi yang dapat berdampak pada citra organisasi dan individu di dalamnya.

Komunikasi yang buruk bisa menjadi salah satu hambatan terbesar dalam perkembangan sebuah organisasi. Dikarenakan komunikasi berfungsi sebagai jalur utama bagi individu untuk mengekspresikan pemikiran, gagasan, dan pandangan mereka. Jika setiap individu tidak dapat mengungkapkan keinginan mereka dengan baik, pesan yang disampaikan menjadi kacau dan komunikasi tidak terjalin dengan efektif. Ketidaksepahaman ini menciptakan persepsi baru di kalangan anggota dengan makna yang berbeda-beda, sehingga rentan menimbulkan konflik berkepanjangan.

Pentingnya sebuah organisasi mahasiswa melakukan audit terkait sistem kerja mereka, karena hal ini berpengaruh terhadap budaya organisasi yang mempengaruhi orang-orang di dalamnya. Adanya keterikatan dengan aturan-aturan lama yang sudah tidak lagi relevan memicu timbulnya hambatan dalam berorganisasi, yang menghambat kreativitas dan kebebasan anggota dalam mengekspresikan gagasan. Pembatasan ini harus dapat dicairkan agar setiap anggota yang berani berpendapat tidak mengalami penolakan sepihak yang berujung pada lahirnya rasa tidak hormat. Dengan demikian, organisasi dapat menciptakan iklim yang mendukung keterbukaan, transparansi, dan akuntabilitas, sehingga setiap anggota dapat berkontribusi secara efektif dan berpartisipasi aktif dalam proses pengambilan keputusan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun