Mohon tunggu...
Sun Aritonang
Sun Aritonang Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pembelajar - Pengajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pendidikan: Sebuah Inspirasi

31 Maret 2015   01:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:46 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

2000 Tahun yang lalu Plato berkata :

"The direction of start in which education a man, will determine his future life."

Saya artikan : "Arah awal pendidikan seseorang, akan menentukan kehidupan masa depannya "

Wahana transformasi

Pendidikan dalam hakikatnya adalah wahana transformasi maju manusia dalam memunculkan dan memberdayakan talenta yang tersemat dalam dirinya menjadi perkerjaan-pekerjaan baik bagi kemanusiaan dan kemajuan peradaban. Seperti seorang anak yang bertalenta dalam menguasai nada dan irama didorong menjadi seorang seniman musik yang menghasilkan karya-karya luar biasa,  seorang anak yang memiliki talenta fisik yang kuat dan punya daya saing yang besar didorong menjadi atlet yang berprestasi dan mampu menjadi teladan hidup sehat, seorang anak yang mahir menggunakan logika algoritma matematika didorong menjadi ilmuan yang bisa menghasilkan produk teknologi yang berguna bagi peradaban manusia, dan sebagainya. Hingga cita-cita masyarakat madani, dimana setiap manusia hidup bahagia dan sejahtera menurut bakat dan talentanya dapat dicapai melalui pendidikan.

Meletakkan pendidikan sebagai transformator talenta manusia sejatinya sejalan dengan didaktika (pengajaran) karakter dan moral. Pada tingkatan ini saya percaya karakter dan moral manusia transenden dari karakter Illahi. Oleh sebab itu seluruh proses dan progres pengembangan talenta melalui pendidikan seharusnya dikonstruksi dalam nilai kebenaran Illahi. Sehingga talenta seorang anak yang telah ditransformasi menjadi pekerjaan dimasa dewasanya adalah sebuah vokasi (panggilan) yang berasal dari Illahi. Seperti seorang anak yang bertalenta mengajar, dimasa dewasa menjadi seorang guru yang berdedikasi karena mengerti pekerjaannya sebagai guru adalah vokasi (panggilan) dari Tuhan dan ia bertanggung jawab sepenuhnya dalam profesinya sebagai guru kepada Tuhan dan mencintai profesinya. Yang lebih penting lagi, oleh sebab raison d'etre-nya sebagai guru itu ia yakini adalah vokasi, ia akan bahagia hidup dan bekerja sebagai guru. Saat pendidikan mampu mematangkan talenta menjadi profesi yang dihidupi sebagai vokasi (panggilan), saat itulah pendidikan menjelma menjadi inspirasi. Pendidikan menjadi sumbu kemajuan peradaban manusia.

Literasi diatas adalah sebuah cita-cita ideal, namun mari gali fakta-fakta yang berkembang di ruang lingkup masyarakat Indonesia sebagai konteks yang harus dicermati. Pendidikan yang diinstitusikan dalam sebuah lembaga formal yang kita namakan sekolah menjadi wadah raksasa untuk menransformasi bakat anak-anak kita menjadi sebuah profesi sekaligus vokasi. Namun celakanya, 'worldview' sekolah saat ini direduksi hanya sebagai wadah untuk memperoleh selembar kertas simbol pengakuan pernah mengecap proses didaktika masal sekaligus kertas lisensi untukmencari pekerjaan menurut kebutuhan pasar. Sekolah pun menjadi 'alat' pembunuh talenta terbesar sepanjang sejarah peradaban manusia. Sekolah keluar dari rel cita-cita pedagogi yang diimpikan - yang ideal. Kita sebagai subjek pendidikan terjebak pada pragmatisme yang mereduksi pendidikan formal hanya sebatas 'tools' untuk mencari pekerjaan. Sehingga manusia hidup dalam kungkungan pekerjaan yang tidak 'pas' dengan bakat dan talentanya. Kita terhimpit pada dua pilihan yang sulit untuk dicapai secara bersamaan, yaitu pilihan memenuhi kebutuhan materi atau pilihan memenuhi kebutuhan fitrah kita sebagai manusia unik yang diciptakan Tuhan berdasarkan kemampuan dan talenta masing-masing.

Pada contoh sederhana seorang anak yang bertalenta menjadi seorang seniman lukis yang hebat akhirnya menjadi seorang dokter yang biasa-biasa saja setelah dalam proses sekolahnya didoktrinasi bahwa menjadi dokter adalah sebuah pilihan profesi yang menjamin masa depan secara material maupun 'prestise'. Hal ini menyebabkan orientasi hidup kita sebagai manusia cenderung bersandar pada pencapaian materialistik. Manusia kehilangan 'gairah' pada raison d'etre-nya sebagai mahluk ideal yang berakal budi, bertalenta. Gradasi nilai-nilai luhur pendidikan sebagai transformator bakat manusia terjadi diseluruh tingkatan satuan sekolah,dan yang paling disayangkan hal ini terjadi sejak bangku sekolah dasar.

Dalam hal ini, sekolah tidak lagi menjadi wadah menciptakana inspirasi bagi peradaban manusia. Sekolah berubah menjadi beban yang harus dipanggul sebagai syarat untuk bertahan hidup. Bukan sebagai proses mengolah talenta menjadi sebuah vokasi.

Pereduksian makna didaktika ini juga menderivasi keragaman profesi di masyarakat. Keragaman talenta yang dianugerahkan Illahi idealnya melahirkan keragaman vokasi, yang pada kemudian akan melahirkan variasi profesi. Tak kalah pentingnya setiap individu yang berprofesi sesuai vokasinya hidup bahagia dan menjadi tauladan. Ragam profesi dan kehidupan profesional yang bahagia itu adalah inspirasi bagi anak-anak Indonesia.

Ruang-ruang masa depan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun