Selanjutnya yang ketiga yaitu sagu, sagu berasal dari pohon sagu yang kemudian diambil patinya. Kita mungkin mengenal papepa yang merupakan salah satu makanan khas dari masyarakat Indonesia bagian timur yang terbuat dari sagu. Sagu juga punya potensi besar sebagai pangan pokok pengganti beras.
Selain tiga hal yang saya sebutkan diatas, masih banyak sumber karbohidrat yang dapat digunakan sebagai pengganti beras. Misalnya kentang, umbi gadung, talas, dan lain sebagainya.
Potensi-potensi sumber karbohidrat sangat banyak dan beragam di Indonesia. Namun mengapa ketergantungan terhadap nasi sangat besar? Hal ini bisa berawal dari persepsi masyarakat, yang masih menganggap belum makan nasi dianggap masih belum makan. Meskipun mungkin sebelumnya sudah mengonsumsi sumber karbohidrat lain misalnya dari roti.
Persepsi ini sebenarnya tidak semata-mata langsung muncul dari masyarakat. Namun muncul karena proses yang dibentuk. Pembentukan persepsi dimulai dari adanya rangsangan panca indera yang kemudian memunculkan respon untuk memberi nilai terhadap suatu hal.
Kita ketahui bahwa persepsi mengonsumsi nasi untuk mengenyangkan diturunkan dari generasi ke generasi. Kajian sejak kapan persepsi ini muncul menjadi hal yang kompleks mengingat tidak adanya data yang detail terkait hal tersebut.
Sebenarnya persepsi konsumsi nasi berhubungan dengan kenyang atau tidak kenyang setelah mengonsumsinya. Padahal jika kita ketahui terkait produk karbohidrat yang telah saya sebutkan diatas juga dapat mengenyangkan karena tingginya jumlah karbohidrat yang dimiliki.
Melawan persepsi bukan hal yang mudah, namun harus dimulai secara perlahan. Misal mulai membiasakan mengonsumsi pangan pokok pengganti nasi atau mungkin dari hal yang sederhana yaitu mulai menyediakan olahan dari sumber karbohidrat selain nasi. Misal dengan sekali-kali menyediakan olahan singkong untuk menjadi pengganti nasi atau biasa kita kenal dengan nasi tiwul. Selain rasanya yang khas nasi tiwul juga menyehatkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H